Monday, September 20, 2010

Berkelana Bersama Sammy

Jelang akhir liburan, akhirnya aku berkesempatan mengajak kakak dan keponakan-keponakanku untuk nonton film bareng. Nonton film 3 dimensi, pengalaman baru buat mereka. Sengaja ngajak nonton di hari kerja, supaya harga tiket nggak terlalu mencekik leher :p
Bersama Layla, di depan poster timbul Sammy's Adventure
Melihat petualangan Sammy si penyu dengan beragam ikan dan biota laut lainnya yang seolah-olah ada di depan mata dan bisa terpegang tangan, seru dong... Kabarnya, ponakan-ponakanku jadi ketagihan nonton film 3D lagi. Hm... Kalau itu sih, udah tinggal urusan ibu-bapaknya aja deh. Hehe...

Wednesday, September 15, 2010

Batik Depok, Ikon Sebuah Kota

Ngakunya sih pecinta batik… hingga blog-ku pun bertajuk batikmania. Tapi sebetulnya… kurasa aku bukan betul-betul penggila batik. Ya, aku memang ingin jadi kolektor beragam batik Indonesia, dan dengan begitu ikut melestarikan warisan budaya ini. Namun apa daya, dompet tak cukup berisi. :p
Batik gitu loh… Yang asli, apalagi batik tulis, tentu harganya tidak murah. Aku sih setuju setuju saja, jika dengan begitu kita bisa memberi apresiasi kepada para pengrajin batik. Aku tahu bagaimana ‘susahnya’ membatik. Berpanas-panas di depan kompor, menggambar dengan bantuan canting yang sekali gores tak boleh salah, atau menstempel pola pada kain, lalu mewarnai dengan bahan kimia yang bisa merusak kulit, setelah itu melunturkan lilin dengan rebusan air mendidih, wah… pada intinya, membatik itu bukan pekerjaan yang mudah. Jadi, sudah selayaknya sehelai kain batik dihargai dengan harga tinggi.
Apalagi saat ini batik sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Alhamdulillah… Tak boleh lagi dong di-claim oleh negara lain, apalagi oleh negara tetangga yang suka ngaku-ngaku itu. :p Apresiasi kita terhadap budaya bangsa sendiri ini, harus semakin tinggi. Kalau memang punya uang, jangan ragu untuk membayar lebih, toh keuntungannya untuk bangsa sendiri.
Berbagai daerah menggunakan batik sebagai sarana eksistensi diri alias ikon daerah. Setahuku, ada beberapa daerah yang sudah merancang motif batik sendiri, termasuk Depok. Melalui sebuah lomba desain motif batik, diluncurkanlah batik khas Depok itu di tahun 2009 lalu. Beragam hasilnya, semua indah dan menampilkan ciri khas Depok. Yang sangat kentara terlihat adalah pola/gambar irisan buah belimbing yang memang telah menjadi ikon kota Depok.
Paduan motif dan warna harus dirancang secara cermat agar dapat memperlihatkan ciri khas Depok, agar terlihat berbeda dengan daerah lainnya. Beberapa desain yang membuatku tertarik, kudapat gambarnya dari situs jejaring facebook dan kupampang di bawah ini.
Motif irisan buah belimbing yang menjadi ciri khas Depok dipadu dengan sulur-suluran dalam paduan warna merah-terakota terlihat anggun. Bapak Toni sang perancang motif terlihat luwes menggambarkan bagian demi bagian motif batik ini. Cukup sederhana, sebetulnya, namun rancangan ini pastilah dibuat dengan penuh ketekunan dan kesabaran untuk menghasilkan yang terbaik.
Yang berikutnya, batik Depok hasil rancangan bapak Fatlan. Desain kali ini relatif lebih rumit dari yang sebelumnya, Masih mengambil esensi irisan buah belimbing sebagai ikon kota Depok, rancangan batik ini dipadu dengan gambar sulur-suluran dan ornamen dekoratif lainnya, membuat desain ini secara keseluruhan terlihat kaya. Pengisian bidang dengan ornamen dekoratif yang berupa rangkaian garis yang berliuk-liuk tentulah juga memerlukan kesabaran dan ketekunan dalam mengolahnya. Nilai-nilai ini diharapkan dapat juga tumbuh di kalangan warga Depok. Semoga…
Selain nilai-nilai keutamaan yang diharapkan keberadaannya di kalangan warga Depok, produksi masal batik ini pun akan mendongkrak sektor ekonomi secara signifikan. Pengrajin batik dapat terus berproduksi dan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan batik ini, termasuk juga industri terkait, hingga melibatkan pengrajin batik di Solo. Depok bagi-bagi rejeki-lah... ;) Sementara itu, masyarakat Depok pun diharapkan agar memiliki kebanggaan dengan mengenakan batik khas ini. Kabarnya, walikota Depok sudah memberikan instruksi agar pegawai di lembaga pemerintahan dapat mengenakan busana batik Depok dan mendukung penggunaan batik serupa di kalangan yang lebih luas. Dengan demikian, terwujud rasa kebersamaan yang padu di kalangan warga Depok. Suatu upaya yang bagus, kukira. Aku sendiri, walaupun bukan warga Depok, mau juga dong batik Depok… ;)

Tuesday, September 14, 2010

Depok, Sebuah Kota Dengan Tangan Terbuka

Lebaran lalu, kakakku dan anak-anaknya kembali berkunjung ke rumah kami di Bandung. Setiap tahun selalu begitu. Rutin dijalaninya. Transportasi Bandung-Depok saat ini, tidak sulit lagi. Jika dulu aku bolak-balik Bandung-Depok dengan bus harus ‘transit’ dulu di Bogor atau Kampung Rambutan, sekarang tidak lagi. Ada rute bus khusus Bandung-Depok yang kini sering kugunakan jika aku perlu berkunjung ke rumah kakak di Depok. Kakak dan keluarganya, lebih sering membawa kendaraan sendiri, dengan rute perjalanan yang nyaman melalui tol Cikunir, sambung menyambung hingga tol Padaleunyi. Sungguh perjalanan yang tidak lagi merepotkan.
Aku sendiri, belum pernah membawa kendaraan sendiri ke Depok. Kalaupun aku beberapa kali ada urusan di Jakarta, aku masih sering numpang menginap di rumah kakak yang terletak di Depok. Tapi kendaraan? Aku lebih suka memanfaatkan fasilitas angkutan umum saja deh. Sebagai sebuah kota satelit dari Jakarta, Depok memiliki akses yang makin lama makin mudah saja. Mulai ojek, angkutan umum, bus, hingga kereta api, semua mendapat tempat di Depok, walaupun keberadaannya tentu saja membuat lalu lintas di Depok, juga dari dan menuju Depok makin lama makin padat saja.
Kemacetan tak terhindarkan ada di mana-mana, sementara perilaku pengemudi juga tak jarang gila-gilaan, menerjang segala jalanan berlubang sesukanya saja. Belum lagi pengendara motor yang menyalip dari kanan dan kiri dengan lihainya. Wah… tak jarang aku ‘memuji’ mereka, tapi tentu saja was-was juga. Kalau aku yang mengendarai mobil di Depok, wah… alamat bakalan terjaga selalu. Alert! Tapi lama-lama mungkin jantungan juga, atau malah kebas dan mati rasa :p Sisi baiknya, kondisi itu membuat kita belajar sabar dan ikhlas, dan banyak-banyak berdzikir di dalam kendaraan. Sama sekali tidak jelek, bukan? Hikmahnya kita bisa cepat sampai tujuan, dan... makin dekat pada Tuhan sepanjangnya dzikir yang dirapal sepanjang jalan. Bukankah itu baik? ;)
Belasan tahun berlalu sejak pertama kali kakakku menetap di Depok. Saat ini kota itu sudah berkembang sangat pesat. Pusat perbelanjaan, jangan ditanya… banyak tersebar di seantero Depok. Mulai dari Tiptop, Depok Plaza, Depok Town Square hingga Margo City, semua bisa dicapai dengan akses yang begitu mudah. Gebyar potongan harga yang selalu ada, wah… membuat kita tak boleh sering-sering berkunjung ke sana jika ingin isi dompet tetap selamat ;) Tapi justru hal inilah yang membuat laju roda ekonomi di Depok berputar kencang. Banyak tenaga kerja terserap, yang ujung-ujungnya, memakmurkan warga juga kan? Salut-lah untuk Depok.
Kota yang lahir kembali 11 tahun lalu ini, semakin berkembang saja. Depok yang ’berubah wujud’ dari sebuah kota administratif ini telah berubah menjadi kotamadya, dan kini bisa disejajarkan dengan Bogor, Bekasi dan Tangerang sebagai sebuah kota yang maju dengan dukungan infrastruktur yang memadai. Seperti Bogor, salah satu Perguruan Tinggi besar di Indonesia, ada di Depok. Universitas Indonesia sepertinya sudah bedol desa, transmigrasi ke Depok, menjadikan kota ini sebagai salah satu pusat pendidikan tinggi terpercaya. Dengan kampus yang luas dan asri, UI masih selalu menjadi salah satu perguruan tinggi favorit putra-putri terbaik bangsa ini. Satu poin lagi untuk Depok.
Dengan adanya salah satu Perguruan Tinggi terbesar dan tertua di Indonesia, Universitas Indonesia yang telah menjadi ikon Depok, ditambah dengan perguruan tinggi swasta lainnya, Depok menjadi ramai dengan banyaknya pendatang dari berbagai daerah, terutama tentu saja mahasiswa yang notabene pintar dan terpelajar. Tak lama lagi, Depok bisa menyaingi Yogyakarta dan Bandung dengan predikat sebagai kota pelajar juga.
Lagi-lagi berkait dengan roda perekonomian, banyaknya pendatang ini tentu saja membuat bertumbuhnya sebuah bahkan beberapa peluang bisnis baru bagi warga setempat. Mulai dari pengadaan tempat kost, servis cuci-laundry pakaian dengan harga mahasiswa, warung makan, rental komputer, perpustakaan, dan… tinggal sebut saja, banyak peluang bisnis ada di sana. Depok makin berkembang, dan hanya tinggal menunggu waktu, ketika usai lebaran nanti, Jakarta tidak lagi jadi tujuan utama para perantau yang ingin mengadu nasib, tapi Depoklah yang akan jadi tujuan berikutnya, yang akan menerima para pendatang itu dengan tangan terbuka.

Sunday, September 12, 2010

9-11, Masa Lalu dan Masa Kini

11 September, 9 tahun lalu. Kulihat peristiwa runtuhnya gedung tertinggi di Amerika itu dari siaran berita televisi yang diulang-ulang, di stasiun televisi mana pun. Sebuah tragedi sedang terjadi. Runtuhnya gedung kembar yang jadi lambang kepongahan Amerika itu menjadi headline di mana-mana. Ribuan orang menjadi korban, tua-muda, laki-laki dan perempuan, dan coba bandingkan korban muslim dan yahudi. Jika Anda punya datanya, mungkin Anda pun akan tercengang karenanya. JIKA data itu terbongkar.
Tahun ini, 9 tahun setelah tragedi itu terjadi, rencana didirikannya sebuah masjid di ground zero di-counter oleh rencana pembakaran masal al-quran yang diusulkan oleh seorang pendeta di Amerika, pendeta Jones. Dia sangat menentang rencana pembangunan masjid di tempat runtuhnya gedung kembar itu. Menurut dia, hal itu akan menyakiti warga Amerika. Berita itu, tentu juga menyebar dan sampai ke belahan dunia mana pun. Sebagian orang menyambut "gembira" rencana itu dan bersiap melaksanakannya, sementara tentu saja umat Islam di seluruh dunia protes berat!!!
Presiden SBY mengirim nota khusus untuk presiden Amerika, Barrack Obama, agar dapat melakukan langkah-langkah 'penertiban' untuk meredam aksi yang dapat memicu kemarahan muslim di seluruh dunia. Beliau menindaklanjuti dengan cukup sigap, kukira, sehingga tampak olehku dalam berita di salah satu televisi swasta, pendeta Jones menyatakan untuk mengurungkan niatnya melakukan aksi pembakaran al-quran dalam rangka mengenang runtuhnya gedung kembar WTC 9 tahun lalu itu. Tapi sebagai imbalannya, dia meminta agar pembangunan masjid di ground zero dibatalkan. Dia dan imam masjid sudah berdialog dan keduanya telah mencapai kata sepakat. Rencana pembangunan masjid di Ground Zero dibatalkan, begitu pula aksi masal pembakaran al-quran yang diprakarsai oleh pendeta Jones.
Peristiwa 11 September 9 tahun yang lalu memang sebuah tragedi, tidak saja bagi bangsa Amerika, tapi juga bagi warga dunia. Aku bersimpati pada para korban, dan ikut mengutuk pelakunya. Hari ini merupakan peringatan bagi kita semua, mengingat tragedi besar yang terjadi di belahan dunia sana. Tapi kupikir, tak selayaknya peristiwa itu dikenang dengan cara-cara kekerasan. Apakah tidak mungkin seluruh penduduk bumi ini bersatu padu membangun perdamaian dunia, tanpa perlu memandang suku bangsa, ras, dan agama. Damainya...
Masa lalu menjadi tempat kita bercermin, sedangkan masa kini menjadi ladang amal kita untuk berkarya, dan masa depan adalah tujuan yang akan kita raih untuk mencapai sebaik-baik kualitas hidup. Bisakah kiranya...?

Saturday, September 11, 2010

Idul Fitri Kali Ini...

Pertama kalinya kami jalani tanpa ibu. Berbeda, tentunya, tapi tak boleh berlama-lama terlena dan malah tak berbuat apa-apa. Tetap mensyukuri kebersamaan bersama keluarga. Tiga kakak dan dua keponakan menginap di rumah dan menyiapkan banyak hal bersama-sama. Kami bahkan memasak ketupat ketan, sama seperti yang biasa ibu buat setiap tahun di hari lebaran. Rasanya? Sama saja, serasa ibu masih ada... :)
Silaturahmi dengan kerabat, tetap kami lakukan. Adik-adik ibu kami telefon satu-persatu. Kakak tertua yang kuminta untuk mewakili kami berbicara. Kami cukup titip-titip salam ;) Walau tak dapat bertemu muka, biarlah suara jadi penyambung sua.
Taqabbalallaahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Selamat Idul Fitri 1431 Hijriah
Mohon maaf lahir dan batin

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka