Thursday, July 20, 2023

Tolong Katakan Padaku, Dari Mana Asalku?

Tiap kali ditanya, 'Kamu orang mana?' atau 'Kamu asalnya dari mana?', aku pasti perlu beberapa waktu untuk berpikir sebelum menjawab. Atau... kau siap-siap saja mendengarkan penjelasan yang cukup panjang ya. Aku siap bercerita dan nanti tolong bantu aku, apa yang harus kujawab ketika ditanya tentang daerah asalku. 
Beberapa waktu yang lalu, di acara halal bihalal keluarga besar Mangundimedjan, keponakanku bolak-balik menanyaiku, "Ini (yang baru datang) siapa, tante?" Ketika hubungan kekerabatan masih cukup dekat, misalnya sepupuku langsung beserta putra-putri mereka, aku masih bisalah memberi tahu dan mengenalkan. Tapi ketika yang datang adalah putra-putri dari sepupu bapak dari keluarga besarnya, euh... aku mendadak bodoh rasanya. Kalau ada ujiannya, mungkin nilaiku cuma 30. Harus remedial deh. 
Jika menurut garis patrilineal, aku termasuk suku Jawa. Bapak berasal dari Solo, keturunan ke-7 dari Sultan Mangkunagoro. Dari berkas-berkas yang ditinggalkan bapak, kutemukan dokumen Piagam Sentono yang menunjukkan hubungan kekerabatan bapak turun temurun dengan K.G.P.A.A. Mangkunagoro I. Keluarga besar dari bapak rata-rata bisa berbahasa Jawa, halus. Sedangkan aku? Jika ditanya dengan bahasa Jawa, jawaban default-ku adalah, "Hwaduh... mboten ngertos. Kulo ora iso boso Jowo." Pernah sih aku 'terjebak' bertanya kepada seorang teman kuliah yang berasal dari Solo. Kubilang, eyangku dari Solo juga sih. Lalu aku sok-sokan nanya, "Kalo kamu, Solone ngendhi?" Terus meluncurlah sederet kalimat dalam bahasa Jawa darinya, yang tak satu pun kupahami. Kuapok deh nanya orang pake bahasa Jawa. Hahaa... jadi kalau aku 'ngaku-ngaku' Orang Jawa, ya iyain sajalah ya, karena secara garis keturunan bapak, aku berdarah Jawa. Tapi kayak Jawa murtad rasanya kalau tak bisa Bahasa Jawa begini. :p 
Sebetulnya... dari ibu pun mestinya aku punya sedikit darah Jawa. Ibu berasal dari Tondano, tepatnya dari sebuah daerah yang disebut Kampung Jawa. Konon katanya, penduduk di sana adalah keturunan Kyai Madja dan pasukannya yang diasingkan oleh Belanda ke Sulawesi Utara. Kenalan serba sedikit yuk denganku, siapa tahu ternyata kita basudara.  Kita mulai dengan marga atau nama keluarga ya.
Marga ibuku, mengikut ayahnya adalah Masloman. marga bapak dari ibuku (yaitu kakekku) adalah Masloman, sedangkan marga ibu dari ibuku (yaitu nenekku) adalah Pulukadang.
Mengingat orang-orang di Kampung Jawa ini rata-rata terkait kekerabatan, sangat mudah bagi kami untuk mengenali kerabat sekampung. Marga atau kadang disebut Fam Pulukadang cukup dikenal, selain Kiay Modjo sebagai keturunan garis pertama dari Kiay Modjo. Ada pula Kiay Demak, Haji Ali, Kangiden, Lamani, dan sebagainya. Ternyata banyak juga nama-nama keturunan Kiay Modjo dan pengikutnya yang sekarang sudah banyak tersebar di seantero Indonesia. 

Nah... sebagai seorang yang lahir dari orang tua campuran Jawa-Tondano, aku merasa tak terkait dengan Jawa ataupun Tondano. Terus terang saja, aku lebih merasa sebagai orang Sunda dibandingkan Jawa. Ini karena sejak lahir aku sudah di Bandung, bersekolah di Bandung juga sejak TK sampai kuliah, Teman-teman mainku rata-rata orang kampung dan kami lebih aktif berkomunikasi dengan Bahasa Sunda, walaupun aku tetap kesulitan untuk berbicara Bahasa Sunda lemes/halus. 
Seumur hidupku, bisa dibilang begitu, aku tinggal di tanah Pasundan, menyerap budaya dan bahasanya, dan rasanya cinta banget dengan tanah dan air di kota Bandung ini. 
Jadi... bisakah kau katakan padaku, dari mana asalku sekiranya ada yang menanyakan itu padaku. Gampangnya sih... orang Indonesia sajalah. Setuju? Kupungkas ceritaku untuk disetorkan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog yang mengusung tema 'Daerah Asal'. Perlu 'bersemedi' sekian lama hingga akhirnya kutuntaskan juga tulisan bingung ini untuk menjawab tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Juli.

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka