Thursday, July 07, 2022

Kacapi Yang Ingin Kupelajari

Di Masa Itu

Bersama mama angkat di kebun tomat.

Bertahun lalu, ketika aku dapat kesempatan tinggal di Jepang selama 1,5 tahun, kusempatkan mengisi 2 pekan di dalamnya dengan ikut berpartisipasi dalam program homestay ke Pulau Kyushu, bersama Yayasan Karaimo yang sudah rutin menggelar program itu selama bertahun-tahun. Berkumpul bersama mahasiswa asing lainnya dari berbagai tempat di Jepang, lalu disebar ke rumah-rumah keluarga Jepang untuk beraktivitas rutin di sana selama 2 pekan, jadi pengalaman yang sungguh berharga. Aku sendiri ditempatkan di Takanabe, bersama 3 orang mahasiswa asing lainnya dan secara spesifik aku tinggal bersama keluarga petani yang ramah.


Di akhir masa 2  pekan, setiap perwakilan area diminta untuk unjuk kebolehan, baik bersama keluarga angkat maupun secara individual. Saat itu kami menyanyikan lagu 'It's A Small World' dalam 3 bahasa yang dinyanyikan secara bersahut-sahutan. Latihannya dilakukan dalam bus yang melaju menuju lokasi. Mudah eksekusinya, apalagi mamak-mamak angkat kita bersuara merdu dan sangat paham nada. Paduan suara yang kami tampilkan terasa sangat padu dan harmonis, megah juga saat seluruh audiens dipersilakan ikut bernyanyi dalam bahasa mereka masing-masing. Lagu ini juga sangat universal, tersedia dalam berbagai bahasa, hingga semua orang di dalam aula saat itu bisa ikut menyanyi dalam bahasanya masing-masing. Meriah. 

Dalam sesi performance itu, tentu saja banyak tampilan lain yang unik dan menarik. Ada yang menampilkan tarian Jepang, namun ada pula yang menampilkan tarian tradisional negara tempat peserta homestay berasal. Ada yang tampil solo bermain biola, namun ada juga yang peserta negara asing yang dengan percaya diri tampil solo memainkan alat musik Jepang. Di saat itu, aku terpikir betapa inginnya aku menampilkan salah satu kekayaan budaya Indonesia di kancah internasional semacam itu.

Alat musik kecapi. Sumber: wikipedia.
Coba kita list satu persatu. Untuk tampilan degung komplit tentu tak mungkin ditampilkan secara solo, mengingat alat yang dimainkan sangat beragam, punya dimensi dan berat yang tak main-main. Selain itu, biasanya setiap nayaga bertanggung jawab dan mempunyai peran masing-masing atas instrumennya. Angklung tentu akan jadi tampilan yang unik dan punya nilai budaya khas Jawa Barat. Satu set angklung bisa saja dimainkan secara solo, tapi instrumen bambu itu juga perlu penanganan khusus yang tidak sederhana saat dibawa bepergian. Terpikir olehku untuk menguasai salah satu instrumen musik Sunda, apakah suling, rebab atau kecapi. Nnahh... tampak unik bukan, kecapi? Sangat bisa dimainkan sendiri dan bisa jadi pengiring lagu dalam beragam kesempatan.

Di Masa Kini

Sepulang dari Jepang aku baru mulai mencari kesempatan untuk belajar memainkan kecapi. Terus terang saja, instrumennya pun belum aku miliki. Gitar sih aku punya, dan bisa memainkannya secara otodidak dengan chord dasar. Kupikir, memainkan kecapi tak akan jauh dari itu lah. Tapi engkau salah duga, Marbela...!  

Beberapa waktu (tepatnya beberapa tahun) kemudian, kutemukan seorang guru yang bisa mengajarkan cara memainkan kecapi. Guru privat, datang ke rumah, dengan imbalan fee yang masih murah meriah. Saat itu bersama dengan salah satu keponakanku, kami bergantian belajar kecapi di rumah. Suatu kebetulan bahwa keluarga kakak iparku punya sebuah kecapi yang bisa kita pakai. Niatnya siiih, buat latihan di rumah, memperlancar keterampilan bermain kecapi. Tapi niat tinggallah niat.

Ternyata memainkan kecapi tak semudah yang kukira. Perlu koordinasi jari kanan dan kiri yang padu. Jari kanan memainkannya dengan cara dipetik ke arah depan, sedangkan jari yang kiri justru memetik senar ke arah yang berlawanan. Dan itu harus dilakukan bersamaan. Dalam beberapa pertemuan saja, aku sudah ketinggalan dari keponakan yang belajar lebih cepat (hadeuww... ini tantenya yang sudah mulai 'karatan' nih. Belajar keterampilan baru tak lagi secepat dulu). Selain itu, kuku juga harus dipelihara cukup panjang supaya bisa memetik senar kecapi dengan nada yang jernih. Sementara aku malah nggak betahan dengan kuku panjang, selain gampang rusak pula, makanya perlu suplemen.  

Setelah lanjut berpikir, motivasi pun mulai goyah. Niat awal untuk menguasai alat musik kecapi adalah agar bisa perform solo sambil mengenalkan budaya Indonesia di kalangan internasional. Sementara sekarang, kesempatan itu cenderung menyempit. Budget bulanan juga agak diirit-irit, jadilah aku ngibrit. Nggak jadi deh pengen mastering kecapi. Shifting aja ke keterampilan yang lain. Apa dong...? Ada yang mau kasih ide? Mengingat ini adalah Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini yang mengusung tema tentang hal-hal yang ingin dipelajari. Hmm... untuk saat ini tampaknya aku harus fokus dulu ke keterampilan memanage waktu dengan baik. Nah, setelah ini mudah-mudahan bisa upgrade skill baru ya, biarpun nggak akan bisa dipakai untuk perform solo di panggung, tapi manfaatnya terasa buat diri sendiri yaa.

8 comments:

Shanty Dewi Arifin said...

Unik juga tertarik belajar memainkan kecapi. Saya kayanya bahkan belum pernah lihat langsung alat musiknya. Mungkin perlu jadwal manggung yang pasti biar semangat untuk belajar ilmu baru lebih mudah tercapai ya. Kalau nggak ada targetnya, jadi lebih mudah nyerahnya kita. Iya nggak sih?

dewi laily purnamasari said...

aku suka loh dengar denting petikan kacapi ... rasanya tuh adem dan tenang banget. waktu nikah aku minta orangtua untuk menampilkan seni sunda degung yang ada kacapinya he3 ...

salam semangat ya teh Diah

Diah Utami said...

@Teh Shanty... bener ya, kalau nggak dikasih target, emang jadi mudah letoy nih semangatnya. Dulu kan 'targetnya' pengen bisa tampil solo main kecapi. Sekarang setelah kesempatan untuk perform tampak tinggal bayang-bayang dan angan-angan, motivasi main kecapi juga terhapus dengan sendirinya (selain memang ahahaa... susah ternyata main kecapi teh :p)

Diah Utami said...

@Teh Dewi: Setuju. Kacapi nih instrumen yang sentimentil ya, gampang nyentil perasaan. Pasti jadi memori manis banget acara nikahan dengan iringan kacapi.

Laksita said...

Belajar thumb piano aja Teh, kemarin sempet kabita karena....kok lucuu bentuknyaaa hehe. Apa ya namanya kalimba deh kalau engga salah. Bukan khas Indonesia sih unik juga.

Sri Nurilla said...

Wah Mba Diah, pasti akan selalu menjadi pengalaman yang tak terlupakan ya Mba, sempat tinggal di Jepang selama 1.5 tahun dan mengikuti program homestay di pulau Kyushu. :)

Mba, btw saya ingetnya tuh kecapi yang sering ada di film-film silat China jaman dulu ahahahaha. Pasti kalau ada petikan kecapi, saya langsung merinding, karena itu momen di mana penjahatnya datang. Penjahatnya dandanannya serem pula.

***
Ketawa-ketawa sendiri membaca tulisan Mba. Kocak wkwkwk. 'Ngibrit', 'karatan', 'Marbela', ehehehe.

***
Mungkin kalau ingin tetap belajar di area musik, biola juga bisa jadi pilihan bagus, Mba, gak perlu manjangin kuku ehehehe. Semoga segera nemu yang pas ya Mba Diah... :)

Diah Utami said...

@Teh Laksita: ide thumb piano-nya lucu juga. Instrumennya kecil, mudah mobilitasnya, kayak ponsel ya. Eh... kok jadi kepikiran buat alternatif pengganti gadget nih buat anak-anak. Mau coba ah. Makasih idenya yaa.

Diah Utami said...

@Teh Uril: instrumen kacapi ini kayaknya memang banyak kembarannya ya di negara Asia lainnya. Di Cina dan Jepang ada instrumen yang mirip-mirip begini. Bisa bikin konser & perform bareng. Asal jangan ujug-ujug datang penjahat seperti di film yang Teh Uril tonton ya. Ngeri kalau sampai 3 penjahat lintas negara datang sekaligus. :D

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka