Wednesday, June 07, 2006

Moment tadi malam, 7 Juni 2006

Akhirnya Evi cerita juga tentang rencana dia. Kondo no shichi gatsu ni, kanojo no kekkon suru yotei mo tatemashita tte. Kanojo no ryoushin kara, midori shingo mou ageta. Ibrahim-san kara mo ii jouhou attasou desu.
Sepanjang perjalanan dari sekolah sampai penggalan perbincangan di dalam angkot biru, dia bilang bahwa ortunya udah betul-betul ngasih lampu hijau untuk rencana masa depannya itu. Kanojo no kareshi (kana…?) mou “kuru hazu” datte. Tiket sudah didapat, surat-surat sudah diurus, tapi persiapan lainnya semacam gaun, catering, undangan, dan lain-lain, Evi bilang dia belum nyiapin. Katanya sih masih trauma sejak kegagalannya beberapa waktu lalu. Takut gagal lagi. Biar yang di Cirebon aja yang ngurusin, gitu kata dia.
Ketika kutanya tentang rencana back-offnya dia dari Salman, dia nggak ngerespon baik. Harapanku, dia bisa ngasih berita atau paling sedikit petunjuk ke pimpinan sekolah yang menyatakan bahwa dia akan berhenti kerja di tahun pelajaran mendatang, supaya pihak sekolah bisa siap-siap nyari penggantinya, nggak perlu pake acara dadak-dadakan seperti yang sudah terjadi beberapa waktu ini. Kasus Tari beberapa tahun yang lalu yang bela-belain segera nikah dan turut suami, berefek ninggalin kelas di tengah semester. Setelah itu giliran Intan, Pak Aang, dan bu Ovi yang dipaksa mundur segera karena lolos seleksi PNS tahun kemarin, abis itu kasus bu Ismi yang juga terkesan dipaksa keluar, sebetulnya berbuntut kelabakannya pihak sekolah mencari pengganti mereka (Ya salah manajemen yayasan juga, sih, sebetulnya…). Belum lagi kasus Umi yang buru-buru hengkang dari Salman, dengan pengganti yang kayaknya nggak bisa survive dalam waktu cepat, jadinya ngorbanin anak-anak yang justru perlu penguatan menjelang masa kenaikan kelas ini. Umi bilang, dia jadi sempat nggak enak hati juga dengan keputusannya. Nah, kalau nanti Evi ikutan berlaku serupa, jelas aku nggak akan suka. Ya kusayangkan aja kalau ternyata justru teman-teman dekatku yang ternyata bikin sekolah kita jadi gonjang-ganjing. Nggak usah pertimbangkan nama baik Salman deh kalo emang nggak suka, tapi lihat sekolah Islamnya. Malu euy kalo pergantian guru ‘begitu dinamis’ dengan kualitas yang belum bisa dijanjiin, tapi uang pangkal dan SPP dll begitu besar. Aku sendiri malu hati karena belum bisa ngasih kontribusi terbaik, tapi aku masih terus berusaha. Dan paling nggak, kalaupun aku harus keluar dari Salman kelak, mudah-mudahan aku bisa konsisten menyelesaikan tugasku sampai periode semester berakhir, dan nggak mesti pake acara mendadak-dadak yang bikin kacau sistem sekolah, ritme belajar anak-anak, juga partner dan rekan kerja se-tim atau se-level.
Kembali ke ‘kasus’ Evi, ini jelas otoritas dia untuk memutuskan apapun. Sebagai teman yang (merasa) dekat dengannya, aku mungkin nggak berhak untuk ikut campur dan menyarankan apa-apa. Tapi setidaknya aku sudah menyatakan pendapat dan sikapku. Soal dia mau terima atau nggak, itu bukan urusanku lagi. Then, no further comment for you. Just do what you want to do, Vi. . . .
(Sejak kupersilakan mbaca posting ini, rasanya Evi jadi agak menjauh. Atau aku aja ya yang perasa? Emang sebetulnya Evi nggak deket-deket amat sama aku. Hehe...Aku aja yang ke-Ge-eR-an)

No comments:

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka