Pagi tadi berangkat lebih pagi, mengantisipasi kejadian macet di jalan di hari sebelumnya. Hujan deras mengguyur Bandung semalaman. Citarum meluap lagi, menggenangi ruas jalan yang biasa dilalui kendaraan umum. Arus lalu lintas beralih ke ruas jalan yang biasa kulalui, membuatnya padat luar biasa.
Para pengemudi tak sabaran, menyerobot jalan di kanan-kiri 'jalur resmi', membuatnya 'bertemu muka' dengan arus lalu lintas berlawanan arah, membuat macet makin tak terkendali. Tak bergerak, tak berkutik. Polisi tak bisa mencapai tempat kami untuk mengatur lalu lintas. Kesal, sebal gara-gara para pengemudi mobil dan motor yang tak berpikir logis itu, aku mulai mengambil gambar orang-orang di sekitarku. Bapak pengemudi di mobil belakangku terlihat tetap tersenyum berjuang di antrian yang tak bergerak itu, membuat suasana hatiku agak sedikit cerah. Dia tidak tersenyum ke arahku, tentu, tapi tensiku jadi agak sedikit turun karenanya. Subhanallah... begitu besarnya pengaruh sebuah senyum kecil.
Pengendara motor menepikan kendaraannya, beristirahat. Para karyawan pabrik turun dari bus jemputan mereka, berjalan kaki berlawanan arah. Ada yang bergerak maju mendekati tempat kerja mereka, sementara sebaliknya, ada yang berjalan melawan arus, kembali ke rumah masing-masing. Beberapa anak sekolah (laki-laki) di mobil jemputan tepat di depanku akhirnya pipis di pinggir jalan, tak tahan dengan desakan proses metabolisme yang sudah menanti untuk dilepaskan. Penjual air minum memanfaatkan momen, menawarkan barang dagangan mereka kepada para pengendara yang kelelahan-kepanasan di bawah matahari pukul sembilan yang mulai menyengat.
Sungguh, arus kendaraan (terutama mobil) terhenti sama sekali. 1,5 jam aku berada di titik yang sama, mematikan mesin kendaraan dan membuka jendela, membuat aroma sapi calon hewan kurban yang ditambat di tepi jalan bebas masuk memenuhi katana kecilku. Tak kunikmati, tapi mau apa lagi? Waktu kumanfaatkan dengan membaca. Luar biasa ya? Bisa lho, mbaca sambil nyetir mobil. Haha...! Buku The Secret yang kupinjam dari seorang teman membuatku bisa meredam rasa sebal dalam perjalanan kali ini. Kutuliskan data 'pemindah frekuensi', beberapa poin ingatan bahagia yang bisa mengubah energi negatif menjadi positif. Serta merta aku mulai merasa lebih bahagia. Sesekali, arus lalu lintas bergerak sedikit.
Maju dua meter, berhenti 10 menit... maju dua meter, berhenti 7 menit... sampai akhirnya maju perlahan, menembus lautan helm para pengendara motor yang menghabiskan ruas jalan. Lihat saja foto di bawah ini, sejauh mata memandang, puncak-puncak helm mengisi selebar jalan, di antara satu-dua bis yang jadi minoritas.
Akhirnya... aku berhasil 'meloloskan diri' dari kemacetan dan masuk gerbang tol Buah Batu menuju Padalarang. Jam 11 baru aku sampai sekolah. Jam 11, sodara-sodara...!!! Rekor nasional, menempuh jarak 35 km dalam waktu hampir 5 jam!!! Luar biasa. Sementara itu, tugas masih menanti. Anak-anak yang baru selesai ulangan umum hari terakhir perlu ditangani, surat untuk dibagikan belum selesai dilengkapi lampiran, pelatih ekskul janjian mau ketemu, dsb dst. Langsung 'in' ke kegiatan rutin di sekolah. Hari banjir pun terlupakan, walaupun masih khawatir. nTar malam, hujan lagi nggak ya...? :(
No comments:
Post a Comment