Sunday, September 27, 2009

Dari Puncak CiWalk

Kamis, 24 September 2009, aku, Intan dan Umi berniat ketemuan untuk bersilaturahmi pasca Idul Fitri, mau Meraih Mimpi bersama-sama. Maksudnya, mau nonton film animasi karya Nia Dinata ini di teater XXI CiWalk.
Setelah late brunch di rumah, aku pergi ke rumah Intan dulu. Menjemputnya sebelum kemudian berangkat bareng ke lokasi. Jalanan tidak terlalu padat, dan kami bisa sampai cukup cepat ke area Cihampelas. Di jalan Cihampelas itulah laju kendaraan padat merayap. Kendaraan dari atas (Ciumbuleuit dan Dago) ataupun Cipaganti, berbaur di Cihampelas. Kendaraan yang menuju gerbang tol Pasteur, ataupun yang masih ingin berlama-lama di Bandung dan menjajal area CiWalk, campur baur di sana.
Seperti sudah diprediksi, CiWalk ramai... deh. Mencari slot parkir jadi susah sekali. Aku harus berputar naik berkali-kali hingga lantai tertinggi. Agak ngeri juga setiap kali mendaki landasan terjal menuju lantai berikutnya. Kuat nggak nih, katana kecilku. Jangan dulu mikirin turunnya deh. Udah ngeri duluan. Tapi... rupanya kengerian itu terbayar dengan pemandangan indah dari atas gedung CiWalk. Di kejauhan nampak jembatan layang Pasupati yang gagah. Indah.
Ketemu Umi yang sudah nunggu lama. Jadi malu hati karena sudah bikin dosa lagi. Dia ternyata nggak bisa ikutan acara kita karena akan dijemput sang kakak dari luar kota yang berencana untuk bersilaturahmi ke rumah kerabat. Jadi cuma ketemu sebentar, lalu dia pergi. Aku dan Intan lalu mengantri tiket bioskop di teater 2 untuk film Meraih Mimpi. Dapat barisan paling belakang di sayap kiri. Lokasi yang cukup strategis, menurutku.
Nontonlah kita sambil menahan lapar gara-gara belum sempat makan siang. Tayangan film itu tak kunikmati betul. Mungkin karena lapar (hehe...), aku jadi ekstra kritis terhadap apa yang kulihat dan kudengar. Begitu banyak taburan bintang Indonesia yang terlibat di dalam proses produksi film itu, kurasa malah membuatnya jadi tidak fokus. Cut Mini sebagai Kakatu kurasa bermain apik. Penggambaran Gita Gutawa sebagai Dana si gadis desa dengan celana pendek birunya, kurasa tidak cukup membumi. Kurang meng-Indonesia, gitu. Patton sebagai Rai, adiknya Dana, yang digambarkan suka kungfu, hm... lucu juga sih. Di beberapa scene-nya kok ya jadi seperti Kungfu Panda ya. Agak lebay sih... tapi masih OK-lah.
Komunitas binatang di hutan sekitar, ini juga kurasa kurang tergarap dengan apik. Begitu banyak binatang dengan logat bahasa lokal yang tergabung di sana. Ada monyet Sunda, kancil Cina, bunglon Jawa, sementara Kakatu konsisten dengan logat melayunya. Padahal mereka tinggal di hutan yang sama.
Mencermati gambar animasi sepanjang film ini, kupikir animator Indonesia yang terlibat boleh diberi applause untuk penyemangat kerja mereka. Belum bisa dibandingkan dengan animasi Disney sih. Masih jauh deh rasanya, tapi sudah cukup lumayan-lah. Gerak bibir para pemeran kadang tidak sinkron dengan kata-kata yang diucapkannya. Tapi sejauh ini, film itu masih bisa kuberi dua bintang deh. Sementara itu, Gita Gutawa masih bisa dapat poin tambahan ketika dia menyanyikan themesong untuk film ini. Cantik betul. Suaranya yang jernih, artikulasi yang pas dengan nada yang tepat membuat film ini semakin cantik. Lagi-lagi, jadi teringat film yang lain sebagai pembanding, dan film Meraih Mimpi ini kalah lagi. Petualangan Sherina dengan lagu-lagu cantiknya menurutku masih lebih bagus. Ayo, sejarah perfilman Indonesia sudah mencatat karya-karya besar anak bangsa yang membanggakan. Di masa depan, pasti akan ada film Indonesia yang lebih spektakuler dan mengguncang sejarah (karena bagusnya). Insya Allah.
Usai nonton film, aku shalat asar dulu di mushala CiWalk yang apik. Setelah itu jalan-jalan sebentar di kawasan pertokoan, sekedar cuci mata, lalu menuju sebuah restoran favorit untuk makan siang yang sangat terlambat (atau makan malam yang terlalu awal?) Beberapa kekecewaan terpaksa kualami lagi. Berawal dari tak dipedulikannya kehadiran kami, dua orang perempuan sederhana di restoran yang cukup elit itu. Kita harus bengong dulu beberapa saat sebelum waiter mengantar kami ke meja yang tersedia. Setelah memesan dan berbincang berpanjang-panjang, eh... pesanan kita ternyata nggak datang-datang. Waiter/waitress malah mendahulukan pelanggan di meja lain yang justru datang belakangan. Setelah sedikit complain (cuma dengan muka asem kita sih...), akhirnya pesanan kita datang juga. Alhamdulillah. Makanlah kita sambil melanjutkan bincang-bincang.
Selesai makan, aku buru-buru ke mushala lagi untuk shalat magrib, sementara Intan ke lantai bawah untuk window shopping sesi ke-2. Selesai shalat, aku bergabung dengan Intan. Lihat-lihat juga. Tertarik dengan beberapa helai batik cantik, tapi nggak tega mbayarnya (soalnya mahal sih...). Agak ngiler juga lihat dislay sepatu-sepatu lucu, tapi sengaja nggak nyari nomor yang cocok denganku. Kalo ada, nanti aku merasa berkewajiban untuk beli. Bisa gawat. Intan menemukan softcase yang cocok untuk laptopnya, sementara aku nggak menemukan banyak pilihan untuk laptop berlayar 15 inci yang kupunya. Pengen punya sih, tapi belum mau beli karena opsi yang tersedia tidak cukup menarik buatku.
Usai menjelajah lantai bawah CiWalk, ah... rasanya hari sudah cukup panjang. Sudah saatnya untuk pulang. Kembali ke lantai atas tempat parkir mobil, kudapati pemandangan indah, Bandung di malam hari. Tentu kusempatkan untuk mengambil satu-dua shot dari kamera poketku, dan salah satu yang tercantik, kupajang di sini ya, untuk kita nikmati bersama. Enjoy Bandung... ;)

No comments:

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka