Saturday, August 12, 2023

Tiga Impian Yang Belum Kesampaian

Aku menatap surat perjanjian kerjasama penulisan buku yang sudah kutandatangani di atas materai ini. Beneran nih... kumpulan tulisanku akan diterbitkan menjadi sebuah buku? Bukan di penerbit mayor siih, tapi ini bukan buku indie yang bisa cetak kapan saja dan berapa saja. Sungguhan dikurasi dan siap diterbitkan. Benerankah ini?

ZONK!!! Surat perjanjian penerbitan boleh saja sudah ditandatangani, tapi ternyata penerbitan bukuku batal. Kumpulan tulisan berupa pengalamanku selama di Jepang, akhirnya kuposting dengan hashtag #MemoriMaebashi di kompasiana. Salah satunya, yang sempat menjadi artikel utama di kompasiana bisa dibaca di sini

Menerbitkan buku berisi tulisan sendiri adalah salah satu mimpi yang belum kesampaian. Masih berharap siih, tapi jadi malu sendiri ketika menulis sebagai sarana berlatih malas-malasan kujabanin. Bahkan nulis blog posting untuk tantangan MGN aja masih sering mandeg. 🙈

Menulis keroyokan sih, sudah ada pengalaman beberapa kali. Ada yang memuaskan, tapi ada juga yang memualkan (nggak beneran memualkan, cuma ya rada nyebelin aja.) Dari 4 proyek antologi -Eh btw, e-book ITB dalam fiksi proyek barengnya MGN, keitung proyek antologi juga nggak siih...?- aku ceritakan serba sedikit tentangnya ya, biar semangatku terbakar lagi untuk menerbitkan buku sendiri.

Proyek Antologi pertama: Curhat Jalan Raya
Curhat Jalan Raya. Ini adalah proyek Antologi yang paling memuaskanku. Setiap kontributor dikurasi dulu dan diseleksi. Hanya 30 tulisan yang lolos kurasi dan berhasil ikut naik cetak menjadi buku kumpulan curhat yang seru ini. Setelah buku yang dicetak oleh Leutika Publishing ini sampai di tanganku, kubaca satu persatu tulisan di dalamnya, dan rasanya memang bagus-bagus siih. Aku bersyukur bisa menulis bersama salah satu penulis senior, Mbak Ifa Afianty di dalam proyek antologi ini. Tulisan-tulisan lain dalam buku itu sangat dekat dengan keseharian dan rata-rata dikisahkan dengan gaya bercerita yang menarik, sampai rasanya 'kesal' ketika sudah membaca buku itu hingga halaman terakhir. Masih ingin baca cerita yang lain lagi soalnya... 

Ramadan di Rantau. Ini adalah kebalikan dari buku Curhat Jalan Raya, menjadi proyek antologi yang paling tidak memuaskan juga tidak membanggakan. Aku merasa 'terjebak' ikut dalam proyek antologi ini. Kutemukan undangan untuk menulis pengalaman mengenai Ramadan di rantau ini dari sebuah akun penulis di facebook. Kabarnya dia sudah menulis banyak proyek antologi dengan buku yang tidak sekedar indie tapi juga terdaftar resmi dengan ISBN.  Terdengar sangat terpercaya bukan? Tapi ternyata kuratornya hanya dia sendiri. Bukan kurator juga sebetulnya, karena tulisan-tulisan yang masuk tidak melalui proses seleksi lagi. Dia bahkan sampai membuat 2 jilid buku ini, Ramadan di Rantau 1 dan 2, menimbang tulisan yang masuk sudah melebihi target. Yang membuatku kecewa, membaca beberapa tulisan dalam buku itu ternyata seperti mendengar seseorang bergumam saja, tak ada gregetnya. Sekiranya diseleksi dengan lebih baik, sangat mungkin buku ini akan lebih berkualitas. 

Proyek curhat berkedok Antologi :p
Unboxing Soulmate dan Melepas Untuk Bahagia. Dua proyek antologi ini jadi ajang curcol juga. Entah berapa persen kisah pribadi yang termuat di situ, tapi semoga jadi bahan pelajaran untuk pembaca. Membaca beragam kisah dalam buku Unboxing Soulmate, membuatku kembali menyadari dan memahami, bahwa pasangan hidup itu adalah misteri. Kadang tak dicari malah datang sendiri, tapi tak jarang dikejar malah dia menghilang, Buku Melepas Untuk Bahagia juga jadi sarana pembelajaran dan penguatan diri, bahwa tak semua yang kita kira baik, akan baik untuk kita. Menggenggam 'milik kita' tak selalu indah, sementara melepaskan bisa jadi membuat kita lebih bahagia. Selalu ada hikmah di balik semua peristiwa. 

Satu proyek antologi lagi, diwujudkan dalam bentuk e-book kumpulan cerita fiksi (dengan unsur) ITB. Ini kumpulan kisah yang serunya poll!!! Berisi cerita-cerita seru yang kental dengan aura nostalgia kampus Ganesha, dengan segala kisah seru tersembunyi di sana-sini. Yang mau baca-baca lagi, bisa langsung cuss ke sini.

~ ~ 💛 ~ ~

Hari-hari terakhir di Gunma, kuhabiskan dengan menyortir barang-barang yang akan kubawa pulang ke Indonesia. Omong punya omong dengan dua teman sesama program teacher training, segala urusan mereka dengan kampus sudah selesai bahkan sekitar 2 pekan sebelum kepulangan. Aku pun sudah menyelesaikan laporan kegiatan teacher training-ku dan bersiap untuk jalan-jalan terakhir sebelum kembali ke Indonesia. Hiroshima jadi tujuanku selanjutnya.

ZONK!!! Sensei memintaku untuk kembali merevisi laporan kegiatanku selama menjalani program teacher training. Aku harus bolak-balik mengedit dan menyerahkan revisian laporan sampai akhirnya sensei 'menyerah' di H-3. Ketika jadwal kepulangan sudah mepet begitu, aku tak mungkin lagi dong jalan-jalan ke Hiroshima yang jaraknya sekitar 800 km dari Gunma. Dengan jarak sedemikian jauh, tentu tak mungkin aku pergi bolak-balik dalam sehari, sementara packing belum beres, lalu undangan 'pesta perpisahan' juga berentet untuk dihadiri. Sementara masih banyak urusan domestik lain yang juga perlu didahulukan. Gagal deh berkunjung ke Hiroshima.

Berlatar belakang kebun Plum di area Nagoya Castle
Selama masa tinggalku di Jepang yang 1,5 tahun lamanya, alhamdulillah aku bisa berkunjung ke beberapa tempat wisata dan mendapatkan ragam kenangan yang begitu berkesan dan tak terlupakan. Tapi pergi ke Hiroshima dan mengunjungi Monumen Bom Atom adalah salah satu tujuan dalam daftar impian yang masih ingin kuwujudkan. Biarpun tabungan bolak-balik terpakai untuk hal lain-lainnya, optimis dulu ajalah. Entah kapan berkunjung ke sana, tapi ya siapa tahu... ada yang mau ngajakin untuk jadi guide ke sana. Yoroshiku ne

~ ~ 💛 ~ ~

Labbaik... Allahumma labbaik. Labbaika syariika laka labbaik. Innal hamda wanni'mata laka walmulk. Laa syariikalak. Berjalan di pusaran jamaah haji di sekitar ka'bah, melambai dengan takzim ke arah bangunan bersahaja yang jadi tujuan seluruh muslim di dunia, berdesakan di lautan jemaah berpakaian ihram. Ya Allah... ibadah tertinggi sebagai seorang muslim ini tentunya ingin juga kualami.

Dekorasi kamar: suasana masjidil haram dengan lampu.
Izinkan aku menjadi salah satu jemaah di rumah-Mu, ya Allah...

Tidak, kali ini tidak zonk. Bismillah... suatu saat aku akan datang ke baitullah, untuk beribadah di depan ka'bah, pergi ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji. Ya Allah... aku mohon izinkan diri ini untuk pergi. Entah tahun berapa aku akan dapat kuota, kesempatan untuk pergi berhaji, tapi ihtiar sudah mulai kujalani. Mendaftar untuk mendapatkan nomor antrian, menyetorkan sejumlah uang sebagai dana awal dan melanjutkan menabung di tabungan khusus yang kali ini tak akan kuotak-atik. Merutinkan berjalan kaki (masih pagi-pagi dulu) supaya badan terbiasa untuk ibadah yang perlu kekuatan fisik (dan mental) ini. Semoga Allah berkenan 'memanggilku' ke baitullah, sebelum Dia memanggilku ke haribaan-Nya. Tolong berikan kesehatan agar aku bisa menjalani ibadah itu dengan paripurna. Ya Allah...aku ingin pergi berhaji dalam keadaan sehat walafiat. Aamiin yaa mujiibassaailiin. 
~ ~ 💛 ~ ~

Bismillah... tulisan ini merupakan rangkuman keinginanku yang masih ingin dicapai. Disetorkan untuk menjawab Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog di bulan Agustus ini. Bantu aminkan yaa, mamah-mamah... 

Koleksi Memori