Monday, December 21, 2015

Banana Brownies and Cake

Sebuah hari Minggu lagi. Dapat beberapa buah pisang yang sudah agak kelewat matang. Dimakan begitu saja, tak begitu berminat rasanya. Jadilah browsing resep dan menemukan beragam resep bolu pisang dengan beragam tingkat kesulitan. Kupilih yang paling praktis tentunya, cake pisang tanpa mikser. Timbang ini timbang itu, campur sana campur sini, lalu panggang di oven. Sok sok modivikasi, ada yang kubuat polos, ada juga yang kutambah dengan sedikit taburan choco chips.
Masih sisa satu buah pisang lagi. Tanggung bener ya... akhirnya kubuat brownies sepertiga resep. Ya... sedikit improvisasi lah, tapi berhasil kupanggang dalam oven sebelum banana cake kelar dipanggang. Icip punya icip, enak juga ya. Tapi aku tetap lebih suka brownies ori, tanpa banana. Besok-lusa, bikin brownies lagi ah...

Sunday, December 06, 2015

Bikin Brownies

Sesekali bersibuk di hari Minggu tanpa mantengin komputer, bisakah? Yuk cobain. Minggu ini aku mau coba bikin brownies.
Berbekal resep dari majalah Sedap edisi lama (bukan modal resep online), kusiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Ganti-ganti ingredients sedikit, kupikir tak akan terlalu mengubah rasa maupun tampilan. Oke. Sebagian dark cooking chocolate kuganti dengan milk chocolate, sedangkan kacang almond sebagai taburan kuganti dengan kenari cincang.
Kuikuti langkah demi langkah cara pembuatan brownies hingga memanggangnya di oven. Ah...! Beberapa tahap ternyata masih salah prosedur. Kulewatkan catatan bahwa cokelat seharusnya dimasukkan ke dalam campuran mentega dan air dalam keadaan api tak lagi menyala untuk mencegah cokelat gosong. Dwoeng... terlambat. Satu hal lagi yang masih membuat bingung adalah ukuran nyala api. Harus seberapa besar sih? Apakah harus api kecil, atau justru besar? Yang jelas, tampilan brownies-ku tak secantik yang kuharapkan. Rasanya? Hmm... sedikit terlalu manis. Mungkin karena aku pakai milk chocolate sebagai pengganti dark cooking chocolate. Mudah-mudahan di kesempatan berikutnya, dalam sesi remedial, aku bisa bikin brownies yang lebih cantik dan lebih pas rasanya. 

Sunday, May 03, 2015

Senandung Bunga Pukul Delapan

Suwe ora nggambar. Goresan tanganku kembali kaku. Menggambar kembali bunga yang tumbuh dan mekar di taman bunga bunda. Menambahkan puisi atau cerita setelahnya. Ada keasyikan tersendiri, tentunya. Setelah pekan lalu sudah kubuat satu, coba menggambar pisang-pisangan pakai soft pastel. Tapi gambarnya belum tuntas, masih perlu penyempurnaan dalam tahap finishingnya. Belum tahu mau dibagaimanakan, karena mental agak down nih, ketika tahu salah teknik ketika menggunakan soft pastel :( 
Pekan ini menggambar lagi. Kali ini pakai pensil warna yang kubongkar dari tempat persembunyiannya pasca pindahan setahun lalu. Bunga pukul delapan yang kubuat lebih sederhana dari foto aslinya. Puisi pelengkapnya kuposting di blog langlangbahasa setelah diedit sedikit via apps muzy. Termasuk gambar yang satu ini. 

Saturday, May 02, 2015

Bahagia Bersama Dalam Setiap Momennya

Lagu-lagu bahagia, bertebaran dan bertaburan, jadi soundtrack perjalanan hidupku. Yang sempat jadi salah satu soundtrack untuk momen pejalanan hidupku adalah lagu asik dari Oppie Andaresta. Sebagai single, aku tak punya alasan untuk tidak bahagia. Jomblowati, maybe, but I'm single and very happy. Kebahagiaan nggak perlu selalu didapat dengan keberadaan pendamping hidup. Ketika kita bersyukur dengan apa yang kita punya, kita bisa bahagia dengannya. Pas juga dengan lagu bahagia rilisan GAC yang akhir-akhir ini sering berkumandang dari radio. Ciamiiik...! Lagu-lagu bahagia begitu, pantes banget untuk jadi inspirasi kebahagiaan di keseharian. 
Lagu dengan ritme yang dinamis ini, mengiringi keseharianku. Hampir setiap pagi beredar di udara dari sebuah radio kesayangan yang kupanteng di pagi sebelum berangkat kerja. Dan ya, bahagia itu ada di keseharian, setiap hari, di sekitar kita, nggak jauh-jauh, sedekat radio di depan kamar aja kok ;)
Bahagia ketika bangun pagi masih sehat, siap beraktivitas. Bahagia ketika membayangkan akan bertemu lagi dengan murid-muridku. Bahagia itu memicu semangat. Jadi, yuk mari berangkat ke sekolah lagi...!
Beraktivitas di sekolah itu selalu ada saja kejadian lucu-lucu dan menyenangkan yang membuat bahagia. Biasanya, yang jadi sumber kesenangan dan kebahagiaan itu adalah murid-muridku. Berawal dari kejadian-kejadian keseharian yang sebetulnya biasa, tapi berdampak luar biasa saat tahu bahwa momen 'kecil' itu menorehkan hal yang 'besar' bagi mereka.
Setelah bertahun-tahun mengajar anak-anak 'kecil' di level primary, tak banyak lagi kejadian yang kuanggap luar biasa. Mengajar di dalam ataupun di luar kelas, sudah jadi 'makanan' sehari-hari. Mendampingi anak-anak makan snack paginya dan saling berbagi, atau menemani makan siang, mengingatkan agar mereka menunjukkan rasa syukur dengan menikmati apapun menu mereka. Membimbing anak-anak shalat dan dzikir, pada saat dzuhur maupun duha, itu pun nggak perlu 'usaha keras'. Well... di awal-awal masa sekolah sih lumayan juga, sampai sakit-sakit tenggorokan gitu, memandu bacaan shalat dan dzikir mereka. Tapi semua rangkaian kegiatan di sekolah, sejatinya membuatku bahagia. Melihat anak-anak itu sehat gembira, aktif dan bersemangat, sudah cukup jadi sumber kebahagiaan buatku. Tapi kalau mereka rajin, semangat belajar, dan menurut selalu pada kami, guru-gurunya, itu jadi kebahagiaan plus tentunya ;)
Dalam beberapa sesi perbincangan dengan orang tua murid yang berbeda, terungkap ucapan terima kasih mereka karena anak-anak mereka, di usia sebelia itu, ternyata sudah hapal bacaan shalat, lengkap dengan dzikirnya. Kalau flashback, kembali ke masa silam, mungkin ketika kami masih seumur mereka, bacaan shalat masih belum lancar juga ya. Jadi ketika anak-anak mereka ternyata sudah hapal, tahu bacaan dan gerakan shalat, bisa pula mendoakan kebaikan untuk orang tua mereka, tentu ini jadi sumber kebahagiaan, yang semoga tidak hanya di dunia, tapi hingga di akhirat kelak.
Hal yang seperti ini membuatku terharu. Terima kasih kembali, bahwa apa yang kulakukan sehari-hari, ternyata dianggap sebagai sesuatu yang berarti, jadi jalan untuk berbagi kebahagiaan
Menyukuri berkah, terkadang kami sempatkan dalam momen istimewa. Salah satu yang terbaru adalah ketika salah satu murid kami memperingati hari lahirnya dengan berbagi cupcake cantik, buatan sang bunda dengan penuh cinta. Berdoa bersama, dan ternyata momen itu sangat bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk belajar bersama. Ketika setiap cupcake dihiasi dengan replika sayuran dari fondant, momennya pas sekali dengan materi pelajaran yang diajarkan di hari itu. Maka jadilah percakapan berikut.
"Do you like cabbage?"
"No, I don't."
"What do you like?"
"I like corn."
"OKHere you are."
"Thank you."
Dan percakapan berulang kembali, menjadi latihan yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris murid-muridku, dengan pengalaman yang nyata. Semua bahagia, karena mendapatkan cupcake dengan hiasan sesuai keinginan dan gurunya pun tak kalah bahagia karena menemukan sarana untuk melatih percakapan bagi murid-muridnya. Alhamdulillah, gurunya juga kebagian cupcake ternyata.  Umm... I like pumpkin. Can I have one, please ;)
Menjalani hari-hari sebagai guru, sungguh kunikmati setiap momennya. Bertemu dengan murid-muridku di kelas maupun di luar kelas, dirindukan oleh mereka saat tak bisa bersama, ditanyakan saat tak ada, ah.... itu sungguh perasaan yang luar biasa. Berkomunikasi dan bercengkerama dengan orang tua murid, di dalam konteks pendampingan putra-putri mereka ataupun urusan lainnya -termasuk sesi belajar membuat cupcake ;)-, membuatku merasa punya keluarga besar. Dan bahagia bersama keluarga besar di P1 Baghdad itu, ketika bisa berbagi momen di keseharian mereka. Tak jarang aku mengirim gambar melalui grup WhatsApp bersama para orang tua siswa, membuat mereka ikut merasakan apa yang terjadi di sekolah saat putra-putri mereka tak di rumah. Tak jarang pula kami saling berbagi informasi maupun kisah inspirasi ataupun saling koreksi dengan cara yang santun. Kita belajar bersama, juga bahagia bersama, dalam setiap momennya. Alhamdulillah, bahagianya. Semoga dalam kebahagiaan ini tak luput juga dari limpahan berkah-Nya. Aamiin.
Nah, jika murid-murid dan keluarga besarnya jadi inspirasi kebahagiaan buatku, apa inspirasi kebahagiaan menurutmu? Ayo berbagi bahagia bersama Tabloid Nova melalui event lomba yang digelar hingga akhir Mei nanti. Hadiahnya lumayan bakal bikin kita tertawa bahagia deh, pastinya.
Baca syarat dan ketentuannya dengan teliti ya, tapi pada intinya sih untuk membagikan kisah bahagia kita, tulis di blog, lalu submit ke microsite kontes Berbagi Bahagia bersama Tabloid Nova. Ikuti syarat dan ketentuannya dengan seksama jika tidak ingin didiskualifikasi. Lomba ini berlangsung hingga 31 Mei 2015. Masih cukup waktu kan untuk memilah dan memilih inspirasi kebahagiaanmu lalu menuangkannya jadi sebuah tulisan di blog pribadimu. 
Nanti setelah posting di blog dan submit, sempatkan juga untuk share di social media dengan hashtag #NovaBerbagiBahagia.
Untuk lebih jelasnya, ayo langsung berkunjung saja ke microsite Tabloid Nova.

Friday, April 03, 2015

Selfie di Depan Rumah dan Taman Impian

Punya rumah impian? Sebetulnya sih masih berasa mimpi aja. Dulu, mimpinya punya rumah tuh pengennya dibeliin suami. Setelah melalui penantian panjang, itu suami nggak ketemu-ketemu, apatah lagi yang mau mbeliin rumah. Sempat diipertemukan dengan takdir untuk (sementara) menempati rumah peninggalan ortu yang jauh dari tempat kerja, terancam kejebak banjir tahunan pula, merana juga yaa. Akhirnya kuputuskan untuk beli rumah sendiri deh. Mulailah searching-searching nyari rumah. Bismillaah. Ada yang lokasinya asik, tapi harganya jauuuh di luar budget. Ada yang masuk budget, tapi lokasinya jauuuuh di pinggiran kota. Ya, nyari rumah tuh sedikit-banyaknya, mirip dengan nyari pasangan hidup. Kalau kita nggak berjodoh, dicomblangin juga nggak bakalan nyambung. Sebaliknya kalau sudah jodoh, memang tak kan lari ke mana juga siih...
Ketika masih tinggal di rumah ibu dulu, aku cukup sibuk dengan kegiatan mengurusi tanaman ibu di pekarangan yang cukup luas, ada di bagian depan, samping dan belakang rumah. Sangat leluasa untuk memelihara kebun dan taman. Berbagai tanaman buah tersedia di sana, mulai dari Jambu Biji, Belimbing, Delima putih dan merah, 2 varian Mangga, Pepaya, hingga Markisa. Sementara itu, tanaman hias pun tak kalah banyak. Jika sedang kompakan berbunga, sungguh menyejukkan mata. Kerepotan juga sih, mengurusnya, tapi ketika bunga-bunga bermekaran atau buah matang satu satu, itu jadi hiburan banget lho. Susah payah, letih lelah saat mengurusnya, terbayar lunas rasanya. Maka dari itu, aku ingin juga punya taman serupa di rumahku sendiri. Saat pindahan, sedikit demi sedikit kubawa serta beragam tanaman bunga ibu ke rumah baruku. Saat ini masih belum banyak dan belum terawat baik pula, makanya belum PD untuk 'pamerin' keseluruhannya.
Rumah kecilku, seperti yang kubilang tadi, seperti halnya dengan pasangan hidup, memang kadang terasa kurang pas atau tak sempurna. Well... aku pun hanya berusaha mencari pasangan sempurna untuk diriku yang tak sempurna, tapi ketika 'jodoh' tak seindah yang kuharap dan kuimpikan, ujung-ujungnya ya terima saja segala kekurangan dan kelebihan jodoh kita itu. Aku pun berusaha berdamai dengan keadaan. Lha, rumah itu pun menerimaku apa adanya kok ;)
Rumah mungilku posisinya terjepit di antara rumah kanan-kiri, tak punya kelebihan tanah yang bisa dijadikan taman. Aku pun harus puas dengan adanya sepetak tanah yang kujadikan taman kecil di depan rumah dan sedikit sisa tanah di belakang. Mimpiku, ingin punya pohon buah di depan rumah, tapi juga ingin punya taman bergaya Jepang dengan kolam kecil dan pancuran mini. Ambisius betul yaa... :p Saat ini, yang sudah terwujud baru taman kecil yang ragam tanamannya masih berantakan. Ahaha... Tapi senang sekali ketika dalam setahun masa tinggalku di rumah mungil ini, bunga Anggrekku sudah beberapa kali berbunga, begitu pula Amarilis orange. Bunga bulan Desember kuboyong dari rumah ibu saat bunganya masih bermekaran, dan di bulan April ini bunganya masih menanti untuk muncul lagi, bersama bunga lainnya yang dalam antrean untuk memamerkan bunganya.
Menanti taman di depan rumahku makin semarak dengan tanaman hias, kelihatannya mesti bikin foto before & after nih. Akhir Maret 2015, aku ambil foto selfie di depan rumah. Jeprat-jepret berkali-kali, disenyumi tetangga yang lewat, aku sok cuek aja deh. Untuk dapat sudut pandang paling oke, memang selalu ada harga yang harus dibayar. Untuk aku yang bukan banci foto, bikin foto selfie begini dengan dipandangi orang lewat, perlu perjuangan luar biasa, terutama ketika ada tuntutan untuk tetap tampil cantik. Halah... :p Foto ala kadarnya dengan kamera yang dibenamkan di ponsel warisan ini membuat fotoku jadi berasa 'muka semua'. Apa kabar dengan latar belakangnya, rumah impianku? Berharap betuul bisa berfoto dengan wide angle front camera seperti yang dimiliki Smartfren Andromax C2s. Siapa tahu di foto berikutnya, bisa foto wefie, nggak selfie lagi, dan semua bisa muat di layar, menangkap momen berharga, kebersamaan di depan rumah dan taman yang jadi idaman.
Saat ini, aku cukup berpuas diri dengan apa yang kupunya, dan tamanku pun bahagia apa adanya, dia memberiku kecantikan alami. Bersyukur sekali, ada bunga Anggrek bintik yang bisa 'diajak' berfoto bersama. Baru dua kuntumnya yang mekar, masih menanti adik-adik di tangkainya untuk mekar sempurna. Sementara itu, tak jauh di sebelahnya, rumpun Paphiopedilum dengan lengan berbulu juga mulai mekar satu satu, Jadi mau lagi nih, berfoto dengan koleksi bungaku. Hayu... Tunggu aku tahun depan ya. Mudah-mudahan, tahun depan bisa pakai Smartfren wide angle front camera yaa, supaya rumah impianku beserta penampakan taman yang lebih indah di depannya bisa terlihat lebih jelas. InsyaAllah. ;)

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka