Monday, June 30, 2014

Nokia Lumia, Come To Mama

Smart look? #Honestly, buat saya dulu, itu standarnya adalah kacamata. Dulu, pengeeen banget pake kacamata, biar kelihatan smart, gitu. Kalo dipikir-pikir lagi sekarang ini, justru tindakan itu berbanding terbalik dengan premis tersebut. Tapi tetep aja, kalo lihat orang pake kacamata tuh, dia terlihat pinter rasanya. Entah ya yang sebenarnya. Haha...
Definisi smart sekarang ini, tentulah berbeda. Smart sekarang ini, adalah kalau bisa manage waktu dengan baik. Ini karena saya sangat merasakan susahnya jumpalitan memanage berbagai aktivitas dalam rentang waktu yang 24 jam perharinya, 7 hari sepekannya. Urusan kerjaan sebagai guru SD, menyenangkan sekali sebetulnya. Ketika berinteraksi dengan anak-anak, berbagi ilmu dan cerita kepada mereka, sebetulnya hal itu sudah diawali dengan proses berpikir keras untuk merancang proses pembelajaran terbaik untuk mereka. Bagaimana cara menyampaikannya, worksheetnya bagaimana, apakah dikerjakan secara individual atau berpasangan atau dalam group, dan sebagainya. Tapi ketika mulai bercerita lalu murid-murid mulai berebut untuk saling cerita juga, hmm... harus cari cara smart untuk menghentikannya tanpa membuat mereka sedih. Perang batin dong dengan urusan target kurikulum yang harus disampaikan sekian sekian. Nah... smart itu adalah keterampilan untuk memadukan kepentingan kurikulum dengan segala insiden di dalam dan luar kelas. Dan boleh jamin, itu beneran nggak gampang lho.
Kembali lagi ke soal manajemen waktu, rasanya saya perlu gadget yang nggak sekedar smart phone. Lirik sana-sini, lalu lirik lagi smart phone yang kumiliki saat ini. Hmm... is it smart enough? Lumayan sih... daripada lu manyun. Ketika mengoptimalkan fungsi gadget yang saya miliki saat ini, mengetahui (hampir) semua fungsi dan feature-nya, itu berasa smart banget. Tapi belakangan ini, Nokia E-71 saya sudah mulai sering ngadat. Mulai lemot dan suka tiba-tiba mati dan nyala sendiri. Sudah pengen upgrade, rupanya :p
Lirik kanan-kiri, depan-belakang, Nokia Lumia jadi salah satu opsi yang dipertimbangkan. Tampilan OK. dengan pilihan warna kuning atau merah yang ceria, atau putih dan hitam yang elegan. Hmm... jadi modal untuk bikin tampilan saya terlihat makin smart. Nggak akan deh Lumia disangka BB, walaupun janjinya BBM akan dihadirkan pula untuk Lumia. Dengan handphone saya saat ini, sudah beberapa kali nih disangka BB. Bukaaaaan!!! 
Menilik lagi apa yang ditawarkan Nokia Lumia, hmm... memang bikin ngiler sih. Fiturnya cerdas, sangat mendukung aktivitas keseharian saya. Nggak sekedar kemudahan bikin to do list yang biasa saya update tiap hari, bikin note pendek atau panjang, transfer data mudah dengan bluetooth atau kabel data, buka link ke konten di internet untuk mendapatkan data dan referensi terkini, konektivitas dengan device lain, kamera dengan resolusi tinggi, dukungan layanan HERE Maps yang mengungguli layanan GPS lain, dan sebutin deh keuntungan lainnya. Masih berderet. Ini gawaaaat...!!! I need this gadget, and I need it badly.
Pintarnya lagi, semua fitur ini bisa dilihat dengan sekali lirik aja tanpa perlu bola-balik membuka jendela baru. Cukup lihat di Live Tiles. Mulai dari update status, notifikasi, pesan, sampai berita bisa di-scan dalam satu sapuan pandangan di start screen. Dan tampilan tiles di start screen ini bisa kita sesuaikan dengan setelan gaya dan karakter kita sendiri. 
Selain fitur bawaannya yang sudah cukup bejibun, segala macam aplikasi juga tersedia untuk kemudahan kita. Game? Ada. Hmm... yang ini bisa di-skip supaya nggak salah fokus. Media sosial, foto dan video, office application, majalah dan koran gratis, wah... semuanya bisa dengan mudahnya diunduh dan dinikmati dalam genggaman. Ah... semudah itu saja. 
Sudaaah, sudaaaah, saya sudah harus pakai slabbertje nih untuk menadah air liur saking pengennya. Saya lirik lagi Nokia E-71 saya. Honey, kalau kamu harus berganti dengan Lumia, sebagian darimu tak akan pernah hilang, karena kemudahan perpindahan data dari Nokia lama ke Lumia. 
Pindahan rumah belum lama saya alami, dan itu ribet sekali. Tapi pindahan dari Nokia ke Lumia nanti nggak akan seribet itu pastinya. Persiapan pindahan rumah saya lakukan jauh-jauh hari, dan hingga hari ini kenangan manis yang sudah terukir selama saya tinggal di sana tak akan bisa terhapus dari memori. Persiapan ‘pindahan’ smart phone ke Lumia? Uhm, sepertinya sih tinggal tunggu waktu saja untuk upgrade gadget dan kemampuan memanage diri sendiri supaya bisa lebih baik dan lebih pintar. To be smarter? I need that. Dan kenangan akan kebersamaan dengan E-71 akan tetap ada di memori (card). Cuma pindahan saja toh? #Honestly, saya siap berpindah pada Lumia. Come to mama!
#Honestly, tulisan ini diikutkan dalam event giveaway dari AsaCinta

Thursday, June 12, 2014

My Home Sweet Home

Home Sweet Home. Sering sekali ya kita mendengar idiom itu. Lebih asik lagi yang diungkapkan dalam bahasa Arab, ‘Baiti, Jannati’, rumahku adalah surgaku. Bentuk dan ukuran rumah mungkin jadi salah satu standar untuk mengukur seberapa sweet rumah kita ;) Tapi warna dan pengaturan perabot di dalam rumah juga mencerminkan kepribadian kita. 
Ketika pindah ke rumah baru, saya ya ‘terima nasib’ saja, menerima kondisi rumah apa adanya. Rumahnya bagus, alhamdulillah. Tapi tentu saja nggak bisa request pilih warna yang saya mau. Dinding rumah di kompleks kami berwarna off white cenderung kelabu. Abu-abu dipilih oleh pengembang karena karakternya yang cenderung dapat meningkatkan kreativitas. Abu-abu banyak digunakan di ruang kantor atau studio. Abu-abu juga banyak disukai karena merupakan warna eksekutif. Konon begitu. Dipadu dengan dinding luar berwarna krem dan ubin keramik lebar berwarna senada di bagian dalam rumah, keseluruhan rumah terkesan elegan, tapi buat saya terasa sedikit menjemukan. 
Beruntung saya punya sofa berwarna kuning-biru cerah yang bisa memberi aksen pada ruang tamu yang... plain. Saya nggak punya kata lain untuk menggambarkan kondisi ruang tamu di rumah kecil saya ini selain kata itu, plain. Ruang tamu kecil itu sudah cukup sesak dengan sofabed, meja tamu, rak pajang kecil dengan TV di atasnya, serta 2 kotak kecil yang bisa difungsikan sebagai book storage merangkap tempat duduk. Tambahan meja kecil di sudut sudah membuatnya lengkap (baca: penuh). 
Sofa yang bisa difungsikan sebagai tempat tidur itu jadi spot favorit saya untuk leyeh-leyeh bersantai, membaca buku atau sekedar ngadem di dekat jendela. Walaupun dinding masih kosong dari dekorasi, tapi memandangi dinding itu bisa membuat suasana hati ikut tenang. Sapuan cat yang rata di sepanjang dinding tanpa bau menyengat yang mengganggu indra penciuman, itu ya karena kualitas cat yang baik dari Jotun. Kadang terpikir sih untuk mengganti warna cat dengan warna yang lebih sesuai dengan keinginan. 
Kuning muda mungkin bisa bikin suasana hati lebih ceria, energik dan bahagia. Tapi konon, orang cenderung kehilangan kesabaran ketika berada dalam ruangan berwarna kuning. Selain itu, warna kuning juga cenderung menyebabkan mata lelah. Hmm... kalau begitu, biru pastel bisa jadi opsi berikutnya. Biru bisa memberi kesan teduh, santai, dan menenangkan. Konon, warna biru juga dapat meningkatkan produktivitas. Bisa nulis banyak cerpen dong di ruang depan situ. Tinggal pilih, varian Jotun sheen atau matt untuk ruang tamu. Tampaknya harus konsultasi lagi sama yang lebih ahli. Ah, kalau begitu, saya mau cari inspirasi dulu, ngadem dulu yaa di ruang depan. ;)

Monday, June 09, 2014

Optimasi Ruang di Rumah Kecilku

Pengalaman tinggal di Jepang meninggalkan kesan yang mendalam. Minimnya ruang di rumah atau apartemen di sana disiasati dengan sangat cerdas oleh orang Jepang. Ragam perabot maupun pernik dirancang sedemikian rupa sehingga fit di rumah-rumah mungil mereka. 
Sementara itu, sebuah tautan di media sosial menyebar dengan cepat, tentang ide sepasang suami istri yang merancang konsep hunian nyaman dalam rancangan yang teramat imut tapi fungsional, efektif dan efisien. Terinspirasi dari itu pula, saya berusaha menerapkannya sedikit demi sedikit dalam hunian mungil saya.
Ketika pindah dari rumah keluarga dengan 6 kamar ke rumah mungil dengan 2 kamar saja, whoaa... ‘masalah’ muncul. Bagaimana memindahkan barang kebutuhan yang terkumpul selama bertahun-tahun di rumah keluarga itu ke rumah sendiri? 
Tak terpikir untuk membeli perabot baru, tapi memang harus mengupayakan untuk memanfaatkan apa yang ada dengan seoptimal mungkin. Konsep stacking yang memanfaatkan setiap ruang seoptimal mungkin, sangat aplikatif untuk rumah mungil.
Beberapa kotak berbagai ukuran dimanfaatkan sebagai storage. Susunannya bisa dibongkar-pasang sesuai keinginan atau kebutuhan. Dua di antaranya dimanfaatkan sebagai tempat duduk dengan bagian bawahnya dimanfaatkan sebagai rak buku. Dengan rak buku terbuka dan begitu dekat dengan jangkauan, semoga buku-buku itu bisa segera khatam dibaca.

Sebuah meja makan pemberian kakak sangat bermanfaat di rumah mungil saya. Meja ini berkonsep folded table dengan storage yang bisa menampung cukup banyak barang. Sebagian koleksi mug saya, piring besar peninggalan ibu, hingga beberapa peralatan masak berupa sendok-garpu-sumpit dan sebagainya bisa masuk di sisi depan. Sedangkan beberapa botol bisa masuk dari sisi belakang yang saat ini kebetulan diposisikan menghadap dinding. Sayap kanan dan kiri bisa dilipat sehingga sangat menghemat tempat saat sedang tidak difungsikan. Tapi saat ada jamuan, tentu daun meja bisa dibuka sehingga bisa memuat berbagai hidangan. 
Area dapur merupakan area yang berhubungan langsung dengan ‘dunia luar’. Cahaya pagi menerobos dari sebelah kiri. Di tempat ini, optimasi tak kalah penting, supaya tak sering bolak balik ke sana ke mari untuk efektivitas dan efisiensi kerja. Bagian bawah sink bisa dimanfaatkan sebagai penyimpanan barang yang cukup besar tapi relatif sering digunakan. Ada oven, ceret, rice cooker, hingga tabung gas di situ. Masih muat untuk wadah beras dan wadah lainnya. 
Di pinggiran bak cuci piring, bisa ditambahkan kait dan gantungan lap. Sementara di bagian meja, aplikasikan konsep rak susun untuk wadah bumbu dan bahan masakan. Kait tambahan dipasang di sepanjang dinding depan bak cuci, supaya mudah menggantungkan kembali peralatan yang baru dicuci. Di ujung kiri, bisa dipasang kotak tissue terbalik yang disisipkan di bagian dalam tepian lemari dapur. Semua benda berada dalam jangkauan. Dapur jadi tempat yang nyaman. Hmm... alamat bisa berlama-lama nih di bagian belakang rumah ini. Yuk ah, mari kita pindah ke ruang makan lagi. Meja makan dianggurin tuh... ;)

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka