Tuesday, January 27, 2009

Eclipse dan Perjalanan Nostalgia

Hari Senin kemarin, libur tahun baru Cina, sebetulnya. Pagi, setelah mengantar ibu ke rumah kakak, kulanjutkan dengan mengantar kakak lainnya ke BPI Burangrang. Sudah tanggung nih, mumpung di luar rumah, kuputuskan hari itu akan jadi hari jalan-jalan nostalgia saja. Aku mulai dengan 'napak tilas' toko buku murah Palasari, dilanjut dengan 'ngetem' di warnet Internetarium Bubat yang sudah teramat jarang kukunjungi belakangan ini. Hingga lewat tengah hari, lapar deh. 'Napak tilas' lagi dengan kunjungan ke kantin Salman (soalnya kondisi keuangan juga memang sudah mulai cekak nih akhir bulan begini. Hihi...). Acara napak tilas masih belum selesai, dilanjut lagi dengan janji ketemu seorang mahasiswa keramik ITB di kampus. Lengkap deh perjalanan nostalgiaku hari Senin itu.
Aku sampai di masjid Salman menjelang ashar. Sayup-sayup kudengar takbir bersahutan, tak putus-putus. Awalnya heran juga, ada apa ini? Tahun baru Cina kok disambut dengan takbir? Seperti lebaran aja. Tapi pikir punya pikir, ingat punya ingat, eh... hari itu kan ada gerhana matahari ya?
Ya... Gerhana matahari terjadi di hari Senin kemarin. Fenomena alam langka ini dapat teramati secara jelas (salah satunya) di wilayah ujung barat pulau Jawa.
Shalat ashar di masjid penuh kenangan itu, disambung dengan shalat khusuf gerhana. Alhamdulillah, kubisa merasakan semua rangkaian kejadian dengan sadar dan syukur. Bersyukur karena sempat menjadi bagian dari komunitas laboratorium ruhani yang cukup berkontribusi membentukku hingga seperti saat ini. Bersyukur karena aku masih bisa mengunjunginya lagi, menikmati aura teduh yang menyusupi hati. Bersyukur karena sempurnanya ciptaan Allah yang juga bisa kunikmati dengan sempurna. Insya Allah (walaupun hanya berupa gambar yang kukutip dari situs MSN). Semua karunia Ilahi ini, apakah akan kita dustakan?
Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(Q.S. 55 Ar Rahmaan: 17-18)

Quote of the Day

When a new book is published, read an old one.
Samuel Rogers

Monday, January 26, 2009

Maruk Buku

Berkesempatan ke pasar buku Palasari di pagi tadi, membuatku maruk beli buku. Biasa... lapar mata. Lama nggak ke toko buku apalagi pasar buku murah seperti Palasari, kebetulan sedang pegang uang di tangan, wah... borong deh. Sebetulnya sih 'cuma' beli empat buku, ditambah 'dendam' karena justru salah satu buku yang kucari justru tak kudapat.
Aku sampai di Palasari sekitar jam setengah sembilan pagi. Belum banyak kios buku yang buka. Buku yang kuincar sebetulnya cuma "The Secret" (halah... telat ya, baru nyari sekarang?) dan "Recto Verso" karya Dee Lestari. The Secret dapat, Recto Verso nggak. Balik ke mobil di parkiran dulu beberapa waktu, nunggu kios/toko langgananku yang relatif besar dan lengkap buka. Sekitar jam 10, aku balik lagi ke dalam, menyusuri beberapa kios lain, tetep... Recto Verso nggak tersedia. Di satu toko aku diberi tahu untuk mencoba lagi beberapa hari mendatang. Hm... mungkin.
Sebagai 'pembalasan dendamku', aku beli dua buku karya Stephenie Meyer yang banyak dibicarakan orang belakangan ini, Twilight dan New Moon. Jangan dulu beli seluruh serinya, kelewat maruk! Aku mengingatkan diri sendiri. Lha wong mbacanya juga nggak akan sekaligus. Setelah mengambil (dan membayar, tentunya) satu buku lagi, aku segera angkat kaki dari sana, sebelum ngiler beli buku lain lagi. Sudah!!! Cepat pergi dari sana, lain kali saja datang lagi. Cepat pulang dan baca! Selamatkan diri dan uangmu, Dee. Haha...

Quote of the Day

Any good music must be an innovation.
Les Baxter

Sunday, January 25, 2009

Romantic Night at CCF

Salah satu muridku di Salman dulu, mengundangku untuk ikut nonton konser piano klasik di CCF Bandung. Dia salah satu pianis yang akan tampil di konser itu. Setelah dua kali perubahan jadwal, akhirnya malam minggu tanggal 24 ini, fix sebagai hari konser dengan tema "An Evening of Romantic Piano Music". Tadinya aku akan hadir di konser itu bersama beberapa teman lain, tapi karena perubahan jadwal , tiga orang teman tak bisa ikut bergabung. Intan kebetulan bisa ikut gabung, walaupun dia berkomentar, "Beda kelas ya?" Maksudnya... dandanan kita yang berjilbab tidak trendi, kayaknya kurang cocok juga di acara itu. Dress-code-nya nggak matching, gitu. Hehe... Memangnya, kalau kita dandan pake rok dan kerudung agak lebar begini, cuma boleh nonton konser nasyid ya? ;)
Beberapa anak muda yang datang di konser itu, memang (kelihatannya sih) mahasiswa atau anak-anak SMA yang notabene teman-teman para pianis yang akan tampil di malam itu, atau ya... keluarga mereka, tentunya, beserta guru-guru musik mereka. Sedangkan aku dan Intan, ya... itu tadi, beda kelas. Hehe...
Dari 15 pianis yang tampil, ketika kucermati perjalanan bermusik mereka (dari profil mereka yang kudapat), memang terlihat jejak mantap mereka di dunia musik. Walaupun rata-rata mereka juga menempuh jalur pendidikan formal, sekolah SMA atau kuliah di bidang tertentu, tapi bermusik dan bermain piano merupakan kegemaran mereka yang juga ditekuni secara serius. Prestasi mereka mencengangkan. Tidak hanya lulus ujuan musik dengan predikat "distinction", tapi juga sudah menjajal konser di negara lain, memenangkan kompetisi ini dan itu, atau berkolaborasi dengan pemusik besar lain. Dan salah satu di antara mereka adalah Andhika Sarasono, salah satu muridku dulu.
Usai mencermati program acara dan ulasan tentang para pianis, seorang lelaki tampil di panggung untuk membuka acara, mengingatkan pengunjung untuk menonaktifkan dering ponsel juga untuk tidak keluar masuk ruangan pada saat pianis tampil agar tidak mengganggu konsentrasi mereka. Lampu ruangan kemudian diredupkan, untuk menjadikan grand piano di panggung sebagai fokus.
Pianis pertama muncul, seorang lelaki berkacamata dengan kemeja batik. Dia memainkan komposisi musik klasik tanpa membaca partitur musik lagi. Hapal di luar kepala. Aku tak tahu, apakah dia memainkan komposisi itu dengan sempurna atau tidak, karena kalaupun dia melakukan kesalahan, aku tak akan tahu juga. Tepuk tangan mengawali dan mengakhiri permainan pianonya. Tertib. Pianis kedua, seorang perempuan. Dia bermain piano dengan serius, padahal kubayangkan seorang pianis akan memainkan jarinya di atas piano dengan senyum. Tapi... mungkin komposisi yang dia bawakan memang memerlukan keseriusan, kecermatan dan hafalan yang cermat, maka dari itu rata-rata mereka berwajah serius saat tampil di depan audiens.
Pianis ketiga dan selanjutnya, kurang-lebih berpenampilan senada. Penuh konsentrasi dan sangat fokus. Serius. Aku menikmati setiap dentingan piano, setiap hentakan nada, bahkan kejutan-kejutan kecil yang membuat malam itu jadi lebih seru. Misalnya, bagian ending yang berangsur lembut, tahu-tahu ditutup dengan hentakan keras beberapa nada yang dibunyikan sekaligus. Jreng-jreng!!! Penonton terkejut, tapi jadi penanda jelas bahwa komposisi yang dibawakan sang pianis telah usai. Ada saatnya penonton 'tertipu'. Ketika seorang pianis laki-laki sudah cukup panjang memainkan komposisi pianonya, nada yang dimainkannya berangsur lembut dan seolah menghilang, sebuah tepukan keras dari penonton yang duduk di bagian tengah ruangan terputus tiba-tiba karena ternyata sang pianis masih melanjutkan alunan musiknya. Masih panjang, ternyata. Haha... Kali ini penonton tertipu. Sang pianis yang kulihat cukup ekspresif terlihat mengulum senyum karena kesalahan penonton itu. Dia melanjutkan permainannya, tetap cantik dan tak terganggu. Kepalanya terayun ke kanan dan kiri sesekali, ketika nada yang dibuat pianonya menghentak apik. Di akhir permainannya, penonton jadi ragu untuk bertepuk tangan. Apakah dia sudah betul-betul selesai dengan permainannya? Tapi tepuk tangan dari para pianis yang menunggu di ruang sebelah menjadi tanda bahwa komposisi yang dia bawakan memang sudah betul-betul selesai, dan penonton menyambung tepuk tangan itu dengan meriah, plus komentar di sana-sini. Seru.
Andhika tampil setelah jeda sejenak. Aku sempat berbincang sedikit dengannya sebelum dia manggung. Nervous sedikit, katanya... tapi itu biasa kan? Semoga sukses, Dhika. Aku yakin, tak ada nada yang salah dia mainkan. Dia terlihat percaya diri di depan piano, tapi teteup... serius banget. Pas banget dengan baju warna gelap yang dia pakai malam itu. Serius, fokus, pastinya. Sorry ya, fotonya nggak begitu bagus.
Gaya berbusana para pianis kali ini sungguh sangat beragam. Ada yang berjas dan berdasi resmi, ada pula yang casual. Ada yang bergaya klasik romantis sesuai tema, dengan gaun malam one shoulder yang cantik, tapi ada pula yang tampil di panggung dengan bercelana pendek dan t-shirt berpadu vest saja. Begitu pun dengan musik yang mereka mainkan. Ada yang menghentak riang, ada yang lembut romantis, ada pula yang gagah bewibawa. Tapi semuanya indah. Overall, aku menikmati malam penuh musik indah itu, dan berharap dapat kesempatan nonton konser lain lagi (terutama karena gratis kali... hehe...).
Blogged with the Flock Browser

Saturday, January 24, 2009

Quote of the Day

If my uniform doesn't get dirty, I haven't done anything in the baseball game.
Rickey Henderson

Friday, January 23, 2009

Seragam Baru AIS

Alhamdulillah... seragam seri baru untuk guru-guru Irsyad (bahannya) sudah kami terima. Pertama lihat bahannya, banyak dari kami 'terperanjat'. Terlalu cantik, gitu. Hitam warnanya, dengan lukisan bunga kelabu dan manik-manik putih-bening berkilauan. Seperti baju kondangan, atau seragam majelis taklim. Kita sampai niat mau kirim surat ke Indosiar untuk ikutan acara ceramah pagi, solusi keluarga sakinah, Mamah dan Aa! "Curhat dong...!!!"
Rasanya terlalu gimana... gitu untuk seragam guru SD. Terlalu gagah, rasanya berkesannya kurang friendly, gitu. Terlalu berjarak dengan anak-anak, kurang ramah. Halah... ngomongin psikologi warna segala. Ingat jaman kuliah deh.
Setelah selesai dijahit dan beberapa orang dari kami mengenakannya ke sekolah, jeng jeng... cantik juga ya? Sedangkan bapak-bapaknya pakai baju koko hitam dengan celana panjang warna gelap juga.
Jadi ingat cerita seragam baru di sekolahku dulu (klik judul posting ini untuk tersambung ke posting-an blog-ku tentang itu). Selalu... saja ada kisah kurang puas. Dasar manusia, memang suka berkeluh-kesah. Aku? Bukan berkeluh-kesah... Aku sih masih bersyukur dapat seragam gratis. Alhamdulillah. Sudah ada, ya dipakai saja. Cantik kok. Iya kan? ;)

Tuesday, January 20, 2009

Quote of the Day

Words are all we have.
Samuel Beckett

Can You Raed Tihs

Beberapa waktu yang lalu, sempat berbincang dengan seorang teman yang Matematik-Minded :p Menurut dia, bahasa yang menggunakan huruf tuh lebih rumit daripada bahasa matematika yang alternatif kombinasinya hanya 10 varian (angka 0-9). Bandingkan dengan huruf yang kombinasinya memiliki rentang hingga 26 (A-Z). Iya... kelihatannya rumit. Tapi kata-kata, berapa sih jumlah huruf maksimal dalam satu kata, dibandingkan dengan angka yang bisa mencapai belasan digit bahkan tak hingga. Bahasa dan kombinasi hurufnya yang membentuk kata dan kalimat mungkin terlihat rumit, tapi menurutku, bahasa matematika tetap lebih rumit.
Got tihs form a firned. Ietrtinsneg, ins't it? Haha...
fi yuo cna raed tihs, yuo hvae a sgtrane mnid too. Cna yuo raed tihs? Olny 55 plepoe can. i cdnuolt blveiee taht I cluod aulaclty uesdnatnrd waht I was rdanieg. The phaonmneal pweor of the hmuan mnid, aoccdrnig to a rscheearch at Cmabrigde Uinervtisy, it dseno't mtaetr in waht oerdr the ltteres in a wrod are, the olny iproamtnt tihng is taht the frsit and lsat ltteer bein the rghit pclae. The rset can be a taotl mses and you can sitll raedit whotuit a pboerlm. Tihs is bcuseae the huamn mnid deos not raed ervey lteter by istlef, but the wrod as a wlohe. Azanmig huh? yaeh and I awlyas tghuhot slpeling was ipmorantt! if you can raed tihs forwrad it.

Monday, January 19, 2009

Quote of the Day

Love is the flower you've got to let grow.
John Lennon

Bunga Sukulen

Bunga kaktus di 'taman' atas berkembang lagi. Dari 10 calon bunga yang muncul, hanya 3 yang sukses mekar sempurna. Satu bunga rupanya mekar di Sabtu malam. Kupikir, bunga ini akan mekar di siang hari seperti yang kutulis di blog ini beberapa waktu lalu. Minggu pagi, ibu sibuk bilang bahwa bunga kaktus sedang mekar begitu indahnya. Kutunggu dia mekar sempurna hingga menjelang siang. Tapi apa yang kudapat, bunga indah itu justru berangsur layu. :(
Dua bunga lainnya mulai merekah. Kuprediksi, bunga itu punya sifat serupa dengan sepupunya, si Wijayakusuma. Dia mungkin mekar sempurna di malam hari. Ayo deh, aku tungguin.
Sekitar maghrib, kulihat bunga itu mulai merekah. Sekitar jam 11 malam, kulihat bunga ini menjelang puncak keindahannya. Rupanya dia pun termasuk 'pemalu' dan tidak sembarang menampakkan keindahannya. Sempat juga mengabadikan bunga indah ini di kegelapan malam.
Pagi hari, kusempatkan mengabadikan bunga ini lagi, bersanding dengan sepupunya, Wijayakusuma mini yang juga berkembang semalam. Si besar dan si kecil. Sungguh kuasa Allah yang menciptakan keindahan ini untuk kita nikmati.
Ah... satu bunga kaktus lagi mekar sempurna kemarin. Bunga kaktus bintang yang juga kutunggu-tunggu. Satu persatu kelopak bunganya mengembang, dan mekar sempurna, menghadap ke tanah. Satu lalat hinggap tepat di tengah bunganya, kemudian dua ekor lainnya ikut bergabung, membuatku penasaran dengan aroma yang ditebar si bintang ini. Emh... ternyata memang agak berbau tak sedap. Tak heran beberapa lalat senang menjadikan bunga ini sebagai tempat berkencan. Hehe... Kali ya... ;)
Ketiga bunga ini rupanya bersepupu jauh, sama-sama bermarga sukulen, setahuku. Semua berbunga indah. Subhanallah.

Quote of the Day

It was the rainbow gave thee birth, and left thee all her lovely hues.
W. H. Davies

Saturday, January 17, 2009

Pelangi Pagi

Pekan lalu, senin pagi, saat tergesa dalam perjalanan ke sekolah, kulihat sisa pelangi, bersanding dengan matahari yang mulai memanjat langit pagi. Tinggal sebaris samar ketika kutangkap dengan kameraku. Tak begitu jelas, memang, tapi untukku, tetap membawa semangat warna-warni di hari pertama pekan itu.

Thursday, January 15, 2009

Mari... Mari...

Ternyata sudah sejak bertahun lalu, aksi ini mulai dijalankan, tapi agak terlupakan seiring waktu. Mari kita mulai lagi. Cukup banyak sih produknya. Tapi yang lebih penting untuk diboikot sebetulnya adalah invasi Israel ke Palestina. Ketika kita tak punya daya kekuatan untuk mengupayakannya, semoga ucap dan doa kita masih bicara, agar kita tak lagi jadi orang yang selemah-lemahnya iman.
Silakan klik judul posting ini untuk menuju link produk-produk yang (sangat) disarankan untuk tidak dipergunakan.

We Will Not Go Down-Song for Gaza

Embedded Video

Blogged with the Flock Browser

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka