Sunday, January 25, 2009

Romantic Night at CCF

Salah satu muridku di Salman dulu, mengundangku untuk ikut nonton konser piano klasik di CCF Bandung. Dia salah satu pianis yang akan tampil di konser itu. Setelah dua kali perubahan jadwal, akhirnya malam minggu tanggal 24 ini, fix sebagai hari konser dengan tema "An Evening of Romantic Piano Music". Tadinya aku akan hadir di konser itu bersama beberapa teman lain, tapi karena perubahan jadwal , tiga orang teman tak bisa ikut bergabung. Intan kebetulan bisa ikut gabung, walaupun dia berkomentar, "Beda kelas ya?" Maksudnya... dandanan kita yang berjilbab tidak trendi, kayaknya kurang cocok juga di acara itu. Dress-code-nya nggak matching, gitu. Hehe... Memangnya, kalau kita dandan pake rok dan kerudung agak lebar begini, cuma boleh nonton konser nasyid ya? ;)
Beberapa anak muda yang datang di konser itu, memang (kelihatannya sih) mahasiswa atau anak-anak SMA yang notabene teman-teman para pianis yang akan tampil di malam itu, atau ya... keluarga mereka, tentunya, beserta guru-guru musik mereka. Sedangkan aku dan Intan, ya... itu tadi, beda kelas. Hehe...
Dari 15 pianis yang tampil, ketika kucermati perjalanan bermusik mereka (dari profil mereka yang kudapat), memang terlihat jejak mantap mereka di dunia musik. Walaupun rata-rata mereka juga menempuh jalur pendidikan formal, sekolah SMA atau kuliah di bidang tertentu, tapi bermusik dan bermain piano merupakan kegemaran mereka yang juga ditekuni secara serius. Prestasi mereka mencengangkan. Tidak hanya lulus ujuan musik dengan predikat "distinction", tapi juga sudah menjajal konser di negara lain, memenangkan kompetisi ini dan itu, atau berkolaborasi dengan pemusik besar lain. Dan salah satu di antara mereka adalah Andhika Sarasono, salah satu muridku dulu.
Usai mencermati program acara dan ulasan tentang para pianis, seorang lelaki tampil di panggung untuk membuka acara, mengingatkan pengunjung untuk menonaktifkan dering ponsel juga untuk tidak keluar masuk ruangan pada saat pianis tampil agar tidak mengganggu konsentrasi mereka. Lampu ruangan kemudian diredupkan, untuk menjadikan grand piano di panggung sebagai fokus.
Pianis pertama muncul, seorang lelaki berkacamata dengan kemeja batik. Dia memainkan komposisi musik klasik tanpa membaca partitur musik lagi. Hapal di luar kepala. Aku tak tahu, apakah dia memainkan komposisi itu dengan sempurna atau tidak, karena kalaupun dia melakukan kesalahan, aku tak akan tahu juga. Tepuk tangan mengawali dan mengakhiri permainan pianonya. Tertib. Pianis kedua, seorang perempuan. Dia bermain piano dengan serius, padahal kubayangkan seorang pianis akan memainkan jarinya di atas piano dengan senyum. Tapi... mungkin komposisi yang dia bawakan memang memerlukan keseriusan, kecermatan dan hafalan yang cermat, maka dari itu rata-rata mereka berwajah serius saat tampil di depan audiens.
Pianis ketiga dan selanjutnya, kurang-lebih berpenampilan senada. Penuh konsentrasi dan sangat fokus. Serius. Aku menikmati setiap dentingan piano, setiap hentakan nada, bahkan kejutan-kejutan kecil yang membuat malam itu jadi lebih seru. Misalnya, bagian ending yang berangsur lembut, tahu-tahu ditutup dengan hentakan keras beberapa nada yang dibunyikan sekaligus. Jreng-jreng!!! Penonton terkejut, tapi jadi penanda jelas bahwa komposisi yang dibawakan sang pianis telah usai. Ada saatnya penonton 'tertipu'. Ketika seorang pianis laki-laki sudah cukup panjang memainkan komposisi pianonya, nada yang dimainkannya berangsur lembut dan seolah menghilang, sebuah tepukan keras dari penonton yang duduk di bagian tengah ruangan terputus tiba-tiba karena ternyata sang pianis masih melanjutkan alunan musiknya. Masih panjang, ternyata. Haha... Kali ini penonton tertipu. Sang pianis yang kulihat cukup ekspresif terlihat mengulum senyum karena kesalahan penonton itu. Dia melanjutkan permainannya, tetap cantik dan tak terganggu. Kepalanya terayun ke kanan dan kiri sesekali, ketika nada yang dibuat pianonya menghentak apik. Di akhir permainannya, penonton jadi ragu untuk bertepuk tangan. Apakah dia sudah betul-betul selesai dengan permainannya? Tapi tepuk tangan dari para pianis yang menunggu di ruang sebelah menjadi tanda bahwa komposisi yang dia bawakan memang sudah betul-betul selesai, dan penonton menyambung tepuk tangan itu dengan meriah, plus komentar di sana-sini. Seru.
Andhika tampil setelah jeda sejenak. Aku sempat berbincang sedikit dengannya sebelum dia manggung. Nervous sedikit, katanya... tapi itu biasa kan? Semoga sukses, Dhika. Aku yakin, tak ada nada yang salah dia mainkan. Dia terlihat percaya diri di depan piano, tapi teteup... serius banget. Pas banget dengan baju warna gelap yang dia pakai malam itu. Serius, fokus, pastinya. Sorry ya, fotonya nggak begitu bagus.
Gaya berbusana para pianis kali ini sungguh sangat beragam. Ada yang berjas dan berdasi resmi, ada pula yang casual. Ada yang bergaya klasik romantis sesuai tema, dengan gaun malam one shoulder yang cantik, tapi ada pula yang tampil di panggung dengan bercelana pendek dan t-shirt berpadu vest saja. Begitu pun dengan musik yang mereka mainkan. Ada yang menghentak riang, ada yang lembut romantis, ada pula yang gagah bewibawa. Tapi semuanya indah. Overall, aku menikmati malam penuh musik indah itu, dan berharap dapat kesempatan nonton konser lain lagi (terutama karena gratis kali... hehe...).
Blogged with the Flock Browser

No comments:

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka