Monday, February 27, 2023

Buku-buku Masa Kecilku

Buku Bahasa Indonesia (Seri Ini Budi)


Sebagai anak bungsu, yang terpapar banyak pengaruh kakak-kakakku, rasanya aku sebetulnya sudah bisa membaca sejak sebelum masuk Sekolah Dasar. Ketika aku ingin membaca cerita di majalah Bobo, misalnya, aku tak bisa selalu menunggu kakak-kakakku untuk membacakannya untukku. Mungkin, ketika dibacakan itulah aku menyimak dan melihat deretan huruf  lalu tampak otomatis bisa saja.
Ketika masuk sekolah, rasanya tak sabar membaca teks di dalam buku-buku seri Ini Budi ini. Tapi sebagai anak yang belajar adab dan sopan santun kepada orang dewasa terutama guru, aku sok sabar aja mendengarkan penjelasan Bu Ida, guru kelas 1-ku di masa itu. Sesekali, aku ikut membimbing teman di sebelahku untuk membaca teks sederhana di dalam buku itu. 
Tak cukup punya uang untuk membeli buku-buku bacaan lain, aku pun sok-sokan melangkah lebih jauh dengnan menyenandungkan beberapa teks pendek di dalam buku itu menjadi lagu. Tak pernah kupublikasikan tentunya, karena hanya bermodal kepekaan nada saja tanpa berbekal kemampuan memainkan alat musik. Tapi hanya dengan begitu pun, aku merasa sudah cukup bahagia, bahwa Budi, Wati, Iwan dan Arman menemani masa kecilku hingga lancar membaca dan menulis. Tak lupa terima kasihku utnuk Bu Ida, guru kelas 1 dan kelas 3-ku yang dengan contoh tulisan indahnya di papan tulis, aku cenderung meniru. Ahem... di masa itu ya. Sekarang sih terlalu sibuk mengetik di keyboard maupun layar sentuk ponsel, tulisan tanganku sudah acak adut tak karuan bentuk. 

Longman Graded Reader Books

"Diah, kamu sekolah siang kan ya? Ikut ke British Council (Library) yu, besok!" Ajak Mbak Yayu, kakak sulungku. Ketika itu aku berumur 12 atau 13 tahun-an, masih baru jadi anak SMP.

"Ngapain aja emangnya di sana?"
"Ada banyak buku-buku cerita (ber)bahasa Inggris. Hayu lah, sambil nemenin."  

Pendek kata, aku ikut lah ke British Council Library. Di Jalan Lembong, waktu itu. Mbak Yayu perlu mencarai referensi buku untuk keperluan kuliahnya, sementara aku dibiarkan untuk eksplor buku-buku untuk anak di area easy reader. Di pertengahan tahun 1980-an, bisa dibilang aku baru mulai belajar Bahasa Inggris. Membaca teks berbahasa Inggris masih merupakan hal yang sulit. Lha aku baru belajar dasar-dasarnya saja dengan kosa kata standar. 

Kutemukan satu buku dari Penerbit Longman, untuk pembaca pemula dengan level 1. Kubuka lembar demi lembarnya. Kulihat gambar besar di setiap halaman dengan teks pendek menyertainya. Ketika kucoba untuk membaca dan ternyata mengerti, whoaaa... serasa sebuah bohlam menyala di kepalaku, memacu untuk membuka halaman berikutnya, membaca lebih banyak lagi. 
Betah sekali aku di sana. Dengan cepat, buku level 1 sudah habis kubaca. Lanjut level 2, sama menyenangkan rasanya. Level 3 dan berikutnya siap-siap jadi santapan berikutnya. Sesekali aku pun meminjam beberapa buku dari sana untuk dibaca di rumah. Aku pun tak lagi selalu bersama Mbak Yayu pergi ke sana. Naik angkot sambung menyambung, dilanjut sedikit jalan kaki, kujabani demi membaca buku-buku seru di perpustakaan itu. Terima kasih, Mbak Yayu, sudah mengenalkan aku pada kecintaan terhadap buku yang seru. 

Tuntunan Shalat Lengkap

Sepulang sekolah, anak-anak Kampung Bolero saling jemput dan mengajak main bersama. Anak-anak kelas 3 itu seru sekali bermain. Mulai petak umpet, loncat tinggi, sapintrong, atau permainan yang lebih kalem seperti congklak, beklen, atau sekedar ucing beling (menyembunyikan pecahan beling untuk ditemukan anak lain). Adzan ashar sudah terdengar. 1-2 anak berpamitan untuk pulang, mau shalat asar dulu.

"Tong waka enggeusan nya ulinna. Urang balik heula nya, sholat heula."

(Mainnya jangan dulu udahan yaa. Aku pulang sebentar ya, sholat dulu.)

"Tong lila nya. Ieu ulinna can beres."

(Jangan lama ya. Ini kan mainnya belum selesai.)

"Moal lila. Geus apal da bacaanna."

(Nggak akan lama. Bacaannya udah hapal kok.)

"Nya enggeus... urang ge balik heula sakeudeung. Sarua da, urang ge geus apal bacaan(sholat)na."

(Ya udah, aku juga pulang dulu sebentar. Sama kok, aku juga udah hapal bacaan(sholat)nya.)

Acara main di-pause sebentar. Tak lama kemudian kami berkumpul kembali untuk melanjutkan bermain. Aku juga tentu ikut pulang ke rumah, pura-pura sholat sebentar, ngebut, tapi bacaan sholatnya tak lengkap. Malu aku untuk mengakui bahwa aku masih terbata membaca bacaan sholat. 

Ketika disuruh mengaji di masjid, ada saja alasanku untuk pindah dari satu masjid ke masjid lainnya. Ustadznya nggak asik lah, teman-temannya ngeselin lah, padahal yang sejujurnya adalah aku tak mau terlihat atau ketahuan 'bodoh' dibanding yang lain. Ketika ada anak yang ngajinya lebih bagus dariku, aku pun mundur teratur, lalu mencari alasan untuk pindah mengaji ke masjid lain. 

Ada juga masanya ibu mencarikan guru ngaji untuk datang ke rumah, mengajari membaca alquran, termasuk mengajar bacaan sholat dan doa-doa. Tapi sebagai anak bungsu, giliranku kadang dilewat, atau dimaklum ketika aku belum hapal dengan sempurna, dengan dalih aku kan masih kecil... Bu guru ngaji merasa sudah puas ketika ketiga kakakku sudah sukses menyetorkan hapalan bacaan sholat dan doa-doa harian. Tinggallah aku terbata-bata, malu sendiri ketika teman-teman sebayaku sudah hapal dan lancar dengan bacaan sholat mereka.

Aku pun akhirnya belajar lagi, berbekal buku sederhana yang klasik ini. Kubaca berulang-ulang bacaan sholat semampu yang aku bisa, mulai dari doa iftitah yang panjang versi wajjahtu, lalu bacaan rukuk, i'tidal, sujud hingga tahiyat. Surat-surat pendek hanya beberapa saja yang kuhapal, tapi lumayan ajalah buat modal sholat sehari-hari mah. 
Setelah makin besar, tentu aku perlu belajar lagi bacaan sholat juga hapalan surat-surat pendek maupun ayat pilihan lainnya. Mendengar kajian ustadz di radio, menonton TV ataupun mendatangi majelis taklim untuk menyimak kajian secara langsung sesekali. Nambah ilmu puh harus, pastinya. Ohya, tentu saja ada lagi buku tuntunan sholat lain yang kubaca untuk memperluas wawasan ilmu, supaya tak mudah menyalahkan si ini atau si itu karena bacaan sholat atau gerakannya begini dan begitu.
Tiga buku di masa kecilku itu sangat berkesan dan punya makna besar bagiku. Pastinya membawa pengaruh positif yang terbawa hingga dewasa. Tulisan ini tadinya mau disetorkan untuk tantangan ngeblog mamah Gajah perdana di tahun 2023 ini, tapi sebagai deadliners garis keras, ah... ternyata aku kalah beradu dengan waktu. Deadline lewat dan... sudah tanggung nulis, ya diposting saja ya. Terima kasih lho sudah menyempatkan membaca sampai akhir.

2 comments:

fsrinurilla said...

Teh Diah, ku salfok dengan permainan masa kecilnya ehehe. Terutama yang bekelan dan congklak, favorit banget nih, dulu menangan ahahaha.

Lucu Teh, tulisan Teteh jadi bisa sambil membayangkan Teh Diah kecil ehehe.

Diah Utami said...

Teh Uril boleh coba mainan lainnya semisal kutikan, sendal, sapintrong dsb. Tapi kalo waktunya sholat asar, di-pause dulu yaa.
Itu ditulis berdasarkan kisah nyata. Bakal ada yang mau angkat ke layar lebar nggak yaa... 😅

Koleksi Memori