Saturday, October 30, 2010

Paranoid

Bertubi-tubi bencana melanda negeri ini. Belum lagi reda, berita tentang banjir bandang di Wasior Papua sana, bahkan bantuan belum lagi bisa diberikan sepenuhnya. Dari bagian barat dan tengah Nusantara, berita duka kembali terdengar.
Gunung Merapi meletus lagi. Kali ini geraknya tak terduga. Awan panas begitu cepat menerjang dan menyapu desa sekitar. Juru kunci Merapi pun termasuk ke dalam daftar korban yang meninggal. Semua mengingat mbak Maridjan, sang abdi yang setia dan amanah.
Sementara itu, Indonesia Barat tak luput dilanda gempa berkekuatan besar, yang disusul dengan tsunami, menyapu desa-desa di kepulauan Mentawai, hingga rata. Bantuan tak pula bisa disampaikan ke sana karena terkendala area yang sulit dijangkau. Belum lagi ancaman cuaca buruk yang diperkirakan akan melanda kawasan tersebut di dua-tiga hari mendatang. Allah... hanya dengan izin Allah bantuan itu bisa sampai ke tangan mereka yang saat ini sedang betul-betul membutuhkan.
Apa kabar, Indonesia? Terdengar kabar lagi bahwa gunung Papadayan pun aktivitasnya sedang meningkat. Status di-set menjadi waspada. Dan Papandayan itu relatif dekat lho dengan Bandung. Sedikit guncangan yang kurasa ketika berada di rumah membuatku siaga mendadak. Gempa-kah? Mungkin. Kulihat kursi goyang di dekatku berayun sendiri. Hiasan dinding pun bergerak ritmis. Kabarnya memang ada gempa (kecil) malam itu, entah pusat gempanya ada di mana. Gempa tempo hari itu terbilang kecil sih dibandingkan dengan gempa Mentawai yang mencapai skala Richter di atas 7. Tapi itu pun sudah cukup membuatku paranoid. Aku tidur dengan mengenakan kerudung dan menyiapkan tas berisi dokumen penting di samping bantal, siap dibawa sewaktu-waktu. Aku juga menyiapkan pakaian ganti yang selalu kubawa di mobil. Siap-siap ngungsi jika banjir menyerbu kawasan Bandung Selatan lagi. Paranoid abis deh... :p

Monday, October 25, 2010

Lomba Blog Sehat. Aku Ikut...!

Setelah tidak sukses di lomba blog depok, hmh... bahkan nggak lolos ke 10 besar, aku semangat lagi berburu info lomba berikutnya. Ada lomba blog posting internet sehat nih. Kupikir, hanya yang digagas oleh blogdetik dan telkomspeedy saja. Aku ngebut bikin dua blog posting yang ku-publish di blogdetik. Salah satunya lolos jadi hot blog. Senengnya... bikin rating blog-ku meningkat dong. Yuk... kalau mau ngasih komentar, masih boleh banget kok. Yang mau ikut partisipasi juga masih boleh. Deadline-nya masih lama, sampai Desember nanti. Infonya bisa dilihat di sini.
Eh... eh... ternyata ada satu lagi yang diselenggarakan oleh Telkomspeedy. Kupikir sama saja, karena persyaratannya nyaris sama persis. Ternyata itu adalah dua lomba blog yang berbeda, dan tenggatnya hari ini saja, 25 Oktober! Aku ngebut dong nyelesai-in tulisanku, dan di-posting selepas tengah malam tadi. Kali ini aku pasang di blog yang kukhususkan untuk ngebahas kebahasaan. Makanya gaya bahasanya relatif serius. Berani baca? Tolong kasih tahu aku, apakah bergaya serius itu selalu membosankan? Untuk memastikannya, silakan langsung ke langlangbahasa. Kasih komentar di sana ya... ;) Terima kasih :)

Monday, October 18, 2010

Statistik Blog-ku

Header blog Sketsamania
Aku mengelola banyak blog, mulai dari blog ini sebagai ajang curhat, Asa Bunga yang mengusung konsep hijau, dunia-batikmania yang bercerita tentang keseharianku sebagai guru, batikmania.wordpress yang kuupayakan konsisten untuk melatih bahasa Inggrisku. Sementara untuk bahasa Indonesia, aku punya bahasamania yang kuikutsertakan di ajang lomba blog tahun lalu. Tahun ini aku buat lagi blog bahasa yang baru, langlang bahasa
Statistik pengunjung Sketsamania
Walaupun sudah lama tak ku-update, ternyata blog bahasamania masih ada pengunjungnya. Satu blog lagi yang juga lama tak ku-update adalah sketsamania. Blog yang rencananya kupakai untuk mempublikasikan berbagai sketsa rancangan busana muslimku ini, sudah lama belum ku-update lagi. Tapi lagi-lagi, blog ini pun masih ada pengunjungnya. Senangnya... Jadi semangat nih untuk menulis dan menggambar lagi untuk blog itu ;) 

Handphone, How Are You, Today...?



Ini sudah kedua kalinya handphone-ku jadi korban abusive :p Mungkin memang salahku yang kurang bijak memakainya kali ya?  
Dulu, handphone pertamaku, antenanya patah dan bolak-balik perlu dikencangkan dengan selotip. Yang kedua, keypad-nya mrotol. Satu-satu berguguran, ompong. Dan kali ini, gara-gara seringkali overcharged, kayaknya. Battery pack-nya menggelembung sampai kuncinya tak kuat lagi menahan beban. Patahlah dia. Lagi-lagi, selotip hingga lakban harus kugunakan untuk menahan baterai supaya tetap di tempatnya, membuat handphone-ku bisa terus menyala. Dan baru dua hari yang lalu, panel penutup kabel charger, patah. lagi-lagi, selotip jadi solusinya. 
Maaf sayang, handphone-ku yang sudah berumur sekitar 6 tahun ini, mungkin memang sudah saatnya diganti. Nggak mau beli. Lagi keranjingan ikutan berbagai lomba berhadiah handphone atau uang, supaya bisa beli handphone baru tanpa mengotak-atik tabunganku. Hihi... Maunya ya? ;) Tapi... ngarep boleh dong... ;) ;)

Friday, October 15, 2010

Karena Seni Rupa ITB Juga

Narasi 'curhat' yang sebagiannya dipublikasikan di buku Mata Rantai Ganesha, database buku alumni ITB 90. Ide awalnya sama banget dengan Koko, dan ini kumodifikasi. Niatnya mau diluncurkan di buku MaRaGa itu, tapi ternyata gagal terkirim ke panitia pusat, jadilah kusimpan saja. Tapi terasa sayang, jadi kupublikasikan di sini saja ya. ;)
Tahun sembilanpuluh…
fotoku 20 tahun lalu, nongol di situ
Kami tidak masuk ITB lewat jalur UMPTN.
Tapi kami juga masuk lewat pintu sempit yang berdesakan, melalui seleksi persaingan yang tidak kalah ketat. Kartu seleksi UMFSRD yang kami bawa tidak membuat kami diperlakukan berbeda, karena kami warga ITB juga.
Kami tidak ikut OSKM.
Tapi kami juga kena dikerjain senior di dalam fakultas. Betul-betul orientasi studi yang sangat berguna. Bertemu dan berinteraksi dengan senior yang tidak pelit bagi-bagi ilmu, dan swasta(h) yang tidak pelit bagi-bagi hukuman. :p
Kami tidak kenal Kalkulus dan Logaritma. Tapi kami kenal si Kokom dan Arpan yang suka jadi model buat kita berlatih menggambar. Menjelajahi segenap kampus Ganesha untuk mencari objek gambar, mulai daun hingga kuda, hydrant hingga gedung perpustakaan. Menggambar di mana saja, mulai dari ruang studio hingga Taman Ganesha, dikomentari, ditontoni, dan disambangi mahasiswa sampai orang gila. Semuanya bermakna.
Imajinasi, kreativitas, logika dipadu tenaga. Beda suasana dengan masa SMA, kami sungguh-sungguh merasa jadi mahasiswa. Di ITB pula, bangga rasanya. Walaupun orang masih banyak salah-salah duga, lantas bertanya dengan ramahnya, “Sudah bikin lukisan apa saja?” Wuah… cappe deh… Padahal komunitas Seni Rupa, kan isinya bukan pelukis semata. 
Tanah liat hingga batu, bisa jadi media rupa. Cat dan lilin malam, bisa jadi sarana berkarya. Cutter dan pahat, sudah jadi mainan saja rasanya. Begadang sudah tak terhitung seringnya, untuk menyelesaikan tenggat tugas yang tak kunjung henti. Jika kantuk menyerang, cutter dan pahat pun bisa berbalik menyerang. Betadine, kapas dan perban sudah jadi kawan, bahkan UGD Borromeus pun akhirnya jadi tempat ‘kuliah’. Kampus kita, hm… luas sekali ya? ;)
Pasar Balubur menjadi mall terindah, kebun binatang dan penghuninya ikut menjadi saksi.
Tak ada laboratorium bagi kami, tapi kami punya studio untuk berkarya. Walau materi praktikum tak tersedia, kami happy-happy saja (walau kadang sedikit merana), ketika harus membeli crayon dan cat, penggaris ‘ajaib’ hingga cutter, atau ‘sekedar’ kuas yang harganya bisa bikin geleng-geleng kepala. Solusinya: pinjam pada teman saja –minta, tepatnya. Toh kami sama-sama warga Ganesha. :p
Kami sempat merasa minoritas di antara warna-warni jaket himpunan mahasiswa. Tapi kami malah bisa pakai jaket jeans belel. Bintang Merah dengan simbol Gajah cukup memberikan identitas, dan kami bangga karenanya, jadi bagian dari kampus Ganesha.
Sempat juga kami merasa bukan ITB.
Tapi merasa jadi bagian dari ITB lagi ketika daftar ulang bersama di Rektorat Taman Sari. Atau ketika menumpang kuliah di gedung tambang, saat kampus Seni Rupa sedang direnovasi. Atau pula ketika bergabung dalam unit kegiatan kampus, menonton bersama di LFM, berdiskusi seru di student center dan kantinnya, atau berbaur dalam shaf tertata di masjid Salman. Karena kami ITB juga.
Merasa ITB karena sejarah, Seni Rupa ada karena ITB ada.
Lapangan Aula Timur seakan mau bercerita banyak.
Lapangan tengah pun tak kalah ingin bicara, tempat kita biasa berpuisi sore di sana. Lapangan basket jadi saksi, saat pertandingan Ganesha cup diramaikan oleh teriakan mendukung Seni Rupa, dengan para supporter yang tak kalah gila, berdandan dengan pakaian norak warna-warni dan pom-pom boys yang gagah jelita, hingga dukun jadi-jadian yang berlagak menjampi-jampi. Tapi semua adalah teman kami, warga kampus ini.
Tak terasa, sudah 20 tahun serba-serbi kampus kami tinggalkan.
Yang dulu berambut lebat dan panjang, sekarang sudah menipis dan seadanya.
Kenangan seorang teman yang desersi dari opspek gara-gara rambut gondrongnya terancam dibuat botak untuk menunjukkan kekompakan angkatan, membuat kami teringat lagi padanya. Apa kabar kiranya teman-teman semua? Ayo ketemuan, di reuni 90-an.
Jaket Seblu, nggak bisa dikancingin lagi. Hihi...
Jaket kebanggaan masa lalu, apakah sudah pantas diwariskan kepada ponakan? Bukan karena out of date, tapi mungkin karena sudah tak muat gara-gara lingkar pingang yang semakin membesar. Tapi semangat kami masih sama, bermain dan bergembira, tetap berjiwa muda. Dan kenangan indah kuliah di kampus Ganesha, akan kami kenang selamanya, sampai kami tua nanti, sampai mati.
Untuk terus tersenyum sambil mengingat jiwa-jiwa eksentrik kawan-kawan FSRD’90.
Kebersamaan yang telah lewat dua puluh tahun membuat kami rindu saat pertama bertemu di tahun sembilan puluh.
Kami ada untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang lain, menambah keindahan dan menyelipkan bahasa rupa, bahasa yang paling universal yang dapat diterima semua pihak; pintar, bodoh, miskin dan kaya.
Belum banyak rasanya, karya yang kami persembahkan untuk negeri tercinta, walaupun ada beberapa karya seni, hingga karya berteknologi tinggi yang terlahir dari tangan kami yang terasah di kampus kebanggaan ini. Ada pula beberapa pemikiran yang kami kontribusikan, dedikasikan untuk generasi mendatang, semoga berguna. Dua puluh tahun telah berlalu sejak sembilan puluh kami bertemu, waktu sungguh cepat berlalu. Tapi kami masih ada, dan masih mampu berkarya tanpa pamrih, tidak peduli orang lain peduli.
Cinta kami pada ITB tak akan pernah pupus, dan kami akan terus ada untuk ITB. Sekarang dan esok hari, tulus murni tanpa basa basi. Untuk ITB, untuk sembilanpuluh, untuk bangsa dan negara, bahkan untuk dunia.
Bukan mimpi rasanya. Karena jejak kami ada di mana-mana, mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi ternama, di pelosok Indonesia hingga manca negara, tapi semuanya masih tetap satu nama, Indonesia. Dari Ganesha, untuk dunia!
Kami akan terus ada hingga akhir hayat. God with us all!

Tuesday, October 12, 2010

Setelah 20 Tahun Tak Bertemu...

9 Oktober 2010, kampus Ganesha ramai 2 kali lipat. Selain sibuk dengan persiapan Pasar Seni yang digelar di tanggal unik, 10-10-10, kampus Ganesha 10 juga 'diserbu' oleh 'gerombolan' kaos hijau, alumni 90 ITB. Ada event reuni akbar angkatan ini, dan aku senang termasuk salah satu di antaranya. 
Melihat teman-teman satu angkatan berkumpul bersama, wah... riuhnya. Banyak juga yang terbawa euphoria masa muda, pada narsis berfoto bersama. Di depan gerbang, di depan back drop acara, di selasar ruang kuliah, di tangga kampus, wah... pada intinya sih, di mana-mana. Nggak ada satu titik pun yang luput dari bidikan lensa kamera yang kami bawa. Kampus ITB sudah banyak berubah, ternyata, jadi kami asyik-asyik aja berfoto di mana-mana ;)
Pasukan hijau warnai kampus Ganesha, berfoto di mana-mana.
ITB jadi lautan hijau, warna kaos reuni yang kami kenakan di pagi hari. Tak ada rona cemas di hati kami, tak seperti 20 tahun lalu saat pertama kali resmi menjejakkan kaki di kampus Ganesha sebagai mahasiswa baru. Senyum ceria tampak di sana-sini, tulus bukan cuma tebar pesona seperti saat muda dulu. Jadi komunitas Ganesha, bangga tentunya, walau tebar pesona pun, apa gunanya? Lha wong pesona yang ditebar, ya... ke anak-anak kampus Ganesha juga. Sama saja kan? :p
Saat ini, 20 tahun sejak pertama kali kami bertemu, banyak wajah-wajah yang berubah. Wajah-wajah para pengusaha ataupun pembuat keputusan. Wajah-wajah pendidik maupun peneliti. Wajah-wajah yang telah matang ditempa pengalaman. Tapi satu-dua, ada juga wajah yang relatif tak berubah, sehingga sangat mudah dikenali. Semua berbaur bersama, sebagai alumnus ITB yang jaya. Viva ITB, in persevero progressio. Bersama dalam kemajuan yang berkelanjutan.

Koleksi Memori