Saturday, May 07, 2022

Ketupat Ketan Untuk Lebaran

Tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Mei ini adalah "Makanan Khas Kota Mamah". Duh... apa ya yang khas dari sini? Sebagai orang yang numpang hidup di Bandung hampir seumur hidup, aku nggak terlalu familier juga dengan kuliner Bandung. Lahir dari pasangan Jawa dan Tondano, selera di keluarga cukup beragam. Aku sendiri cenderung lebih suka gudeg dan makanan yang manis-manis, seperti seleranya bapak dan nggak ngikut seleranya ibu yang lebih suka ikan serta segala rica yang pedas-pedas. Lama tinggal di Bandung ternyata membuat ibu agak menurunkan standar kecintaannya pada masakan berbahan dasar ikan. Kenapakah? Katanya ikan di Bandung rata-rata tidak segar, akibat 'sudah mati 7 kali'. 🤣

Mengingat ini masih suasana lebaran, aku tuliskan serba sedikit memori tentang makanan khas Idul Fitri (dan Idul Adha) yang selalu ada di meja makan kami setiap tahun. Ketupat ketan, yang dimasak dengan santan. Lauknya bisa apa saja, sesuai usulan kami. Bisa rendang, opor ayam, gulai, kare, apapun lah, suka-suka saja.

Ketupat ketan dan lauknya. Bisa apa saja.
Ketika ibu masih ada, beliaulah yang selalu mengolah ketupat ketan ini. Kami anak-anaknya hanya membantu mengisi kulit ketupat dengan beras ketan yang sudah dicuci, dicampur sedikit santan dan ditaburi garam. Mengisi kulit ketupat harus di batas tiga perempat alias hampir penuh. Ibu selalu mengecek lagi hasil pekerjaan kami sebelum merebusnya dalam wajan atau panci besar berisi santan yang digarami lagi. Merebus ketupat ketan dalam santan tentu tak bisa ditinggal begitu saja seperti merebut ketupat beras. Rebusan harus terus dijaga, diaduk sesekali supaya santan tidak pecah. Itu pekerjaan yang dilakukan berjam-jam. Melelahkan tentunya. Setelah kenal dengan panci presto, ibu pun beralih menggunakannya untuk merebus ketupat. Cukup setengah jam saja setelah api dikecilkan dan hasilnya nggak jauh beda dengan ketupat yang dimasak dengan cara tradisional.

Ketupat ketan selalu jadi favoritku setiap tahun, dinanti-nanti keberadaannya karena rasanya yang gurih, beraroma sedap santan dengan tekstur yang kenyal. Apapun padanan lauknya, aku tak terlalu ambil pusing. Ketupatnya sendiri sudah enak kok. Mengingat kami adalah keluarga campuran dari dua suku yang berbeda, tak nampak dominasi suku tertentu di meja makan. Saling toleransi sajalah. Bapak juga nggak rewel kok soal makanan. Makan apapun, dibawa asik aja. Hal ini terbawa ke kami, anak-anaknya. Hayu, mau makan ketupat ketan pakai lauk apa? Setelah 1-2 hari lebaran, bosan dengan rendang atau opor ayam, ketupat ketan dimakan dengan abon saja pun jadilah.

Perdana memasak ketupat ketan hitam.

Setelah ibu meninggal dunia, tradisi memasak ketupat ketan dilanjutkan oleh kakak sulungku. Pernah di sebuah momen lebaran, kakakku ingin memasak ketupat memakai beras ketan hitam. Hmm...? Tidak biasa tapi ya kita turuti saja. Mengenai rasa, tak jauh berbeda dengan ketupat beras ketan putih. Cuma warnanya saja tampak eksotis.

Ketupat rice cooker vs presto.
Tradisi memasak ketupat ketan di setiap lebaran kulanjutkan setelah kakak sulungku berpulang. Aku tidak masak banyak-banyak karena aku tinggal sendiri saja. Kadang aku hanya memasak setengah kilo atau paling pol sekilo beras ketan (bisa jadi 12-14 buah ketupat berukuran sedang cenderung kecil) yang kubagi bersama kakak yang tinggal di komplek sebelah, atau dicicip teman yang berkunjung ke rumah. Tahun ini aku masak sekilo yang ternyata tidak muat di dalam panci presto imutku. Yuk bagi dua deh, sebagian kumasak di panci presto, sebagian lagi di rice cooker dengan mode memasak beras merah (sekitar 55 menit). Hasilnya? kurang lebih sama-lah.

Untuk mengabadikan tradisi hidangan lebaran ini, kubagikan langkah-langkah pembuatan ketupat ini di salah satu aplikasi memasak. Ternyata eh ternyata, ada web yang mengambil gambarku dan menyalin tulisan dari aplikasi memasak itu tanpa menyebut sumber. Untuk kali ini, aku tak akan mempermasalahkan deh... berprasangka baik saja karena ini adalah masalah tradisi, jadi dirasa pantas untuk dibagikan kembali. Kumaafkan lahir dan batin, semoga bermanfaat dan selamat menikmati ketupat ketan.

13 comments:

maymay said...

Ketupat ketan ini kalau di Malaysia disebutnya Ketupat Palas Teh, tapi kalau disini ukurannya kecil, segitiga, jadi ga usah dipotong-potong.

Unik juga tradisi keluarga Teh Diah, baru sekarang aku nemu ada yang masak ketupat ketan untuk Lebaran, kebayang enaknya dicocol sama rendang hehe.

Diah Utami said...

Iya Teh May. Jadi udah kebiasaan aja tiap lebaran mesti ada ketupat ketan. Lauk ya sih menyesuaikan dengan selera aja. Tahun kemarin saya pesan dendeng lado mudo ke warung masakan Padang buat temen makan ketupat. :)

Meta Utami said...

Waw, unik juga ya makan ketupat ketan. Kayanya kalau di masakan suku Minang, ini mirip lamang yang ditulis Teh Dini mungkin ya? Asyik Teh baca tulisannya😄

Diah Utami said...

Betul, Teh Meta. Memasak ketupat ketan ini mungkin tradisi 'orang seberang' ya. Makanya mirip dengan lamang di Sumatera. Tapi saya belum pernah makan ketupat ketan bersama tapai. Mungkin kapan-kapan mesti dicoba. ;)

Sri Nurilla said...

Teh Diah, membaca sejarah penyajian ketupat ketan setiap lebaran di dalam keluarga Teteh (tradisi), yang sudah dilakukan sejak dulu, membuat saya terharu.

Masya Allah, sampai sekarang pun Teh Diah melestarikan resep ini ya. :)

Saya belum pernah mencoba, tetapi membayangkan ketupat yang ada santannya, sudah terasa lezatnya Teh ehehe. :)

Unknown said...

Pernah nyoba yang bungkus ketupatnya pake daun pandan kah (bukan daun kelapa)😊

aitiiiy said...

Belum pernah lihat seumur2 yg pakai ketupat ketan hitam teh, hihi.. jd penasaran :D
Salfok sama paragraf terakhir, mudah2an jd amal jariyah aja ya tehh resepnya hehe

Diah Utami said...

@Teh Uril: Ini sedang berusaha melestarikan tradisi keluarga. Tapi memang enak sih, ketupat ketan. Setahun sekali atau 2 kali sih masih amaaan. ;)
@Teh Aity: Saya juga sekali-sekalinya bikin ketupat ketan hitam. Kayaknya ketan hitam sih lebih enak dijadiin camburan bubur kacang ijo aja. :D

Diah Utami said...

@Unknown (duh, maafkan, di sini tak terlihat identitasnya). Saya belum pernah coba ketupat pakai daun pandan. Tapi kebayang wangi pandan berpadu dengan santan. Gurih ya kayaknyaaa...

Yulianti said...

Salam kenal teh Diah. Tehh rasanya saya pernah juga berkunjung ke kerabat yang masakan idul fitrinya ketupat ketan+rendang enaak. Jadi ketupat ketan itu khas Jawa atau Tondano? Hehehe

Diah Utami said...

Salam kenal kembali, Teh Yulianti. Pertanyaannya menarik. Saya jadi mikir sendiri, sebetulnya ketupat ketan ini siapa/dari mana ya mulainya? Masih belum nemu sumber yang meyakinkan.

Yustika said...

Wah baru tau ada ketupat ketan sebagai makanan Idulfitri. Dalam benakku langsung terbayang lupis malahan hihi. Jadi pengen nyoba dipadu dengan beraneka lauk. Memorable banget ya Teh, apalagi mengingatkan pada ibu dan kakak.

Diah Utami said...

Hayu, Teh Yustika, cobain bikin ketupat ketan sekali-sekali. Obat penasaran ;) Buat saya siih, iya, ini sangat mengingatkan pada ibu dan kakak sulung yang dua-duanya sudah nggak ada. Ilmu masak ketupat ketannya, semoga jadi jariah buat mereka.

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka