Wednesday, July 10, 2024

Koleksi Memori

Berawal dari keingintahunan tentang kisah dan cerita di balik benda koleksi orang-orang, kuusung tema koleksi ini untuk menjadi salah satu tema tantangan MGN. Eh ternyata disambut dan jadi tema tantangan menulis blog posting di bulan Juli ini. Lha... kok aku jadi bingung sendiri, mau nulis tentang koleksi apa ya...? :D

Koleksi Klasik

Koleksi prangko peninggalan kakak.
Prangko merupakan salah satu benda koleksi yang kurasa bernilai klasik. Aku pun termasuk salah satu yang pernah mengoleksi prangko, ikut-ikutan kakakku... :p Beberapa album sudah kumiliki dengan koleksi prangko yang rata-rata kudapat dengan cara berkirim surat dengan sahabat pena (jadi dapat banyak prangko dari berbagai daerah), bertukar, atau minta. Hahaa... Aku jarang membeli prangko koleksi lama yang terkadang kulihat ada di emperan jalan -dan sekarang bisa didapat di berbagai e-commerce- tapi sesekali membeli prangko koleksi terbaru atau edisi khusus termasuk sampul hari pertama yang ujungnya tak pernah kupakai untuk berkirim surat tentunya, karena sayang. Di akhir tahun 90-an, 3 album prangkoku kubawa ke sekolah untuk kutunjukkan kepada murid-murid sebagai jejak sejarah filateli. Beberapa hari menginap di sekolah, eh... kok tahu-tahu menghilang aja itu album prangko beserta seluruh koleksinya. Kehilangan koleksi yang kukumpulkan sejak masih SD tentu ada rasa emosional juga siih, sedih pastinya, Tapi tak perlu nangis bombay juga, karena itu 'hanya' prangko. Sedih ya boleh juga, tapi ya sudahlah. Koleksiku juga nggak terlalu berharga sih kayaknya. Aku toh tak punya koleksi prangko langka (kayaknya). Hahaa... bukan kolektor militan juga siih...

Kalau berminat jadi kolektor militan atau minimal kolektor pranko beneran, bisa dong bergabung di Perkumpulan Penggemar Filateli Indonesia yang berdiri sejak tahun 1922 dan masih terus aktif hingga saat ini. Ragam kegiatannya banyak, bisa saling bertukar koleksi, ada pameran, workshop, termasuk sosialisasi untuk para filatelis yang baru mau bergabung dan masih bingung harus ngapain. Klub filateli ini juga punya banyak cabang di berbagai daerah. Setelah berkali-kali berganti nama, pada tahun 2022 namanya fix menjadi Penggemar Filateli Indonesia. Hingga saat ini jumlah anggotanya sudah mencapai angka sejuta filatelis. Untuk yang mau asik-asik melihat koleksi prangko bersejarah Indonesia, bisa berkunjung ke Museum Prangko yang ada di TMII-Jakarta. Selain itu di Bandung ada Museum Pos dan Giro yang terletak di area Gedung Sate. Museum ini bisa dikunjungi oleh siapa saja pada hari Senin hingga Sabtu pukul 09.00 - 16.00 WIB. Untuk berkunjung ke Museum ini pengunjung tidak dipungut biaya apapun. Aku sempat satu atau dua kali berkunjung ke museum ini bersama murid-murid sekolah tempatku mengajar dulu. Ada masanya museum bagi-bagi suvenir gratis kepada pengunjung, tapi pernah juga kami pulang dengan tangan hampa tapi hati dan memori penuh dengan ilmu baru.   

Koleksi Asik

Sebagian koleksi mug-ku. 
Selain prangko, aku juga suka mengoleksi gelas minum bergagang/mug. Mug berukuran kecil kudapat di supermarket dengan harga murah meriah. Mug keramik hitam elegan dengan bentuk hexagon kudapat di toko barang second juga dengan harga murah meriah. Beberapa mug lainnya kubeli dengan harga yang masuk akal dan masuk budget atau kudapat dari teman yang memang tahu kesukaanku mengumpulkan mug. Semuanya kusayang dan kueman-eman, sebagiannya didisplay tapi jarang sekali dipakai. Lama-lama... kupikir buat apa juga sih mengumpulkan mug kalau tak kunjung dipakai, hanya buat jadi penadah debu belaka, sementara untuk sehari-hari aku pakai mug dengan bentuk standar yang rata-rata adalah souvenir dari berbagai event, dengan sablonan atau cetakan yang sudah bocel di sana-sini. Kalau yang begini, aku tidak perlu pakai sayang-sayang untuk memakainya. Tapi mug yang begini bukan termasuk item koleksi yaa, walaupun hampir semua mug punya memorinya sendiri. 

Koleksi Antik

Sumber gambar di sini.

Hanya pernah kulihat di rumah orang lain. Koleksi barang antik berupa keramik-keramik bernilai tinggi. Ada guci, patung keramik, hingga ukiran batu mulia sekelas giok yang dibuat dalam jumlah terbatas bahkan mungkin cuma satu-satunya. Ada juga koleksi paketan keramik biru yang juga hanya kulihat di rumah orang lain. Mulai pajangan dinding, teko dan cangkir keramik, wadah saji, hingga kotak tissue dan lain sebagainya. Tampak elegan ketika muncul dalam satu tone warna begini. Bahkan sarung bantal di ruang tamunya pun (uhm... bukan keramik lah...) bernuansa biru-putih dengan desain klasik yang mirip lukisan/gambar pada keramik. Cantik. 

Koleksi Unik

Beberapa koleksi orang lain juga yang kurasa unik kutemukan di berbagai web, salah satu (atau tepatnya 10 di antaranya) kutemukan di sini. Ada yang mengoleksi bola bowling, bola golf dalam beragam bentuknya yang sudah mengalami asam garam kehidupan. Ada juga orang yang mengoleksi batu berbentuk hati, yang ditemukan di sana-sini dan terniat sekali mencari bentuk yang spesifik berupa hati dalam beragam ukuran, warna dan materi, yang semuanya batu alami. 

Koleksi lainnya yang tak kalah unik, salah satunya adalah mesin ketik. Ketika di masa kini orang tak lagi mengetik dengan mesin ketik jadul yang suara ketak-ketiknya bisa membangunkan seisi rumah, masih ada orang yang suka mengoleksi benda yang sudah layak jadi koleksi museum ini. Kamera atau pesawat telepon jadul pun ada lho yang mau mengoleksi, padahal sebagian anak-anak jaman sekarang bahkan tak tahu cara mengoperasikannya. Koleksi pasir dari berbagai pantai yang kemudian disusun dalam sebuah wadah tampak unik. Begitu pun dengan orang yang (mau-maunya) mengoleksi bola keciiil yang terdapat di ujung bolpoin. Buat apa, coba? Tapi yang lebih aneh menurutku adalah orang yang mengoleksi stiker dari buah pisang yang dibelinya dari supermarket. Humm, apakah itu menandakan jejak sejarah perpisangan di areanya? Menurutku sih, buat apa ya...? Tapiii kalau sudah jadi hobi, hal tak masuk akal pun bisa saja dikoleksi untuk menjadikannya sebagai memori.   

Koleksi Menarik

Satu lagi (atau beberapa) benda koleksiku yang cukup menarik, akan kuulas di sini. Bukan menarik-menarik amat siih... tapi lebih tepatnya menarik duit dari dompet/rekening. :p

Koleksi magnet kulkas asal tempel.
Koleksi magnet kulkas ada beberapa yang kutempel di dinding lemari es. Beberapa di antaranya kudapat dalam momen traveling yang sempat kulakukan bertahun lalu. Beberapa lainnya kudapat sebagai suvenir dari orangtua murid ketika mereka berlibur ke sana ke mari (banyaknya sih ke luar negeri, tentunya). Sisanya adalah magnet kulkas yang kudapat sebagai hadiah dari frozen food yang kubeli. Menarik? Nggak juga siih, cuma lumayan aja sih buat nutupin buriknya permukaan kulkas lungsuran dari kakakku ini.

Beberapa waktu lalu, ketika aku berkesempatan tinggal di Jepang selama 1,5 tahun, kusempatkan traveling ke beberapa tempat wisata. Kudapati di sana bahwa hampir di semua tempat wisata, stasiun kereta ataupun kantor lembaga memiliki cap/stempelnya sendiri. Kegiatan ini pun tentunya perlu dibarengi dengan menarik duit dari rekening untuk pergi ke sana ke mari, mencari lokasi stempel yang kadang agak tersembunyi, lalu mengecapnya di buku yang kita bawa atau kertas yang (sebetulnya tidak selalu) tersedia. Saat ini koleksi stempelku terkubur entah di mana, tapi masih ingin mengoleksi stempel beragam ukuran dan warna ini, terutama dari Hiroshima. Suatu saat kelak, sekiranya berkesempatan berkunjung ke sana, aku akan cari dan dapatkan stempel Hiroshima dengan landmark Monumen Bom Atomnya.

Sebagian koleksi kainku.
Satu koleksi lainnya yang juga kusuka adalah kain-kain tradisional Indonesia. Selain batik yang sudah kusuka sejak lama, aku juga suka dan kagum pada ragam kain tradisional Indonesia lainnya. Mengingat proses pembuatannya yang rata-rata masih buatan tangan bukan pabrikan, kain tradisional ini tentu bernilai cukup tinggi. Batik tulis yang perlu proses berbulan-bulan dalam proses pembuatannya dibandrol dengan harga mencapai jutaan. Kain kerawang dari Sulawesi Utara pun tak ada yang murah meriah. Harganya mulai enam puluhan ribu untuk sehelai kerudung segi empat hingga jutaan rupiah untuk setelai baju yang belum dijahit. Kain lurik dan tenun ikat pun sama-sama cantik dengan pola tenunnya masing-masing. Belum lagi jumputan, sasirangan, ulos hingga songket bersulam benang emas. Semuanya menarik ya... ingin kukoleksi, tapi juga akhirnya hampir tak kutemukan maknanya. Jika sekedar untuk dimiliki, hanya akan merendahkan arti, kecuali kukoleksi rapi lengkap dengan sejarah dan kisah mengenai kain-kain itu, menuliskan memori. 

Mengoleksi, dengan segala seninya, sejatinya tentu tak lepas dari merangkum kisah dan cerita tentang benda tersebut yang akan menjadi kenangan yang tersimpan dalam pikiran. Setiap item bisa kembali membawa kita ke suatu masa yang bermakna. Apakah itu reuni sekolah, atau mungkin pemberian dari seseorang yang punya tempat spesial di hati kita, bahkan mungkin 'sekedar' beli di suatu tempat yang pernah kita singgahi, hingga gratisan hasil datang ke kondangan. Semua punya arti yang akan mengaktivasi memori kita lagi. Kurasa... mengoleksi itu ada gunanya juga ya. Menuliskan ini pun menambahkan sebuah blog posting lagi dalam koleksi tulisan di blog ini, selain menjawab Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini. 

Thursday, June 27, 2024

Cinta Bumi (Tapi Masih) Setengah Hati

Simbol ekologi, diperkenalkan oleh Ron Cobb pada tahun 1969. Sumber: Wikipedia

Bulan April lalu, tepatnya tanggal 22, ditetapkan sebagai Hari Bumi, yaitu acara tahunan yang dirayakan di seluruh dunia untuk menunjukkan dukungan bagi perlindungan lingkungan. Hari Bumi dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet yang kita tinggali. Sebagai penduduk Bumi, sudah selayaknya kita menunjukkan kepedulian juga kecintaan terhadap Bumi yang sudah memberi begitu banyak kepada kita. Sebaiknya kita pun berterima kasih dengan cara merawatnya sesuai kemampuan.
Boleh nggak sih, ngaku-ngaku cinta Bumi tapi belum sepenuh hati? Harus kuakui, aku masih model orang seperti ini, yang nggak bisa bilang cinta mati lalu mengusahakan segala sesuatu demi Bumi. Well... katakanlah aku masih berproses, tapi aku peduli pada Bumi ini. (Mungkin belum sampai pada tahap cinta mati, tapi sungguhan... aku peduli pada Bumi ini).
Beberapa aksiku untuk menunjukkan rasa cintaku pada bumi, kupaparkan berikut ini. Hal-hal kecil yang bisa kulakukan untuk Bumi, sekiranya tidak terlalu merepotkan, tentu akan kulakukan. FYI, aku bukan orang yang akan sukarela mendaki gunung dan menyeberangi lautan untuk kemudian berkorban habis-habisan untuk orang yang kucinta. Enggaklah. Maaf-maaf, untuk bumi pun aku berlaku seperti itu.
Sebetulnya banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi tetap lestari. Sebutlah 3 hal mendasar ini dulu deh.

1. Memilah sampah organik dan non-organik
Memilah saja sih mudah, sebetulnya. Panduan pemilahan sampah bisa kita dapatkan dari sumber mana saja dan sungguh sangat mudah mengikuti arahannya. Sampah organik cukup banyak dihasilkan bahkan dari rumah tangga kecil semacam rumah yang kutinggali sendiri. Aku mengolah bahan makanan hampir setiap hari, tapi tentu tidak semuanya bisa dikonsumsi. Kulit buah dan sayur, tulang hingga sisa makanan bisa dipisah dari sampah kertas, plastik, dan bahan non-organik lainnya. Mudahlah itu... tapi apa langkah selanjutnya?
Kumpulan botol plastik untuk donasi.
Sempat aku menjadi nasabah bank sampah di lingkungan tempat tinggal, tapi biarpun jadwal menabung sebulan sekali, terkadang sampahku nggak banyak-banyak amat juga siih sehingga tabungan akhir tahun pun tak seberapa. Nggak masalah, sebetulnya, dan nggak berharap dapat uang banyak dari tabungan sampah, kecuali kalau rajin lagi memilah sesuai kategori dan spesifikasi sampah untuk dibuang/ditabung. Kalau rajin melepas label dari botol air kemasan, memisahkan botol dari tutupnya, harganya bisa lebih tinggi dibanding botol yang masih lengkap dengan tutup dan label merek. Tapi karena aku masih terkendala malas, akhirnya kukumpulkan saja beragam botol dengan labelnya -setelah kucuci bersih dan kukeringkan tentunya- lalu setelah terkumpul satu-dua kantong plastik besar, kubawa saja dalam mobil, berharap ketemu bapak pemulung di perjalanan untuk kudonasikan saja botol-botol beserta kardus atau plastik lainnya pada mereka. Aku senang karena rumah sedikit lega tanpa sampah, sementara mereka pun senang bisa mendapat barang untuk mereka jual tanpa perlu bersusah lelah mengorek timbunan sampah dari rumah ke rumah. Simbiosis mutualis kan...? 

2. Mendaur ulang sampah, baik organik maupun non-organik
Proses mendaur ulang tampak sederhana tapi memang perlu usaha lebih untuk istiqamah menjalani prosesnya. Pernah aku mencoba membuat cairan eco enzyme dari kulit buah, tapi seberapa banyak sih sampah rumah tangga yang dihasilkan oleh seorang Diah? Tidak banyak. Dan itu yang membuatku menjadi goyah. Ketika kemarin semangat, hari ini lemah. Ketika hari ini gagah, besok ternyata lelah. Proses meng-eco enzyme akhirnya berhenti di tengah jalan.
Tak beda jauh dengan itu, proses mengompos pun pernah pula kujalani. Tidak ada pekarangan atau lahan yang luas, kumanfaatkan area di taman belakang yang luasnya ala kadarnya. Aku tak punya komposter khusus untuk mengolah sampah organik, tapi masih punya semangat mengompos (walaupun timbul-tenggelam tak berkobar-kobar). Banyak cara mengenai cara mengompos, tinggal pilih sesuai kemampuan kita.
Aku mencoba menerapkan komposting sederhana dengan menimbun tanah dan sampah secara berlapis dalam kontainer kecil. Dibantu semprotan katalis dan taburan gabah ntuk mempercepat proses pembusukan sampah, dalam rentang waktu 2-3 bulan sampah sudah berubah menjadi kompos. Tapi rupanya ada yang lucu dengan proses kompostingku. Bukan kompos yang tercipta, tapi malah muncul tunas tanaman baru.
niat mengompos,
malah jadi tunas
Seperti nampak dalam foto, di latar belakang ada beberapa wadah dengan tanaman jagung yang sedang berjuang untuk tumbuh, sementara di bagian depan, ah... itu seharusnya jadi wadah berisi kompos. Tapi kenapa malah muncul tanaman-tanaman muda yang bahkan aku lupa tanaman apa itu. Mungkin pohon jeruk, dari sampah jeruk peras beberapa waktu lalu. 
Terkadang tak sempat langsung mengompos karena berbagai keterbatasan, sampah kumasukkan ke dalam wadah bersih lalu kusimpan di freezer selama beberapa waktu. Tapi sampai sekarang ada beberapa yang belum berubah posisi. Niat untuk mengompos masih ada, tapi semangat kurang membara.  

3. Menggunakan wadah yang bisa digunakan berulang kali
Beli bubur ayam di wadah sendiri.
Ketika aku pergi beli sarapan ke tukang bubur, lontong kari atau nasi kuning, kubiasakan membawa wadah sendiri. Lumayan lah sedikit mengurangi sampah plastik. Wadah thinwall yang kadang kudapat dari tetangga atau tenant makanan siap beli, kupakai lagi untuk wadah prep bahan makanan sebelum memasak atau tak jarang untuk menyimpan frozen food di lemari pendingin. Tampilan isi kulkas jadi terlihat rapi, enak dilihat. 
Selain membiasakan diri memakai wadah yang bisa diberulang kali digunakan, kubiasakan juga membawa kantong belanja ke mana-mana untuk mengurangi konsumsi kantong plastik. Kadang-kadang aku masih perlu siih, kantong plastik dari warung atau mini market untuk kupakai sebagai pembungkus sampah agar mudah diangkut oleh petugas kebersihan.

Belum banyak yang kulakukan sebagai wujud cinta untuk Bumi, tapi setidaknya langkah kecil ini akan cukup berarti jika dilakukan konsisten dengan lebih banyak penduduk bumi ikut partisipasi. Yuk bisa yuk... cintai bumi walau masih 'setengah hati'. Daripada nggak cinta sama sekali. Iya nggak...? 

Koleksi Memori