Baru selesai baca novel ini. Resensi tentang buku ini 'menjulang' banget, sampai aku tergoda untuk membelinya. Aku sudah baca novel kang Abik sebelumnya, Ayat-ayat Cinta. Minjem, nggak beli. Bagus. Makanya aku 'berani' mbeli buku karya kang Abik selanjutnya ini. Tapi rasanya, KCB ini 'nggak secantik' AaC. Alurnya pelan, agak terlalu banyak nggambarin suasana. Maksudnya mungkin untuk memberi gambaran mendetil kepada pembaca dan membuat logika cerita jadi terjaga. Tapi lama-lama jadi agak terganggu juga nih. Selain itu, ada beberapa kesalahan edit yang juga mengganggu. Lebih terganggu lagi dengan endingnya yang dibuat menggantung. Terpaksa nungguin edisi keduanya kan? hehe...
Tapi nilai-nilai positif dan pencerahan, kudapat juga di novel ini. Bahwa cinta tak mesti memiliki (sebetulnya ini issue yang sudah teramat biasa, tapi rasanya nggak pernah basi ya? walaupun diungkap gamblang oleh beberapa tokoh di dalam novel ini. Wow...!), namun cinta tertinggi adalah ketika kita berupaya meraih cinta Allah, Sang Pemilik dan Pencipta Cinta. Lebih tenang rasanya ketika 'diingatkan' oleh kang Abik melalui novel ini. Jazaakallah, akhi. Semoga dwilogi bagian keduanya lebih seru dari yang ini!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Hari Minggu pagi, pukul 3 dini hari, telefon berdering. Kupikir, pasti bukan kabar yang terlalu baik. Emergency, pasti. Pada intinya, kesimp...
-
Suatu siang di Kota Baru Parahyangan. Aku berada di kawasan niaga di tatar Ratnasasih. Kuparkir mobilku menghadap jalanan supaya memu...
-
Berawal dari keingintahunan tentang kisah dan cerita di balik benda koleksi orang-orang, kuusung tema koleksi ini untuk menjadi salah satu t...
No comments:
Post a Comment