Friday, September 08, 2006

KBM Lapangan Kelas 4

Kamis pagi sampe siang, pergi ke Wiyata Guna, kita. Sempat panik karena ada kabar para sopir jemputan mogok gara-gara ada masalah ketidaksepakatan finansial dengan pihak yayasan di hari-hari sebelumnya. Itu sih bukan urusan kita dong, tapi betul-betul bikin ketar-ketir.
Anak-anak udah nggak sabar pengen berangkat. Sejak jam 8 kurang, ada yang udah keliaran di luar kelas, padahal jadwal keberangkatan jam 8.30. Jadwal sudah kutulis dan kubagikan sehari sebelumnya. Alhamdulillah, Pak Nino dengan sigap mengambil alih pimpinan dan cuap-cuap di lapangan dengan megaphone, sementara aku mondar-mandir ke kantor SD, ke kantor Yayasan, ngurusin surat tugas, ngecek kelengkapan keberangkatan (semacam souvenir, hadiah-hadiah, sedikit sumbangan, etc), juga memastikan Pak Aswah jadi ikut berangkat dan sudah nyiapin LKS yang diminta. Bu Aas yang kebagian ngurusin konsumsi, kayaknya ok-ok aja dengan kerjaannya. Partnerku kelihatannya agak gagap nih, sampe akhirnya aku 'keras-kerasan' sama dia. Kubilang,"Saya masih harus ngurusin ini dan itu nih... Ibu deh yang ngurusin anak-anak di kelas!" Arrgh! Pak Jajang (dan akhirnya Pak Nino juga sebagai wali kelas-wali kelas) sempat kuajakin curhat kecil tentang (mungkin) aksi mogok para sopir. Alhamdulillah, kita semua akhirnya bisa berangkat juga walaupun sopir jemputan yang membawaku sedikit bermuka dua. Di depanku manis-manis, tapi di belakang kesal menggerutu juga (di depan anak-anak)
Di Wiyata Guna, acara berjalan ya... gitu deh. Lancar banget sih enggak, tapi nggak jelek juga kok. Guru-guru sih dapat kesan mendalam (kayaknya), tapi entah dengan anak-anak.

Beberapa tempat yang nggak sempat kita datangi saat survey akhirnya ‘terjamah’ juga. Subhanallah… tidak hanya seru, tapi memang betul-betul membuat kagum. Kecanggihan teknologi yang dipergunakan di sana tentu saja berbeda standar dengan yang biasa kita gunakan sehari-hari. Komputer ‘bicara’ bikin anak-anak (dan gurunya juga. Hehe…) terkagum-kagum. Kata yang mereka ketikkan di keyboard komputer bisa ‘dibaca’ dengan aksen inggris. Pronunciationnya nggak terlalu ‘kena’ sih, tapi tentu saja sangat membantu mereka yang tidak berkemampuan melihat untuk tahu apa yang telah mereka ketikkan. Selain itu, dengan fungsi tertentu, mereka bisa mengubah kata-kata itu jadi bentuk Braille. Begitu pula printernya, yang bisa secara otomatis mencetak kata atau kalimat dalam huruf latin langsung ke dalam bentuk Braille. Subarashii…!! Perangkat lunak dan kerasnya memang masih impor dan sangat mahal, tapi betul-betul sangat membantu mereka.

Jalan lagi, aku, bu Rika dan Ayang ketinggalan rombongan. Yang lain mengunjungi asrama, aku ‘nyasar’ ke lokasi lain. Tapi akhirnya ketemu lagi dengan rombongan. Jalan ke perpustakaan. Kita mengagumi alquran edisi Braille. Mata, sugoi…! Satu juz aja bisa satu buku besar! Tapi lebih hebat lagi, temen-temen di sana yang bisa ngapalin bahkan dengan ‘modal’ pendengaran aja. Subhanallah… Segala puji lagi-lagi hanya untuk-Nya yang memberi keseimbangan. Para tunanetra itu diberi kekurangan penglihatan, tapi justru diberi kelebihan lain yang sulit ditandingi orang ‘normal’ seperti kita (aku, tepatnya.) Fabiayyi aala-i Robbikumaa tukadzdzibaan.

Selepas jalan-jalan keliling kompleks Wiyata Guna, kita ngumpul lagi di aula, lalu ngadain game kecil yang nggak terlalu seru sih, soalnya akhirnya mbikin kita nggak bisa berbaur, dan… masalahnya mesti pake pegang-pegangan. Aku risih aja. Kalo anak-anak sih kayaknya takut. Haha…! Habis itu kita sempat ngewawancara mereka. Beberapa anak seperti Ovi dengan cukup percaya diri dan empati, bertanya ini-itu pada mereka, sedangkan yang lainnya terlihat menahan diri, segan dan nggak tahu mesti gimana.

Kita ikut shalat di masjid kompleks Wiyata Guna yang akhirnya penuh banget dengan rombongan dari Salman. Bikin penuh dan bikin ribut. Waduh…! Bikin malu banget deh. Dimulai dari satu-dua orang yang batuk beneran, lalu sambung-menyambung deh dengan yang batuk jadi-jadian. Aku aja terganggu, apalagi mereka, para tuna netra yang telinganya jadi ‘tajam’ sekali. Dua orang anak laki-laki di barisan tengah malah ribut saling injak kaki temannya. Pak Jajang sampai mbatalin shalatnya untuk melerai mereka. Di sekolah, anak-anak putra dikumpulin deh dan diberi wejangan. Sesi keputraan pertama? Haha… Aku ikut nimbrung karena ‘anak-anakku’ kan nggak punya bapak. Selain itu, sok ketua level aja, aku pengen tahu, anak-anak itu bakalan diapain. Aku juga pengennya sih marahin mereka. Tapi rupanya pak Nino sangat bijak. Hari itu dia shaum, jadi dia bilang dia nggak mau marah. Anak-anak ‘tersentuh’ deh kayaknya. Aku sendiri juga ‘tersentuh’ nih. Satu hal yang disampaikan Pak Nino adalah bahwa mungkin kita, guru-gurunya yang belum optimal menanamkan pendidikan dan pengertian kepada anak-anak itu. Mudah-mudahan nggak terjadi di waktu dan tempat yang lain.

Sorenya, sesi belajar berlangsung seperti biasa. Mr. T yang mestinya ngajar di kelas 4B, ternyata ‘menghilang’. Pak Nino mempertanyakan hal itu padaku sebagai guru piket. Gila! Capek juga nih gue hari ini, mana lapar lagi, belum makan. Setelah bolak-balik sana-sini bahkan sampe ngadu ke wakur, aku akhirnya ngisi sesi belajar di kelas 4B. Praktek nyanyi sambil aku iringi dengan gitar (minta Loudra mbawain dari ruang guru).

4 comments:

Rosita said...

hi buuu, aku dah balik prajab. main donk ke kosan

zuki said...

sabar ... sabar ... :)

Diah Utami said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Diah Utami said...

@Ita, ayo... kapan-kapan main (atau serius) dan ngobrol-ngobrol lagi ya. Diskusi ah, biar kelihatan 'agak intelek'. hehe...
@bang Zuki. Sabar... iya. doakan ya. hhh.

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka