Tuesday, September 30, 2008

Selamat Idul Fitri

Assalaamu'alaikum wr.wb.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H.
Semoga keberkahan Allah SWT terlimpahkan kepada kita semua.
Syawal, bulan baru, semoga jadi awal yang baru pula bagi kita untuk menapaki hari-hari selanjutnya dengan semangat baru. Melupakan kesalahan dan memulai dengan catatan amalan yang baru pula, yang bersih dari selisih paham dan segala praduga.
Semoga Allah SWT menerima amalan shaum kita, dan berkenan menuntun kita kembali kepada fitrah. Dituntun-Nya pula kita untuk selalu istiqamah di jalan-Nya, saling menasihati dalam kebaikan dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran. Amiin.
TaqabbalaLLaahu minna wa minkum taqabbal yaa kariim.
Wassalaamu’alaikum wr.wb.

Saturday, September 20, 2008

Quote of the Day

Confidence is contagious. So is lack of confidence.
Vince Lombardi

Ubahlah Bersama Allah (3)

Oleh Yusuf Mansur
(Dikutip dari rubrik Hikmah, Republika.co.id)

Berani menerima tantangan untuk berubah, insya Allah kita akan berubah.
Allah 'menantang' kita untuk memberikan balik rezeki yang diberikan-Nya untuk Allah (baca: bersedekah). Sesiapa yang bersedia memberi, Allah menyediakan penggantinya; yang lebih banyak, yang lebih baik. Sayang, tidak semua orang berani menerima tantangan-Nya, dan karenanya pula tidak semua bisa menikmati janji Allah.
Juga dalam hal tantangan shalat. Allah tunggu kita di penghujung malam. Sesiapa yang bisa bangun malam, Allah janjikan perubahan derajat, naik ke derajat yang lebih tinggi. Sayang juga, tidak semua orang tahu lalu bersedia bangun malam. Sebagaimana tidak semua orang tahu tentang sedekah lalu berani bersedekah. Khususnya sedekah yang terbaik.
Petugas keamanan yang kita angkat kisahnya sebagai ''orang-orang yang berubah bersama Allah,'' menerima tantangan ini. Di tulisan yang terdahulu, saya membacakan ayat-ayat Allah padanya; ayat-ayat tentang shalat dan sedekah.
Subhanallah, sekuriti ini menyambut tantangan tersebut. ''Innamal mu'minuunal ladziina idzaa dzukirallaahu wajilat quluubuhum'', sesungguhnya mereka yang beriman ialah yang ketika diingatkan akan ayat-ayat Allah bergetar hatinya.''
Maka, ia siap kasbon gaji bulan depan dan disedekahkan. Dia tidak pasrah pada janji Allah, tapi yakin pada janji itu.
Shalatnya juga dibenahi. Ia menjaga supaya shalat dilakukan berjamaah, ada qabliyah ba'diyah, dan sebisa mungkin melakukan duha, tahajud, dan witir. Saya menambahkan satu hadis, ''Awtiruu, witirlah kalian fa-illam tawtiruu, barang siapa yang tidak witir, falaisan minnii, maka ia bukan dari golonganku.'' (Muttafaq 'Alaih).
Pembaca Republika yang dirahmati Allah, insya Allah kita akan menemukan jawaban ''Berubah Bersama Allah'' ini pekan depan. Kita akan menemukan jawaban bahwa janji Allah itu benar adanya.

Quote of the Day

But we're all so different, we're different ages; we're not vying for the same roles. There's no competition, there's really kind of a sisterhood, on and off the set, you know?
Jeanne Tripplehorn

Friday, September 19, 2008

My "Twin" Sisters

Di sekolah tempatku mengajar sekarang, ada 3 orang yang seringkali 'dituduh' mirip denganku. Ayo, coba kita 'samakan' wajah. ;)
Yang pertama, Reni Rokayah. Kita dekat, dan perawakan kita mirip sekali, terutama dari belakang, dan dilihat jarak jauh pula. Haha...! Pernah kejadian, dia berdiri di 'jembatan' penghubung gedung Irsyad dan halaman luar, dan teman-teman guru menyangka itu adalah aku. Ketika mereka menyadari bahwa aku ada di ruangan yang sama dengan mereka, maka tentu saja mereka perlu meng-konfirmasi ulang. Nah... Diah yang 'asli' ada di sini lho... ;)
Yang kedua, bu Sri Relawati. Dia konselor di sekolah kami. Katanya... wajah kami, pola pikir kami, perawakan kami, mirip satu sama lain. Aku sampai pernah disangka akan makan dua kali, karena anak-anak sudah melihat "aku" makan, dan aku datang 'lagi' ke ruang makan, mengambil piring, siap-siap untuk makan. Ketika seorang anak mengkonfirmasi, "Bu, bukannya ibu sudah makan?" tanyanya dengan heran. Kali dia pikir, si ibu nih kelaparan banget kali ya, mentang-mentang kurus, mau makan banyak berkali-kali. Hehe... Ketika bu Sri ternyata masih ada di seberang ruangan, kupastikan bahwa yang sudah makan tuh dia, bukan aku. Anak itu akhirnya percaya, walaupun kulihat masih ada aura "aneh tapi nyata" di mukanya. ;)
Yang ketiga, Irna Melani. Dia adalah seorang guru yang ditempatkan di pre-school, lulusan departemen bahasa Inggris UPI. Kabarnya... kita mirip sekali. Ah... masa iya...? Are we really look alike to each other?

Quote of the Day

A good film is when the price of the dinner, the theatre admission and the babysitter were worth it.
Alfred Hitchcock

Thursday, September 11, 2008

Denias, Senandung di Atas Awan

Baru nonton Denias beberapa waktu lalu. Ketinggalan banget ya? Keindahan film ini sudah jadi pembicaraan hangat berbulan lalu. Aku nggak sempat nonton di bioskop, juga tidak menyempatkan untuk mencari VCD-nya. Tapi beberapa hari yang lalu, seorang teman membawa VCD "Denias" untuk diputar di kelas, sebagai referensi sebuah sesi pelajaran di depan murid. Nggak mau ketinggalan kesempatan, aku pinjem VCD Denias untuk kutonton di rumah. Boleh dong...
Pendek kata, aku nonton film itu, dan terpukau... Film yang dibuat berdasarkan kisah nyata ini memang cantik. Kisahnya sarat makna, penuh perjuangan untuk melakukan upaya optimal agar bisa terus bersekolah, meraih kesempatan terbaik yang bisa didapat. Selain itu, gambar pemandangan alam yang ditangkap kamera juga sungguh-sungguh indah. Alam yang masih segar, seringkali berhias pelangi yang melengkung indah, menghias langit. Cantik... sekali. Para pemeran juga kurasa cukup optimal. Overall, ini film bagus deh. Dengar-dengar, malah akan diikutsertakan di festival film Cannes (eh, atau Oscar ya? Sebagai peserta film asing.) Semoga lolos. Asyik juga kan, kalau ada film Indonesia di ajang film internasional begitu. Kalau menang, wah... lebih asyik lagi. Salam buat Denias. ;)

Monday, September 08, 2008

Reuni 'Alumni' Salman Al Farisi (part 2)

Bertajuk "Buka Puasa Bersama", Ahad lalu kita berenam, para 'alumni' Salman Al Farisi, janjian lagi untuk ketemu. Dengan 'formasi' baru. ;) Masih bu Ismi yang punya ide. Katanya, sebelum balik ke Padang untuk ketemu dengan bebek-bebek peliharaan yang dikangeninya (yang sebagian telah dijual oleh sang ibunda. hiks), dia mau ketemu dulu sama bebek-bebek Bandung. HEY! Bukan bebek, tapi gadis-gadis Bandung... ;)
Kali ini acara diselenggarakan di rumah salah seorang calon alumni (hehe...), bu Tia tea. Bu Tika sang pengantin baru yang tadinya sudah konfirmasi mau ikut, ternyata di saat-saat terakhir menyatakan mundur. Minder kali, bergabung dengan gadis-gadis. ;) 'Posisinya' digantikan oleh bu Jana, plus satu 'anggota' tambahan, Dijah. Sisanya, aku, Intan dan Umi yang asli alumni. ;) (Ih, banyak banget ya kedip-kedipannya?)
Buka bersama kali ini, dengan menu rumahan yang hm... asyik banget. Dimulai dengan minum air bening, icip-icip gehu buatan mamanya bu Tia, disambung dengan cireng isi kacang pedas. Wah... enak!!! Setelah itu, diseling dengan sop buah yang segar. Semangkuk besar! Sudah cukup kenyang tuh.
Setelah shalat maghrib, makan nasi dengan lauk capcay, ayam suwir dan emping jumbo. Alhamdulillah... nikmat. Di sela-sela berbagai topik pembicaraan, mulai yang ringan, yang lucu, yang serius, sampai yang horor. Wah... lengkap deh. Ketika akhirnya kami melirik jam, waduh!! Ternyata sudah jam setengah sembilan-an. Bulan Ramadhan begini mah, jam malamnya "Cinderella" mundur lebih awal, bukan tengah malam lagi. ;) Makanya kami kemudian bergegas pamitan pulang. Terima kasih atas semuanya. Rencana reuni alumni Salman pasca-lebaran pun, kudengar sedang dalam tahap perencanaan, akan segera dilaksanakan. Insya Allah. Dengan peserta alumni tak terbatas pada gadis-gadis ;), melainkan ibu-ibu yang sudah menikah dan berputra, bapak-bapak yang berdinas jauh dan dekat, kalau berkesempatan datang, kayaknya akan senang sekali bisa ketemu dan berbincang lagi dengan semuanya. Looking forward for that occasion. ;)

Friday, September 05, 2008

Tuesday, September 02, 2008

Hafalan Shalat Delisa

'Kedahsyatan' buku ini sudah kudengar lama. Cuma aku kok belum tergerak untuk membacanya, bahkan samapai aku 'memaksakan diri' membeli buku ini di pameran buku bandung beberapa waktu yang lalu (biasa... kalo di pameran buku kan dapat diskon lumayan besar. ;)) Kurasa aneh saja. Kok hafalan shalat ya? Sementara selama 10 tahun lebih aku mengajar di sekolah Islam, aku biasa mengetes hafalan surat (surat pendek di dalam juz amma) anak-anak. Lha ini, kok hafalan shalat? Tentu saja pertanyaan itu terjawab tak lama setelah aku mulai membaca lembar demi lembar buku novel yang ditulis berdasarkan peristiwa besar di bumi Nangroe Aceh Darussalaam itu 4 tahun berselang. Gempa besar yang disusul dengan tsunami raksasa, yang memporakporandakan wilayah paling barat Indonesia itu, juga beberapa wilayah lain di sekitarnya.
Kupikir, ini adalah buku yang bagus. Bukan karena berkali-kali aku menyusut air mata saat membaca lark-larik kalimat dalam buku ini (lagian, itu mah karena aku emang cengeng aja... :p) Sebetulnya, jalan ceritanya sudah bisa ditebak, yang diwarnai dengan 'kebetulan' di sana-sini, tapi penuturan alias gaya berkisah pengarangnya ikut membawaku hanyut menyusuri kisah Delisa kecil. Ditambah lagi dengan beberapa 'catatan kaki' yang merupakan bisikan hati sang pengarang sendiri, mengomentari berbagai kejadian yang menimpa Delisa. Di beberapa tempat, terasa menusuk hatiku sendiri, tajam, telak. Mengingatkan diri akan arti hidup, untuk memaknai semua langkah dan ucap, untuk lebih memahami arti bacaan dan gerakan shalat yang kulakukan selama ini, unduk lebih sadar menyiapkan diri sebagai bekal menghadapi kematian nanti. Kematian yang niscaya adanya. Belajar untuk lebih ikhlas, menjalani dan menerima semua takdir yang disiapkan-Nya untuk kita. Belajar lagi untuk lebih mensyukuri segala nikmat, dan lebih bersabar saat kita belum bisa mendapatkan apa yang kita inginkan (toh belum tentu apa yang kita inginkan itu baik untuk kita). Allah telah menyiapkan skenario terbaik untuk kita 'perankan'. Maka berperan all out saja, tak perlu mengharap piala citra atau apapun. Tapi yakini bahwa Allah telah menyiapkan skenario berikutnya, yang lebih baik untuk kita, yang lebih menantang, tentunya, untuk menguji 'kemampuan akting' kita (mohon dibaca bahwa frase itu sasengaja kuletakkan dalam tanda petik, karena sejatinya hidup ini bukan sekedar akting). Kelak, Allah juga menyediakan piala terindah, hikmah besar di balik semua kejadian yang kita alami. Insya Allah. Takdir Allah tak pernah salah, karena Dia sebaik-baik Pembuat Rencana.

Quote of the Day

Don't marry the person you think you can live with; marry only the individual you think you can't live without.
James C. Dobson

My Best Friend’s Wedding

Tika, salah satu dari teman terdekatku, menikah di hari Minggu, 24 Agustus ini (akhir bulan. sigh...) Sejak malam sebelumnya, aku, Umi dan Intan yang sama-sama menginap di rumah saling bertukar cerita. Seru! Selain membahas kisah Tika dengan calon suaminya, tentu (saat itu kan masih calon suami...) sampai lewat tengah malam. Wow...! Nggak peduli biarpun kereta Cinderela sudah berubah menjadi labu kembali. Hehe...
Paginya, bangun tidur dan sarapan, cerita masih disambung lagi. Nggak kalah seru. Jam setengah sembilan, kita siap berangkat. Akad nikah direncanakan akan diselenggarakan pukul 9. Kami datang tepat waktu. Sebagian teman-teman dari Salman pun baru saja datang, sementara yang lain justru tak bisa hadir karena sedang sibuk dengan kegiatan SuperCamp untuk anak-anak kelas 3-5.
Sebelum akad nikah, aku diizinkan menyelinap ke kamar pengantin untuk menemui pengantin putri yang sudah hampir selesai didandani. Caaantiiiik sekali. Manglingi, kata orang Jawa. Tak kulewatkan, sesi foto bersama calon pengantin putri dalam tampilan terbaiknya, sebelum nanti berlinangan air mata (kayaknya... Lagian, ini mah aku aja kali yang narsis difoto. Haha...!)Akad nikah berlangsung di masjid dekat rumah. Khidmat. Dilangsungkan dengan bahasa Sunda halus. Tanpa banyak pernak-pernik acara, bahkan tanpa pembacaan shigat taklik (?) maupun khutbah nikah. Hanya tanya-jawab antara petugas KUA dengan kedua calon mempelai, wali dan saksi-saksi untuk memastikan kebenaran data.
Menjelang akad nikah, kulihat kedua calon mempelai sangat tenang merapal berbagai dzikir dan doa, terlihat dari gerak bibir mereka.
Saat tiba pembacaan ijab qabul, lancar diucapkan mempelai pria walau sedikit tergesa. Sementara aku nyaris berlarian ke sana ke mari di dalam masjid, berusaha mencari angle terbaik untuk mengabadikan moment terpenting dalam kehidupan Tika, salah satu teman terbaikku.
Sah. Mereka telah resmi menjadi suami istri. Tika dan Teten. Alhamdulillah. Barakallaahu lakum. Doa bersama kemudian dilanjut dengan serah-terima mahar. Insiden yang cukup menggelikan terjadi. Setelah mempelai putri mencium tangan suaminya, sang suami rupanya ingin melanjutkan dengan mengecup pipi istrinya, namun ragu mencegah geraknya. Dua kali terjadi, berujung batal. Hadirin tak kuasa menahan senyum lebar hingga sedikit senyum geli pecah di sana-sini. Kedua mempelai tersipu malu.
Senyum berubah tangis ketika prosesi sungkeman pada keluarga berlangsung. Tika adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Perempuan sendiri, dengan jarak usia terpaut jauh dari kakak-kakaknya. Ayah mereka meninggal dunia pada saat usia Tika barulah 2 tahun. Pernikahan ini tentu jadi momen yang sangat dinanti oleh sang ibunda yang memang sudah sepuh. Isak tangis mewarnai prosesi sungkeman itu. Setelah itu, ucapan selamat dari rekan dan kerabat. Aku, ternyata tak kuasa menahan turunnya air mata. Bahagia untuk Tika. (Padahal, emang akunya juga sih yang sentimentil, gampang nangis. Hehe...)

Monday, September 01, 2008

Quote of the Day

We must respect the other fellow's religion, but only in the sense and to the extent that we respect his theory that his wife is beautiful and his children smart.
H. L. Mencken

Ramadhan Mubarak

Mengawali satu bulan baru dengan basmalah. Selamat menunaikan ibadah shaum di bulan mulia ini, bulan Ramadhan bulan penuh berkah. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kelapangan bagi kita semua agar tetap sehat dan semangat menjalani ibadah khusus bagi-Nya ini. Semoga dilimpahi-Nya kita dengan barakah berlimpah, hingga kelak kita menjadi manusia yang lebih baik di penghujung bulan ini, menyambut datangnya kemenangan di Syawal yang gemilang.
Mohon maaf lahir dan batin atas segala ucapan dan tingkah laku, bahkan lintasan pikiran yang terkadang mengotori hati. Ramadhan Mubarak.

Koleksi Memori