Tuesday, September 02, 2008

My Best Friend’s Wedding

Tika, salah satu dari teman terdekatku, menikah di hari Minggu, 24 Agustus ini (akhir bulan. sigh...) Sejak malam sebelumnya, aku, Umi dan Intan yang sama-sama menginap di rumah saling bertukar cerita. Seru! Selain membahas kisah Tika dengan calon suaminya, tentu (saat itu kan masih calon suami...) sampai lewat tengah malam. Wow...! Nggak peduli biarpun kereta Cinderela sudah berubah menjadi labu kembali. Hehe...
Paginya, bangun tidur dan sarapan, cerita masih disambung lagi. Nggak kalah seru. Jam setengah sembilan, kita siap berangkat. Akad nikah direncanakan akan diselenggarakan pukul 9. Kami datang tepat waktu. Sebagian teman-teman dari Salman pun baru saja datang, sementara yang lain justru tak bisa hadir karena sedang sibuk dengan kegiatan SuperCamp untuk anak-anak kelas 3-5.
Sebelum akad nikah, aku diizinkan menyelinap ke kamar pengantin untuk menemui pengantin putri yang sudah hampir selesai didandani. Caaantiiiik sekali. Manglingi, kata orang Jawa. Tak kulewatkan, sesi foto bersama calon pengantin putri dalam tampilan terbaiknya, sebelum nanti berlinangan air mata (kayaknya... Lagian, ini mah aku aja kali yang narsis difoto. Haha...!)Akad nikah berlangsung di masjid dekat rumah. Khidmat. Dilangsungkan dengan bahasa Sunda halus. Tanpa banyak pernak-pernik acara, bahkan tanpa pembacaan shigat taklik (?) maupun khutbah nikah. Hanya tanya-jawab antara petugas KUA dengan kedua calon mempelai, wali dan saksi-saksi untuk memastikan kebenaran data.
Menjelang akad nikah, kulihat kedua calon mempelai sangat tenang merapal berbagai dzikir dan doa, terlihat dari gerak bibir mereka.
Saat tiba pembacaan ijab qabul, lancar diucapkan mempelai pria walau sedikit tergesa. Sementara aku nyaris berlarian ke sana ke mari di dalam masjid, berusaha mencari angle terbaik untuk mengabadikan moment terpenting dalam kehidupan Tika, salah satu teman terbaikku.
Sah. Mereka telah resmi menjadi suami istri. Tika dan Teten. Alhamdulillah. Barakallaahu lakum. Doa bersama kemudian dilanjut dengan serah-terima mahar. Insiden yang cukup menggelikan terjadi. Setelah mempelai putri mencium tangan suaminya, sang suami rupanya ingin melanjutkan dengan mengecup pipi istrinya, namun ragu mencegah geraknya. Dua kali terjadi, berujung batal. Hadirin tak kuasa menahan senyum lebar hingga sedikit senyum geli pecah di sana-sini. Kedua mempelai tersipu malu.
Senyum berubah tangis ketika prosesi sungkeman pada keluarga berlangsung. Tika adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Perempuan sendiri, dengan jarak usia terpaut jauh dari kakak-kakaknya. Ayah mereka meninggal dunia pada saat usia Tika barulah 2 tahun. Pernikahan ini tentu jadi momen yang sangat dinanti oleh sang ibunda yang memang sudah sepuh. Isak tangis mewarnai prosesi sungkeman itu. Setelah itu, ucapan selamat dari rekan dan kerabat. Aku, ternyata tak kuasa menahan turunnya air mata. Bahagia untuk Tika. (Padahal, emang akunya juga sih yang sentimentil, gampang nangis. Hehe...)

2 comments:

Diana said...

Barakallahu lakum utk sohibmu ya mbak. Ehm, kpn nyusul sayang? Doaku selalu untukmu, tulus...

Diah Utami said...

Amiin. Terima kasih ya, mbak Diana. Siapa tahu, doa dari mbak Diana di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini yang akan diijabah oleh Allah SWT. ;)

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka