Sabtu, 16 Juni 2007. Sejak pagi menjelang siang, sampe malam menjelang, aku bareng bu Tika. Ke Salman dulu, menggarap lanjutan laporan naratif buat anak-anak kelas 1. 1A, selesai. 1B setengah jalan. Berlanjut bincang-bincang dengan beberapa guru di sekolah, aku nggak makan siang di sekolah (emangnya aku masih di-jatah-in?), akhirnya pergi makan bareng bu Tika dan bu Tia.
Sore, mampir dulu di masjid Salman, numpang shalat ashar, lalu ke Rabbani, nyari kerudung kaos. Aku beli satu, yang warna biru tua, setelah milih-milih cukup lama juga. Sementara bu Tika beli satu kerudung sifon putih. Shalat maghrib di mushala Rabbani, lalu kita berniat pulang.
Ketika kuambil tas di tempat penitipan tas, kulihat handphone-ku berisi 1 pesan baru dan 6 miscall dari ibu. Pesan dari mbak Yayu,"D, tlg doain. Sam dtk jantungnya ga kedeteksi sama aku" DEG!!! Kaget juga. Kutelfon ibu, tadinya mau minta beliau menelfon balik, karena pulsaku sudah di ambang kritis. Tahu-tahu ibu dengan suara tegasnya menyuruhku untuk segera pulang dan berkemas untuk pergi ke Depok karena mas Samuel meninggal dunia sore tadi. Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun. Tentu tak menunggu lama, walaupun sempat bengong sebentar, aku segera pulang. Telfon-telfonan sama mbak Rani yang kujemput di seputaran Uninus, juga A-Lulu yang bersedia mengantar kami ke Depok.
Sekitar jam 9 malam berangkat dari rumah, sampai Depok sedikit lewat tengah malam. Tasya sedang ngobrol di dekat rumah dengan teman-temannya. Belum mau pulang, katanya. Mungkin takut menangis lagi. Sementara Adam sudah tidur. Kecapekan, mungkin. Setelah menunggui ayah mereka, berjuang melawan sakitnya. Seperti meracau, padahal mungkin 'hanya' untuk mengalihkan perhatian dari sakitnya sakaratul maut, lalu akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di depan anak-anaknya sendiri! Adam juga diminta memanggil dokter untuk memastikan status meninggalnya mas Samuel. Ke rumah sakit di depan kompleks mereka, Sendiri! Mbak Yayu bolak-balik menerima tamu yang datang takziah. Di depan rumah sudah dipasang tenda dan kursi-kursi yang diurus oleh tetangga sebelah menyebelah. Sementara jenazah terbaring kaku di ruang depan yang dikosongkan. Selamat jalan, mas Samuel. Semoga lapang jalanmu menghadap-Nya.
Umur betul-betul jadi rahasia Allah. Kakak iparku itu belum lagi 42 tahun. Sakit sih... berawal dari lupus (yang sebetulnya jarang banget diderita oleh laki-laki). Lalu setelah beberapa tahun berlanjut jadi komplikasi penurunan fungsi ginjal (atau malah sudah sampai tahap gagal ginjal?), lalu kena heparnya juga. Tapi ini memang sudah jadi takdir Allah. Apapun ikhtiar manusia, kalau sudah sampai ajalnya, tak ada yang bisa mengundurkan ataupun mengajukannya. Almarhum meninggalkan kakakku menjanda dengan 2 anak. Tasya baru didaftarkan ke SMA, sementara Adam baru mau naik kelas 6, dan Evaluasi Hasil Belajar alias ulangan umumnya dimulai hari Senin ini! Padahal, mas Samuel sudah berencana pergi haji tahun ini dan bahkan sudah melunasi ONH. Mbak Yayu nangis lagi ketika bilang bahwa harapannya untuk pergi haji bersama akhirnya pupus. Tak ada yang bisa menghibur selain dirinya sendiri. Dia pun tahu bahwa niat mas Samuel sudah dicatatkan, bahkan mungkin sudah mabrur jika niatnya tulus. Semoga Allah meridhoinya. Amiin.
2 comments:
inna lillahi wa inna ilaihi ro'jiun ... turut berduka cita ...
Depok, udah deket banget ama rumah nih ...
Terima kasih atas simpatinya, Bang. BTW, Depok-nya di mana?
Post a Comment