Layla ingin tahu cara berkirim surat. Ponakanku itu betul-betul penasaran dan tak bisa menunggu lagi. Ibuku ditelfon, siapa tahu bisa ngantar Layla ke kantor pos. Sebetulnya ibu baru saja pulang dari bepergian, tapi kemudian segera bersiap untuk pergi lagi, dengan catatan: Layla harus sudah siap ketika dijemput eyang.
Betul saja. Dia sudah berganti baju, menyiapkan bekal makanan kecil dan minuman dalam botol. Kakak juga ingin ikut. Rupanya dia pun ingin tahu proses pengiriman sepucuk surat hingga sampai ke tangan penerima. Maka berangkatlah mereka bertiga ke kantor pos buah batu.
Di depan loket, terjadilah dialog."Ini ada anak kecil mau beli perangko, Pak. Berapa biayanya?"tanya ibuku.
"Ah, ini sih dekat... seribu saja." jawab petugas di balik loket.
"Mau dikirim ke mana?" tanyanya lagi.
"Ke rumah eyang." jawab Layla.
"Ya diberikan saja ke eyangnya," kata pak pos lagi.
"Justru itu, saya dari alamat yang tertera di amplop itu." sambung ibuku lagi.
"Tapi anak ini ingin tahu caranya berkirim surat."
Ah... ada-ada saja. Pak pos geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Layla menyerahkan kembali amplop yang sudah ditempelinya perangko kepada petugas pos di balik loket, lalu mereka bersiap pulang.
Keesokan harinya, surat itu sudah kuterima.
"tante diah, kalau neng ke rumah nyang lihat kolesi perangko nyah tante diah" ditandatangani, layla. Itu isi suratnya. Asli, tulisan Layla, tanpa campur tangan bunda atau kakaknya. Yang nempel perangko juga dia. Bunda hanya menuliskan alamat di sampul depan untuk menghindari salah alamat. Nah, Layla sudah tahu kan cara berkirim surat? Aku jadi teringat untuk menuliskan surat balasan untuknya. Dia pasti senang mendapatkannya.
No comments:
Post a Comment