Hari Minggu yang lalu, seorang tukang (sol) sepatu sepatu lewat di depan rumah. Biasanya aku cuekin biarpun (sebetulnya) tertarik untuk memanggilnya. Teringat pada beberapa sepatuku yang sudah dalamkondisi 'mengenaskan', hampir tak layak untuk dipakai berjalan-jalan. (lihat posting berjudul "Sepatu Butut"). Kebetulan, aku sedang mengelap mobilku di garasi, maka sekalian kupanggil saja tukang sepatu itu untuk mangkal di teras rumah dan 'ngerjain' beberapa sepatuku.
Beberapa sepatu langsung bertaburan di hadapan pak tukang. Kupikir, dia pasti akan bekerja cukup lama, maka kusodorkan segelas air mineral padanya.
"Air bening begini biasa disebut air ustadz." komentarnya.
"Ibu tahu apa artinya air ustadz?" tanyanya kemudian.
Hm... apakah karena ustadz rata-rata diberi air bening ya? Atau... apakah dia akan segera berceramah? Dia memang memberiku beberapa pelajaran. Yang pertama, dia bilang air bening itu sebagai cerminan agar kita senantiasa menjaga hati agar tetap bening. Subhanallah... betul sekali.
Setelah bincang sana bincang sini, ibuku bilang bahwa aku adalah guru. Ada satu pelajaran lagi dari sang tukang sepatu ini. Dia bilang, jadi guru itu sudah tak ada lagi celanya ya. Ah... aku bercermin diri. Masih sangat banyak sifat jelekku yang harus kubenahi. Kubilang, tentu saja aku masih harus membenahi diri, masih harus dinasihati. Dia bilang, "Wah... kalau masih banyak yang perlu dibenahi, belum jadi guru, itu. Baru jadi pengajar. Hakikatnya, guru itu adalah yang digugu dan ditiru." Ya. Jadi renungan untukku. Sungguh, pelajaran itu bisa datang dari mana saja. Tak melulu harus di kelas. Hari itu, tukang sepatu jadi guruku.
"Air bening begini biasa disebut air ustadz." komentarnya.
"Ibu tahu apa artinya air ustadz?" tanyanya kemudian.
Hm... apakah karena ustadz rata-rata diberi air bening ya? Atau... apakah dia akan segera berceramah? Dia memang memberiku beberapa pelajaran. Yang pertama, dia bilang air bening itu sebagai cerminan agar kita senantiasa menjaga hati agar tetap bening. Subhanallah... betul sekali.
Setelah bincang sana bincang sini, ibuku bilang bahwa aku adalah guru. Ada satu pelajaran lagi dari sang tukang sepatu ini. Dia bilang, jadi guru itu sudah tak ada lagi celanya ya. Ah... aku bercermin diri. Masih sangat banyak sifat jelekku yang harus kubenahi. Kubilang, tentu saja aku masih harus membenahi diri, masih harus dinasihati. Dia bilang, "Wah... kalau masih banyak yang perlu dibenahi, belum jadi guru, itu. Baru jadi pengajar. Hakikatnya, guru itu adalah yang digugu dan ditiru." Ya. Jadi renungan untukku. Sungguh, pelajaran itu bisa datang dari mana saja. Tak melulu harus di kelas. Hari itu, tukang sepatu jadi guruku.
1 comment:
subhanalloh ...
Post a Comment