Monday, August 04, 2008

Di Gerbang Tol

Beginilah salah satu 'wajah' layanan transportasi kita, Indonesia tea...
Jarak tempuh yang kujajal dari rumah ke sekolah tempatku mengajar lebih dari 30 km sekali jalan. Jarak terpendek yang bisa kulewati sekitar 32 km, lewat ruas Padalarang-Moh.Toha. Biasanya rute ini kupakai dalam perjalanan pulang. Malam hari, jalanan sudah relatif sepi, bebas macet, dan 'cuma' bayar Rp 3.000,- Aman-lah lewat Mohamad Toha. Terlepas dari itu, sebetulnya aku nggak begitu suka pakai ruas jalan ini karena kondisinya yang nggak begitu nyaman. Ada bagian yang bergelombang, mbikin kita terpantul-pantul dalam kendaraan (apalagi pakai katana). Selain itu, banyak pabrik tekstil di sepanjang jalan itu, membuatnya jadi jalur ramai yang rawan macet. Capek deh... kalau tiap kali harus kejebak antrian panjang kendaraan. Yang kadang-kadang jadi 'pelipur lara' ketika lewat jalur ini adalah adanya pabrik coklat Ceres yang seringkali menebar wangi manisnya coklat yang menggoda, walaupun hanya sesaat. ;)
Sementara kalau pagi, berangkat dari rumah, aku biasa pakai rute Bubat-Padalarang. Sedikit berputar, tapi relatif 'aman', karena bukan jalur padat yang diramaikan oleh para pelajar atau karyawan pabrik yang banyak terdapat di ruas jalan Mohamad Toha. Jarak tempuhnya sekitar 34 km, dengan tarif tol Rp 3.500,-
Sesekali, kalau ada rencana mampir-mampir sepulang sekolah, kadang aku pakai rute Padalarang-Pasteur yang jarak tempuhnya ke rumahku mencapai 39 km. Bayar tol-nya sih cuma Rp 2.000,-, itupun kadang-kadang dibayarin temen yang ikut numpang di mobilku, tapi konsumsi bensinnya yang lebih banyak dari umurku, membuatku malas menempuh jalur itu. Belum lagi kondisi rawan macet selepas gerbang Pasteur (karena saat ini sedang ada penyempitan akibat pembangunan terowongan), ditambah lagi dengan konsekuensi melewati beberapa perempatan berlampu lalu lintas yang biasanya jadi ajang para pengemis atau pengamen 'beroperasi'. Di bulan Agustus begini, rombongan mahasiswa atau anak muda nekat yang sibuk cari dana tujuhbelasan juga makin marak. Makin males deh aku untuk lewat Pasteur.
Sabtu pagi lalu (2/8/08), aku perlu ke sekolah, tapi sebelumnya mengantar ibuku dulu ke tempat pengajian rutinnya di Masjid Yayasan Assalaam, dekat terminal Kebun Kelapa. Karena sudah tanggung di daerah sana, maka sekalian saja aku pakai jalur bis kota dalam perjalananku ke sekolah. Ini berarti melewati alun-alun, Istana Plaza, dan masuk dari gerbang Pasteur. Alhamdulillah, Sabtu pagi itu lancar juga.
Dekat gerbang Padalarang, kubelokkan dulu mobilku ke kantor Jasa Marga. Beli karcis langganan tol. Bisa menghemat sampai 10% ongkos tol nih. Di masa susah duit seperti sekarang, dapat diskon tentu jadi pilihan yang diprioritaskan dong... ;)
Setelah beli karcis, uuh... dasar pikiran pendek, aku dengan serta merta menyerahkan selembar karcis tol sebagai alat pembayaran. Aku sempat heran ketika melihat tampilan layar elektronik di depan gardu tol menunjukkan tulisan "Pasteur-Pdlrg 2000". Eh, sementara karcis langganan tol yang kubeli adalah untuk lajur Bubat-Padalarang seharga 3500 sekali jalan. Hey, aku yang rugi dong.
Tak terdengar panggilan apapun dari petugas tol yang menjaga saat itu, padahal ada selisih harga lho. Kalau begini, aku yang harus sadar dong. Segera kutepikan kendaraanku, sekitar 6-7 meter dari pintu tol. Kuambil dua lembar seribuan yang sebetulnya sudah kusiapkan sedari tadi. Berlari kecil, kuhampiri petugas tol di dalam 'kotaknya'. Kusampaikan masalahku secara singkat padanya. Untungnya, tanpa banyak cing-cong, dia mau menukar karcis tol yang kuberikan padanya tadi, dan mengambil lembaran ribuan yang kusodorkan padanya.
Hm... janggal rasanya. Jika mereka begitu 'strict' dengan uang setoran tol dari kendaraan yang melewati gerbangnya. Kurang seribu atau bahkan 500 rupiah sekalipun, mobil yang sudah lewat akan mereka panggil melalui loudspeaker. Ada juga sih satu-dua kasus yang lolos (bukan aku lho), tapi setidaknya sudah diumumkan kepada khalayak ramai bahwa kendaraan bernomor sekian sekian, setorannya kurang. Malu-maluin juga kan? Sementara dalam kasusku, aku kelebihan setoran nih, 1500 perak gitu lho, lumayan banget... eh, petugas tadi tak memanggilku untuk memberikan kembalian uang. Kalau konsumen yang rugi, petugas cuek. Tapi kalau konsumen lalai (mbayar), wo... kesannya 'seluruh dunia' harus tahu karena dipanggil keras-keras via loudspeaker. Jangan begitu dong mbak... Tapi ini sebetulnya cuma indikasi agar aku -selaku pengguna jasa jalan tol- yang harus waspada dan selalu siaga. Oke deh...

No comments:

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka