Tuesday, August 05, 2008

Vario Tasya

Kisah kali ini, masih berkisar seputar pengalamanku dengan alat transportasi.
Sabtu 2 pekan lalu, ketika aku di Depok, kupinjam motor Tasya, keponakanku untuk kukendarai menuju Depok Town Center di Sawangan (yang pake acara nyasar tea... :p).
Pagi sebelum berangkat, kucek perlengakapan berkendaraku. Sepatu, cukup sporty dan nyaman dipakai, biarpun sudah cukup 'berumur'. Jaket, waterproof dan windproof yang kubawa dari Bandung, siap menghadapi terjangan angin saat bermotor-ria. Helm, oke juga, walaupun kacanya tak bisa diangkat. Selalu turun lagi menghalangi batas pandanganku, tapi justru melindungi mataku dari angin dan debu. Pelindung hidung dan mulut? Hm... kurasa tak begitu penting-lah. Sarung tangan? Sayang tak kubawa. Membayangkan jarak tempuh yang akan kujalani di bawah matahari pagi begitu, hm... kebayang deh belangnya warna kulit punggung tanganku berbanding dengan bagian lengan lainnya yang selalu tertutup.
Perjalanan pergi merupakan perjuangan karena adanya peristiwa nyasar sampai ke Bogor tea. Memarkir Vario hijau keponakanku di area parkir DTC seharian sempat membuatku cemas juga. Akankah aku mengenalinya saat akan mengendarainya pulang di sore hari nanti? Hihi...
Pendek kata, seusai acara di DTC, aku bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil motor matic yang tadi membawaku ke sana. Posisi parkir sudah sedikit berubah, tapi aku masih bisa mengenali motor keponakanku dengan mudah. Kusiapkan jaket dan helm, lalu mulai mencoba menstarter motor itu. Eh... tak ada reaksi apapun. Kucoba beberapa kali, Vario hijau itu masih tetap 'bungkam'. Aku coba memancing kinerja mesin dengan starter pedal. Mesin tak juga menyala. Gerah juga nih aku. Kubuka kancing jaket, dan sebetulnya mulai panik juga. Ada apa sih dengan motor matic ini? Kusempatkan menelfon Tasya, menyanyakan masalah yang mungkin dia ketahui jalan keluarnya. Dia nggak jelas juga menyatakan sumber permasalahan yang mungkin akan jadi solusi. Hh... sekalinya minjem motor, dapat masalah begini deh.
Kucoba lagi menstarter motor matic yang memang belum familiar buatku. Beberapa kali menggenjot pedal starter, mesin Vario itu tak juga bergeming. Hampir putus asa aku, ketika seorang bapak dengan anak kecil lewat di dekatku, dan memberikan saran untuk mengangkat standar kecil motor itu. Standar besar yang lebih mantap memang sudah kupasang sebelumnya. Ketika aku akan mencoba lagi menggenjot pedal starter, bapak itu berkata tak perlu melakukannya. "Pakai starter otomatis saja, bu." katanya. Kutarik pedal rem di stang kiri, sesuai SOP rata-rata motor matic, lalu dengan berdebar harap, kutekan tombol starter otomatis di stang kanan, dan . . . brrrmm... mesin pun hidup dengan 'riangnya', seolah menertawakan kebodohanku. Halah... Untung saja aku tidak disangka pencuri motor. Penjaga parkir di sana mungkin maklum bahwa aku membawa motor pinjaman dan sangat tidak familiar dengan motor itu. Cepat kubawa Vario hijau itu dari pelataran parkir, menyembunyikan muka merahku di balik kaca helm yang relatif gelap. Langsung pulang ke Taman Depok Permai.

3 comments:

Diana said...

Hehe, pengalaman yg 'kaya' ya mbak? Iya ya, untung ngga dikira maling motor, bisa heiboh dong :D

Diah Utami said...

Iya... iya... Belajar dari pengalaman, harus kenal dulu, baru berani bawa. Saya sih... sok nekat. Belum kenal, sudah berani-beranian mbawa Vario orang ke tempat jauh. Hihi... Kapan2, saya bawa berkunjung ke rumah mbak Diana ya. ;) Di Depok juga kan?

Diana said...

Iya, tul mbak, aku dkt Brimob Kelapa Dua. Kudu mampir yah?

Koleksi Memori