Pasca lebaran ini, aku bersama dua dari ketiga kakak beserta ibuku pergi boyongan ke Depok, ke rumah kakak sulung. Anak-anak kakak nggak ikut karena mereka ikut dengan kakak yang ke-3 menjelajah sebagian pulau Jawa. Nggak ada kerjaan juga sih di Depok, selain membaca majalah yang tak kupunya di Bandung sana, menjajal kemampuan main games di komputer kakak, dan sesekali mengakses internet barang sebentaran.
Hari Sabtu lalu (4 Okt) kita berangkat dari Bandung menjelang jam 10 pagi. Istirahat shalat dan makan siang di tempat peristirahatan di ruas jalan tol Padaleunyi, kita sampai di Depok tak lama selepas jam 1-an (atau jam 2-an ya? Hehe... lupa) Tapi tetap nggak terlalu lama juga kan di perjalanan?
Hari Minggu, aku didaulat kakak jadi 'tukang ojek' buat nganterin dia bersilaturahim dengan teman-temannya, alumni karyawan British Council Jakarta. Tempat pertemuan, tak tanggung-tanggung, di "Amsterdam"! Hehe... Maksudnya, di cluster Eropa wilayah Amsterdam di Kota Wisata Cibubur. Jauh juga lho dari Depok, dan aku sok-sok-an aja mboncengin kakakku yang 'mirip' Tike Priyatnakusumah yang anggota tetap Extravaganza itu. Literally, beneran, mirip! ;)
Menjajal jalanan Depok yang berlubang-lubang besar, motor ponakanku sempat oleng juga ketika awal-awal aku berusaha menjaga keseimbangan mengemudi. Akhirnya terbiasa juga. Di jalan lurus ke arah Cibubur, asyik juga kupacu Vario hijau itu dengan kecepatan 50-65 km/jam. Beban di belakang, tak begitu terasa.
Pendek kata, acara silaturahim berjalan lancar, biarpun aku nggak begitu kenal orang-orang di sana. Sok berbaur aja, dan menikmati hidangan lezat yang disediakan tuan rumah. Terima kasih ya, mbak Wiwin... Semuanya enak! Terutama yoghurt campur buahnya. Hm... yummy...!
Selepas ashar, satu persatu tamu mulai berpamitan. Kakakku akhirnya undur diri juga. Sebagai 'tukang ojek', tentu saja aku ikut. Tergoda sih, pengen cuci mata lihat pernak-pernik di Kampung Cina yang rasanya tinggal selangkahan kaki. Tapi melihat mendung kelam yang bergantung rendah, kuurungkan niatan itu. Nggak usahlah belanja-belanja. Langsung pulang saja. Perjalanan pulang kali ini, sebetulnya agak lebih percaya diri dibandingkan arah sebaliknya, tapi kondisi badan yang sudah capek, ditambah arus lalu lintas yang sedikit lebih padat membuatku harus sabar-sabar di jalur kiri.
Di ruas jalan Cibubur, tak jauh dari Cibubur Junction, antrian panjang kendaraan membuatku ragu. Haruskah tetap di kiri, di jalan tanah sebelah bahu jalan, atau pindah jalur ke kanan (ke sebelah kanan mobil yang berderet) tapi berresiko menghadang arus kendaraan dari depan. Sebagai pengendara mobil juga, aku suka sebal dengan pengendara motor di lajur kanan ini, karena seringkali bikin kagok! Akhirnya aku putuskan untuk istiqamah di lajur kiri. Ini lajur yang dilematis juga. Tetap di jalan tanah berarti mengambil resiko menerjang becek-becek sisa hujan dan melindas batuan yang tidak rata. Kalau naik sedikit ke bahu jalan di sebelah kiri mobil, berarti aku harus stabil memegang stang motor supaya tetap lurus dan tidak menyenggol spion kendaraan yang kulewati.
Gara-gara.... ragu-ragu sih... Ketika aku masih berpikir, naik ke bahu jalan (yang lebih tinggi sekitar 7 sentian dari tepi jalan) atau tidak, kuarahkan stang motor agak ke kanan. Ban depan sudah naik ke aspal, sementara ban belakang masih berusaha mengimbangi, sedangkan motor masih melaju, tak terlalu cepat. Tak kuasa... Seperti slow motion rasanya. Motor mulai oleng ke kiri, dan tak bisa kukendalikan lagi, doyong... doyong... dan terguling. Hihi... Soft landing. Kami berdua jatuh ke tepi jalan. Karena gerak jatuhnya motor sudah kami duga (kakakku pun sudah berpikir bakalan jatuh), maka kaki kami sudah siaga, tapi tak urung, bagian lutut sih, kena juga sedikit. Untungnya, tak ada yang tertimpa motor. Cuma, lucu aja... tak ada angin tak ada hujan, tahu-tahu motor yang kami tumpangi oleng dan terguling. Orang-orang yang lewat juga tak ada yang menolong karena melihat kami berdua baik-baik saja, justru memandangi dengan heran. Sementara kita saling bertanya, "Nggak ada orang yang kita kenal kan?" "Nggak ada candid camera kan (yang mengabadikan ketololanku)?" Waduh... Sakitnya sih nggak seberapa, wong cuma memar dikit di lutut kiri, tapi malunya itu lho. Haha... Lebih 'gila' lagi, kejadian memalukan begini, ku-publish juga di blog ini ya? Bukan menyebarluaskan kebodohan, justru mengingatkan diri untuk belajar dari kesalahan. Jangan terulang lagi, Dee!
Kejadian sore itu belum usai. Gara-gara jalanan berlubang di Depok tak terlihat jelas karena dipenuhi air berlumpur, kakakku mengajak untuk menjajal jalur alternatif melalui perumahan, bukan lewat jalan utama. Aku sih, ayo aja. Ternyata, putar sana putar sini, nyasar juga kita. Tanya sana tanya sini, ah... akhirnya sampai juga ke rumah kakak. Alhamdulillah. Betul-betul perjalanan jauh yang kutempuh hari itu. Dari Depok ke "Amsterdam" lalu balik lagi hanya dalam setengah hari. Hihi... ;)
Hari Sabtu lalu (4 Okt) kita berangkat dari Bandung menjelang jam 10 pagi. Istirahat shalat dan makan siang di tempat peristirahatan di ruas jalan tol Padaleunyi, kita sampai di Depok tak lama selepas jam 1-an (atau jam 2-an ya? Hehe... lupa) Tapi tetap nggak terlalu lama juga kan di perjalanan?
Hari Minggu, aku didaulat kakak jadi 'tukang ojek' buat nganterin dia bersilaturahim dengan teman-temannya, alumni karyawan British Council Jakarta. Tempat pertemuan, tak tanggung-tanggung, di "Amsterdam"! Hehe... Maksudnya, di cluster Eropa wilayah Amsterdam di Kota Wisata Cibubur. Jauh juga lho dari Depok, dan aku sok-sok-an aja mboncengin kakakku yang 'mirip' Tike Priyatnakusumah yang anggota tetap Extravaganza itu. Literally, beneran, mirip! ;)
Menjajal jalanan Depok yang berlubang-lubang besar, motor ponakanku sempat oleng juga ketika awal-awal aku berusaha menjaga keseimbangan mengemudi. Akhirnya terbiasa juga. Di jalan lurus ke arah Cibubur, asyik juga kupacu Vario hijau itu dengan kecepatan 50-65 km/jam. Beban di belakang, tak begitu terasa.
Pendek kata, acara silaturahim berjalan lancar, biarpun aku nggak begitu kenal orang-orang di sana. Sok berbaur aja, dan menikmati hidangan lezat yang disediakan tuan rumah. Terima kasih ya, mbak Wiwin... Semuanya enak! Terutama yoghurt campur buahnya. Hm... yummy...!
Selepas ashar, satu persatu tamu mulai berpamitan. Kakakku akhirnya undur diri juga. Sebagai 'tukang ojek', tentu saja aku ikut. Tergoda sih, pengen cuci mata lihat pernak-pernik di Kampung Cina yang rasanya tinggal selangkahan kaki. Tapi melihat mendung kelam yang bergantung rendah, kuurungkan niatan itu. Nggak usahlah belanja-belanja. Langsung pulang saja. Perjalanan pulang kali ini, sebetulnya agak lebih percaya diri dibandingkan arah sebaliknya, tapi kondisi badan yang sudah capek, ditambah arus lalu lintas yang sedikit lebih padat membuatku harus sabar-sabar di jalur kiri.
Di ruas jalan Cibubur, tak jauh dari Cibubur Junction, antrian panjang kendaraan membuatku ragu. Haruskah tetap di kiri, di jalan tanah sebelah bahu jalan, atau pindah jalur ke kanan (ke sebelah kanan mobil yang berderet) tapi berresiko menghadang arus kendaraan dari depan. Sebagai pengendara mobil juga, aku suka sebal dengan pengendara motor di lajur kanan ini, karena seringkali bikin kagok! Akhirnya aku putuskan untuk istiqamah di lajur kiri. Ini lajur yang dilematis juga. Tetap di jalan tanah berarti mengambil resiko menerjang becek-becek sisa hujan dan melindas batuan yang tidak rata. Kalau naik sedikit ke bahu jalan di sebelah kiri mobil, berarti aku harus stabil memegang stang motor supaya tetap lurus dan tidak menyenggol spion kendaraan yang kulewati.
Gara-gara.... ragu-ragu sih... Ketika aku masih berpikir, naik ke bahu jalan (yang lebih tinggi sekitar 7 sentian dari tepi jalan) atau tidak, kuarahkan stang motor agak ke kanan. Ban depan sudah naik ke aspal, sementara ban belakang masih berusaha mengimbangi, sedangkan motor masih melaju, tak terlalu cepat. Tak kuasa... Seperti slow motion rasanya. Motor mulai oleng ke kiri, dan tak bisa kukendalikan lagi, doyong... doyong... dan terguling. Hihi... Soft landing. Kami berdua jatuh ke tepi jalan. Karena gerak jatuhnya motor sudah kami duga (kakakku pun sudah berpikir bakalan jatuh), maka kaki kami sudah siaga, tapi tak urung, bagian lutut sih, kena juga sedikit. Untungnya, tak ada yang tertimpa motor. Cuma, lucu aja... tak ada angin tak ada hujan, tahu-tahu motor yang kami tumpangi oleng dan terguling. Orang-orang yang lewat juga tak ada yang menolong karena melihat kami berdua baik-baik saja, justru memandangi dengan heran. Sementara kita saling bertanya, "Nggak ada orang yang kita kenal kan?" "Nggak ada candid camera kan (yang mengabadikan ketololanku)?" Waduh... Sakitnya sih nggak seberapa, wong cuma memar dikit di lutut kiri, tapi malunya itu lho. Haha... Lebih 'gila' lagi, kejadian memalukan begini, ku-publish juga di blog ini ya? Bukan menyebarluaskan kebodohan, justru mengingatkan diri untuk belajar dari kesalahan. Jangan terulang lagi, Dee!
Kejadian sore itu belum usai. Gara-gara jalanan berlubang di Depok tak terlihat jelas karena dipenuhi air berlumpur, kakakku mengajak untuk menjajal jalur alternatif melalui perumahan, bukan lewat jalan utama. Aku sih, ayo aja. Ternyata, putar sana putar sini, nyasar juga kita. Tanya sana tanya sini, ah... akhirnya sampai juga ke rumah kakak. Alhamdulillah. Betul-betul perjalanan jauh yang kutempuh hari itu. Dari Depok ke "Amsterdam" lalu balik lagi hanya dalam setengah hari. Hihi... ;)
Blogged with the Flock Browser
No comments:
Post a Comment