Monday, August 25, 2008

Penjelajah PT DI

Sabtu lalu (23 Agustus 2008) aku mendampingi 3 orang muridku ikutan lomba origami pesawat terbang di PT DI alias IPTN alias Nurtanio dulu. Lomba ini merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka HUT PT DI yang jatuh di bulan ini. Mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan berupa open house, dirangkai dengan berbagai lomba untuk anak-anak seperti lomba mewarnai, lomba menggambar, dan lomba origami pesawat terbang.
Jangan bayangkan origami pesawat seperti yang 'biasa'. Ini adalah lomba mewarnai-menggunting, melipat dan merakit bagian-bagian pesawat kertas menjadi sebuah model sederhana. Menarik sih, walaupun cukup rumit juga. Ketiga orang muridku bisa menyelesaikan tugas itu dengan... baik-lah. ;)
Setelah menyelesaikan tugas merakit model pesawat terbang, kami diajak berjalan-jalan keliling komplek PT DI alias plant tour. Seru juga, walaupun capek juga nih jalan jauh mengelilingi kompleks pabrik pembuatan pesawat terbang yang memang (pasti) luas itu.
Feizal, Kynan dan Safina bersama Kayla (adik Kynan) yang mengikut, berjalan bersamaku menyusuri bagian demi bagian ruangan-ruangan di sana, tempat terjadinya proses pembuatan kapal terbang itu, mulai dari sepotong lempengan alumunium alloy hingga menjelma pesawat terbang gagah dengan tipe CN-235 atau N-250 ataupun beberapa helikopter pesanan. Kereen... Selain pesawat, rupanya PT DI pun membuat mobil mini yang disebut "gang car" alias mobil gang yang memang sengaja didesain agar memudahkan mobilitas di jalanan Indonesia yang masih banyak berupa gang atau jalan kecil. Lucu banget. Imut! Aku menyempatkan diri dong berfoto di depan salah satu model mobil gang berwarna hijau, warna kesukaanku tea. ;)
Sementara murid-muridku juga banyak berfoto-ria di depan beragam model pesawat. Tak lupa kuingatkan mereka untuk banyak bertanya kepada para pemandu di sana. Pengalaman begini, nggak bisa terjadi setiap hari. Akan jadi pengalaman berharga buat mereka. Semoga mereka terinspirasi, untuk menguasai ilmu dan teknologi, dan kelak menyumbangkan ilmu pengetahuan mereka untuk negeri yang masih sering dipandang sebelah mata oleh warga dunia ini.

Quote of the Day

Love planted a rose, and the world turned sweet.
Katharine Lee Bates

Mawar Batik (part 2)

Satu lagi si cantik yang kutemui di kebun ibuku. Mawar batik (atau sekedar belang ya?) yang berwarna lebih manis dibanding saudaranya yang sudah lebih dulu nampang di halaman blog ini. Saat ini dia sedang mekar sempurna. Sedang cantik-cantiknya, gitu. Semerbaknya sih nyaris tak terdeteksi indra penciuman, bahkan dari jarak terdekat sekalipun. Setelah kutempelkan hidung di ujung rekahan helai daun bunga yang cantik itu, wanginya tetap samar. Tapi mawar batik ini baik, karena dia tak berduri. Very friendly, isn't it? Love it! Don't you? ;)

Wednesday, August 20, 2008

Tuesday, August 19, 2008

You Have A Green Heart

Took a test from facebook. Does is really reflecting me? Hm... a bit, maybe. ;)

You Have A Green Heart

A person with a Green Heart is a person capable of indulging in self assertion. Such people are usually the envious type. They make aggressive lovers and normally enjoy rash driving. They are possessive, yet positive and a wee bit self centred.

Monday, August 18, 2008

Quote of the Day

The only thing we know about the future is that it will be different.
Peter Drucker

Memerdekakan Negeri dengan Hati

Jumat sore lalu, Umi ngontak aku, ngajakkin ikutan bincang-bincang di acara Andy's Corner di Gramedia Jl. Merdeka bareng Andrea Hirata. Acaranya hari Sabtu jam 4 sore, tapi kita janjian datang lebih awal untuk late lunch dulu. Hayu...
Pagi hingga lewat tengah hari, aku mengantar ibu ke acara arisan alumni haji di Assalaam, dilanjut dengan mampir sebentar di sentra penjualan bunga untuk membeli tanah dan kompos. Sampai rumah, sudah menjelang jam setengah dua. Harus segera belangkat nih untuk acara selanjutnya. Tapi aku sudah terlanjur lapar... :( Kusempatkan makan sedikit sesudah shalat, setelah itu segera pergi lagi untuk memenuhi janji bertemu dengan teman.
Jalanan Bandung padat di akhir pekan menjelang HUT RI ke-63 ini. Hm... biasanya juga begitu sih. Padat dengan kendaraan pendatang, yang ingin berakhir pekan di kota bunga ini. Perjalanan ke 'kota' makan waktu satu jam lebih, tapi kelelahan terbayar karena ketika numpang parkir di BIP, dapat tempat parkir sangat dekat ke pintu masuk. Alhamdulillah.
Ketemu Umi yang sudah datang lebih dulu, aku menagih janji untuk makan. Nyari tempat makan di food court Gramedia belakang, aku 'mengincar' lontong kari. Tapi ah... anda belum beruntung. Penjualnya sedang pergi. Kantinnya buka, tapi penjualnya pergi. Aneh. Entah dia atau aku tuh yang belum beruntung karena batal bertransaksi lontong kari. ;) Kualihkan minatku pada kedai makanan Jepang di sana. Aku pesan paket nasi dan chicken teriyaki plus ryokucha dingin manis, wah... ternyata pake 'bonus' lama. Maaf-maaf, kurang memuaskan deh. Nasinya nasi Indonesia yang terburai dengan mudah ketika kucoba mengangkatnya pakai sumpit. Teh hijau dinginnya juga tak senikmat teh hijau botol-an yang biasa kubeli. (nggak boleh nyebutin merek di forum ini. ntar disangka promosi :p)
'Terbebas' dari food court, kami bergegas menuju lantai 1 gedung baru Gramedia, tempat diselenggarakannya diskusi "Memerdekakan Negeri dengan Hati". Ruangan sudah sangat penuh! Pandanganku terhalang oleh punggung dan kepala orang-orang di depanku. Aku nyaris tak bisa memandang ke podium tempat Andy F. Noya dan Andrea Hirata berada, walaupun curi-curi, sempat juga mengambil foto mereka dari jauh. Maksa deh.
Usai acara, ada book signing bersama mereka. Aku dan Umi bawa buku kami sendiri untuk ditandatangani, sementara pengunjung lain berebutan membeli buku baru untuk ditandatangani. Buku Sang Pemimpi yang sengaja kubawa dari rumah dapat tandatangan besar Andrea Hirata. Sempat juga berfoto bersamanya. Umi juga ngotot pengen berfoto bersama Andy F. Noya, host acara "Kick Andy" di Metro TV. Hm... sebetulnya, apa sih istimewanya berfoto bersama mereka? Aku jadi geli sendiri. Kapan-kapan, ada kali ya yang pengen berfoto bareng aku. ;)
Pulang dari Gramedia, aku, Umi dan Tari yang ikut bergabung kemudian pergi bareng ke food court Riau Junction untuk melanjutkan acara tukar cerita. Aku cuma memesan yoghurt favoritku, sama dengan Tari yang memesan yoghurt dengan jenis buah yang berbeda, sementara Umi makan zupa soup. Berbincang dengan teman-teman, waktu serasa terbang. Bicara banyak, tentang pertemanan, perjalanan hidup, ujian yang harus dijalani, dan sebagainya. Perjumpaan disudahi dengan saling mendoakan (atau saling menguatkan?). Sudah lewat jam 8 ketika kami meninggalkan area Riau Junction. Sampai ketemu lagi ya teman-teman. Insya Allah, dalam keadaan yang lebih baik. Amiin.

Quote of the Day

There is nothing on this earth more to be prized than true friendship.
Saint Thomas Aquinas

Seleb Lain dari Dunia Flora

Cuma ingin memperkenalkan 'saudara' jauh si mawar batik. Yang ini dari keluarga Violces. Bunga yang mudah dikembangbiakkan hanya dengan mengiris sedikit daunnya, lalu letakkan di atas tanah, dan dia akan bertunas dengan sendirinya. Sebegitu mudahnya. ;) Bunganya beragam warna, mulai merah muda, merah hati (atau marun ya?), ungu kebiruan, putih, dan ketika dua tanaman secara tidak sengaja ditanam bersisian, eh... hasilnya ternyata jadi bunga belang yang lucu. Love it!

Wednesday, August 13, 2008

Quote of the Day

My life is a lovely story, happy and full of incident.
Hans Christian Andersen

Mawar Batik

Pagi ini, kusempatkan mengambil satu gambar bunga lagi dari kebun ibuku. Mawar batik, judulnya. Kubeli beberapa waktu lalu di Bandung Orchid Festival bersama seorang teman. Dia sih sebetulnya tak begitu tertarik pada dunia persilatan eh perbungaan, tapi jagoan nawar. Haha...! Keuntungan buatku. ;)
Kulihat beberapa pokok mawar belang ini di sebuah stand di arena pameran bunga bulanan yang berlokasi di MTC Metro. Seorang penjaga stand, anak muda, menawarkan pokok-pokok bunga ini dengan bersemangat. Aku yang sudah menunjukkan minat, tentu jadi 'sasaran empuk' buatnya. Dia bilang, "Belilah bu.. buat nambah-nambah biaya kuliah...". Hm, semangat anak muda ini boleh juga. Ketika kutanya kampus tempatnya belajar, kupikir dia akan menyebutkan kampus pertanian atau semacamnya. Ternyata, dia menyebut Unikom. Eh??? Kutanya lebih jauh, kuliah di jurusan apa, dia jawab desain komunikasi visual. EH??? Itu kan aku banget. Aku sempat jadi dosen di sana, sampai lepas pertengahan 2002. Wah, memori terkuak kembali. Temanku sudah semangat menawar, nggak kira-kira. Aku sih senang, tentu, kalau dapat harga murah, tapi kasihan juga sih pada si penjual kembang. Dia yang sudah merawat bunga-bunga itu sampai berbunga cantik, mengangkut ke tempat pameran dengan bersusah payah, memajangnya di stand bunga, menungguinya, menanti satu-dua pembeli seperti aku.
Aku beli dua pokok mawar belang ini. Lucu lho... Yang satu berbunga belang (makanya disebut mawar batik), sedangkan pohon yang satunya lagi berbunga kembar tak identik. Dua bunga muncul di satu pohon pada waktu itu, yang satu berbunga pink agak fuschia, sedangkan yang satunya lagi marun. Aih... Cantiknya. Nanti ya... foto menyusul, kalau dia berbunga lagi. Siapa tahu warna bunganya lain lagi. ;) Di stand bunga yang lain, sebetulnya aku melihat bunga mawar berbunga ungu muda. Agak langka tuh kayaknya. Pengen beli juga, tapi ... hm... lain kali lagi deh ya. ;)

Tuesday, August 12, 2008

Quote of the Day

I don't know the key to success, but the key to failure is trying to please everybody.
Bill Cosby

Muslim Paripurna

'Nyontek' dari kolom Hikmah - Republika

oleh : Lukman Hakim

Nabi Muhammad SAW telah bersabda, ''Bila anak Adam meninggal, terputus (pahalanya) dan amalnya kecuali tiga hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak yang shaleh dan mendoakannya.'' (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'i, dan Ahmad).

Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti. Ungkapan ini dapat menjadi penyemangat hidup bagi setiap manusia. Untuk mencapai hidup yang berguna, berarti harus memiliki kualitas hidup yang mapan. Orang yang menjalani hidup berkualitas adalah mereka yang memiliki derajat kemuliaan, yakni orang yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT, melintasi usia, profesi, jabatan, keturunan, dan seterusnya. (Lihat QS Alhujurat (49): 13).

Dunia adalah jalan menuju akhirat; yakni sebuah tujuan akhir bagi kehidupan manusia. Bagi seorang Muslim, untuk menjadi orang yang berkualitas harus memadukan dua kehidupan ini (dunia dan akhirat).
Berdasarkan hadis di atas, terdapat tiga komponen utama yang harus dimiliki seorang Muslim, yakni aspek finansial (amal jariyah), aspek intelektual (ilmu yang bermanfaat), dan aspek spiritual (yang direpresentasikan oleh anak shaleh). Ketiga hal tersebut adalah simbol keberhasilan bagi seorang Muslim paripurna.

Setiap Muslim dianjurkan untuk mengombinasikan ketiga-tiganya dan tidak ada keharusan memilah ataupun memilih salah satu dari ketiganya. Menjadi intelek tidak harus lemah dalam hal spiritual dan finansial. Menjadi ahli ibadah tentu pula harus kuat intelektual dan finansial. Begitu pula menjadi orang kaya, harus intelek, dan ahli beribadah.

Dalam hadis lain disebutkan, ''Sesungguhnya dunia itu diperuntukkan untuk empat orang, yaitu (1) Seorang hamba yang dikaruniai oleh Allah rezeki dan ilmu, tetapi dia bertakwa kepada-Nya dan baik hubungannya dengan manusia serta mengetahui hak Allah dalam hartanya. Maka, orang ini merupakan kelompok manusia yang paling utama; (2) Orang yang diberi ilmu saja, tapi tidak diberi harta (yang banyak). Tetapi, dia mempunyai niat yang baik. Dia mengatakan, 'Seandainya aku mempunyai harta, pasti aku akan menggunakannya seperti yang dilakukan oleh si anu, maka dengan niat yang bagus itu keduanya sama dalam besar pahalanya; (3) Manusia yang diberi harta, tapi tidak diberi ilmu. Dia pergunakan hartanya semaunya tanpa ilmu.

Dia tidak bertakwa kepada Tuhan-Nya dan tidak baik hubungannya dengan sesamanya. Serta, tidak mengetahui dan tidak memenuhi hak Allah, maka orang seperti ini adalah manusia yang paling buruk kedudukannya. Dan, (4) Orang yang tidak diberi rezeki dan tidak pula diberi ilmu. Dia mengatakan, 'Jika aku mempunyai harta yang banyak, pasti aku akan melakukan seperti yang dilakukan oleh si anu, dengan niatnya seperti itu, kedua orang (terakhir) ini dosanya sama.'' (HR Ahmad).

Begitulah salah satu tuntunan Islam, agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Monday, August 11, 2008

Quote of the Day

Just living is not enough. One must have sunshine, freedom, and a little flower.
Hans Christian Andersen

Bunga Wijayakusuma

Malam tadi, aku nggak mau ketinggalan lagi. Kuingatkan diriku sendiri untuk mengambil foto dari setangkai bunga cantik yang hanya mekar di malam hari ini. Wijayakusuma.
Bunga ini merupakan varian mini dari bunga Wijayakusuma yang sudah dimiliki ibuku sebelumnya. Ukuran, tentu saja berbeda. Waktu mekarnya juga tak terduga. Jika Wijayakusuma besar mekar ketika kuncup bunganya sudah menggembung, maka Wijayakusuma mini tak mau menunggu sampai kuncupnya terlihat besar. Aku sudah 'kecolongan' di kesempatan lalu. Tahu-tahu menemukan bunga itu sudah mulai 'redup' di pagi hari ketika aku siap berangkat sekolah. Maka kali ini, aku tak mau ketinggalan lagi.
Jam 10 malam, aku mengecek halaman depan, dan kutemukan bunga ini sudah merekah indah. Belum mencapai puncaknya, namun sudah terlihat kecantikannya. Keharuman samar tercium ketika kudekatkan hidung ke rekahan bunga putih itu. Subhanallah...
Satu lagi keagungan Tuhan yang dapat kunikmati. Bunga pemalu ini seolah melambangkan kerendahan hati. Tak sombong karena rupa, dan hanya menunjukkan diri pada orang-orang yang menunjukkan ketertarikan padanya -tentu karena tahu apa yang dicari-. Belajarlah rendah hati dari bunga ini.

Teringat satu lagu lama yang dulu kerap kunyanyikan. Entah karya siapa. Tidak begitu familiar, memang, tapi kusukai lagunya karena kutahu ibuku punya sepohon bunga itu di halaman rumah.
Tumbuhmu, di pojok halaman
Seolah kau tak diperhatikan
Mekarmu di keheningan malam
Selalu dinantikan
Mekar mekar bungaku mekar
Bunga Wijayakusuma-ku

Quote of the Day

The art of living is more like wrestling than dancing.
Marcus Aurelius

Saturday, August 09, 2008

Menuduh dan Membantah

oleh: Abduh Zulfidar Akaha

Menuduh mudah dilakukan, namun sangat berat konsekuensinya, baik bagi si penuduh maupun sang tertuduh. Yang paling berat dalam perkara menuduh adalah menuduh orang berzina. Jika tuduhannya benar, di mana dia bisa menghadirkan empat orang saksi, si tertuduh bisa dihukum. Adapun jika tuduhan tidak terbukti, si penuduh dapat dihukum dan kesaksiannya tidak boleh diterima selamanya. (Lihat QS Annur [24]: 4).

Banyaknya orang pandai bersilat lidah, baik dalam menuduh maupun membantah, inilah yang membuat Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya, kalian banyak mengadukan perkara kepadaku, sedangkan aku juga manusia. Bisa jadi, sebagian kalian lebih pandai beralasan dibanding yang lain. Maka, barang siapa yang aku menangkan perkaranya dengan menzalimi saudaranya karena dia pintar bicara, sungguh yang aku berikan adalah potongan api neraka. Oleh sebab itu, janganlah dia mengambilnya.'' (Muttafaq Alaih).

Nabi sendiri bisa salah dalam membuat keputusan yang sifatnya duniawi, apalagi umatnya. Dalam hal ini, Allah-lah yang akan memutuskannya dengan segala keadilan dan ke-Mahatahu-annya, baik saat masih di dunia maupun kelak di akhirat: siapa yang salah dan siapa yang benar.

Adalah Said bin Zaid, salah seorang sahabat Nabi, dia pernah diadukan oleh seorang perempuan tua kepada penguasa. Perempuan ini menuduh Said telah merampas tanah miliknya. Saat dikonfirmasi, Said mengatakan bahwa dia pernah mendengar Nabi bersabda, ''Barang siapa mengambil sejengkal tanah yang bukan haknya, Allah akan membenamkannya ke dalam tujuh lapis bumi pada hari kiamat.'' (Muttafaq Alaih).

Lalu Said berkata, ''Silakan perempuan itu datang dan mengambil tanah yang diklaimnya. Kalau dia berdusta, semoga Allah membutakan matanya dan mematikannya di tanah tersebut.'' Benar, tidak lama setelah itu, mata si perempuan ini pun buta. Dan, pada suatu malam, ketika dia pergi ke tanah tersebut, dia terpeleset dan jatuh ke dalam sumur, lalu meninggal. Menuduh bukan asal bicara, dia mesti memiliki bukti. Nabi bersabda, ''Yang menuduh harus memberikan bukti dan yang dituduh harus bersumpah.'' (HR At Tirmidzi).

Sekiranya, masing-masing pihak bisa memberikan bukti dan menghadirkan saksi serta pandai berdalih. Maka, yang paling mendekati kebenaranlah yang dimenangkan. Begitulah pesan agama kita tentang perkara ini. Bahwa, mulut harus dijaga, untuk tidak asal bersuara. Bahwa, asal menuduh sangat berat pertanggungjawabannya, baik di dunia maupun di akhirat.


NB. Jadi tertuduh, ketika kita tidak melakukan apa yang dituduhkan, tentu menyakitkan sekali. Maka aku berusaha mengingat itu, dan ingat-ingat Dee, JANGAN menuduh orang sembarangan.

Quote of the Day

It is not how old you are, but how you are old.
Jules Renard

Belajar dari Al Kindi

oleh Lina M

(Kali ini, copy-paste dari Republika.or.id, edisi Jumat, 08-08-08)

Dalam buku kecilnya yang berjudul Fi Al Hilah li Daf'i Al Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan), Al Kindi mendefinisikan kesedihan sebagai gangguan psikis (neurosis) yang terjadi karena kehilangan hal-hal yang dicintai dan sangat diinginkan.

Orang yang menjadikan kecintaan dan keinginan yang bersifat indriawi, maka ia akan menjadi sedih jika kecintaan dan keinginan yang bersifat indriawi itu hancur, hilang, atau musnah. Termasuk, dalam hal itu adalah kecintaan akan kekasih, orang tua, anak, keluarga, warisan, harta benda, jabatan, dan sebagainya.

Manusia akan selalu mengalami kehilangan sesuatu yang dicintainya. Oleh karena itu, kita tidak boleh bersedih karena kehilangan sesuatu atau kehilangan yang kita cintai. Sebaliknya, kita harus membiasakan diri dengan kebiasaan yang mulia dan rela terhadap segala keadaan agar selalu bahagia.

Karena, kesedihan adalah gangguan psikis. Maka, kita harus mencegah gangguan psikis ini sebagaimana kita mencegah gangguan fisik. Menurut Al Kindi, menyembuhkan gangguan psikis lebih penting karena kita memiliki jiwa, sedangkan fisik hanyalah alat bagi jiwa. Tindakan fisik menjadi suci karena tindakan jiwa. Maka, intinya lebih baik memperbaiki jati diri kita dibanding memperbaiki alat (fisik) kita.

Kemudian, ia mengatakan, ''Kita harus sabar dalam memperbaiki diri melebihi kesabaran kita dalam menyembuhkan gangguan fisik.'' Apalagi, penyembuhan jiwa lebih ringan dari segi biaya dan ketidaknyamanan dibanding gangguan fisik. Perbaikan diri hanya dapat dilakukan dengan kekuatan tekad atas orang yang memperbaiki diri kita, bukan dengan obat yang diminum, bukan dengan deraan besi ataupun api, bukan pula dengan uang. Tetapi, lakukan dengan disiplin diri dan kebiasaan yang terpuji dari hal-hal kecil dan sepele. Kemudian, meningkat pada tahap pembiasaan pada hal-hal yang lebih besar.

Sesungguhnya, manusia cenderung ingin memiliki banyak hal yang tidak primer dalam menegakkan jati dirinya dan kebaikan hidupnya. Semua itu membuatnya menderita dalam mencarinya, bersedih karena kehilangannya, dan menyesal karena berlalunya.

Padahal, apa yang kita klaim sebagai 'milik' adalah titipan Allah dan Allah bisa mengambil titipan itu kapan saja jika Dia mau. Kita tidak boleh bersedih karena kehilangannya. Mahabenar firman Allah SWT dalam surat Albaqarah (2) ayat 155-156, ''Dan, sesungguhnya akan Kami beri cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun (sesungguhnya kita itu milik Allah dan kepada Allah-lah kita kembali).''

Thursday, August 07, 2008

Belajar dari Penjual Arum Manis

(Ini juga nyontek dari Yasmin-barbeku.org)

Sabtu, 26 April 2008, pukul 12.00 pas. Terik matahari persis menerpa kepala, panasnya luar biasa. Hari itu ada kegiatan Hari Bumi di sebuah sekolah. Berbagai kegiatan digelar, mulai dari penampilan siswa, presentasi tentang global warming dan tanam seribu pohon.
Menjelang acara usai, perhatianku tertuju pada kerumunan anak-anak di bawah pohon, dekat pintu masuk sekolah. Riuh rendah suara anak-anak menambah rasa penasaran. Sambil menyeka peluh, kuayunkan langkah kecil mendekati kerumunan. Tampak seorang Bapak – sudah renta – kerepotan melayani anak-anak yang ingin membeli arum manis dan yoyo. Arum manis seharga Rp 1.000,- terbuat dari gula pasir ditambah sedikit zat pewarna. Sementara yoyo yang dijual, bukan dari kayu tetapi dari balon kecil (sebesar bola tenis meja) yang diisi air dan diikat dengan tali elastis, dijual dengan harga Rp 1.000,-.
“Anak-anak, ambilnya yang teratur, jangan lupa uangnya,” terdengar suara parau sang penjual mengingatkan anak-anak yang berebut. Melihat kerumunan yang tak terkendali, kutawarkan bantuan kepada beliau untuk membantu melayani. “Boleh saya bantu melayani Pak,” ujarku menawarkan diri. “Oh.., terima kasih Nak,” sahutnya sambil memasukkan arum manis yang selesai dimasak ke dalam kantong plastik. Sambil berteriak mengingatkan anak-anak untuk antri, aku pun menjadi ‘tenaga salesman’ arum manis dan yoyo dadakan.
Tak sampai setengah jam, terkumpul uang Rp 30 ribu. Ada kepuasan batin yang tak terkira bisa memberikan sedikit Epos (energi positif) membantu Pak Udin penjual arum manis. “Gimana Pak, ramai jualannya?” tanyaku sambil membantu membereskan dagangan. “Alhamdulillah, hari-hari biasa bisa membawa uang ke rumah Rp 25.000,-, kalau ada acara semacam ini mudah-mudahan bisa sampai Rp 50.000,-,” ujarnya sambil tetap menebar senyum.
“Tetapi saya sedih Nak, tadi ada anak beli yoyo dan arum manis harganya Rp 2.000,-. Ia memberi Rp 5.000,-. Belum sempat saya mengembalikan sisa uangnya, ia sudah berlari entah ke mana. Jadi saya pegang uang Rp 3.000,- yang bukan hak saya. Bagaimana cara saya mengembalikannya, ya?”, ujarnya sedih. Tersentak batin ini mendengar keluhannya. Ada cerminan hati sebening kaca, kejujuran dan khawatiran dari raut wajahnya. Diam seribu bahasa, itulah yang aku lakukan, rasa kagumku semakin bertambah. Setelah berpikir sejenak, “Baik Pak, saya akan bantu mengumumkan lewat pembawa acara yang ada di panggung,” sahutku menawarkan solusi. Belum sempat aku melangkah ke panggung, tiba-tiba datang seorang ibu dan anaknya yang ternyata belum mengambil uang kembalian tadi. “Alhamdulillah, ucap Pak Udin berseri-seri. Saya tidak jadi membawa uang yang bukan hak saya,”.
Aku pun pamit meninggalkan Pak Udin dengan perasaan bahagia. “Ini arum manis dan yoyo untuk oleh-oleh anak-anak di rumah,” katanya sebelum kami berpisah. “Terima kasih Pak,” sahutku sambil menolak pemberiannya.
Subhanallah, hari itu kami belajar tentang kejujuran dan indahnya berbagi dari pribadi yang luar biasa yang semangat dan nuraninya patut diteladani, Pak Udin penjual arum manis. (Setiyo Iswoyo)

Quote of the Day

Think wrongly, if you please, but in all cases think for yourself.
Doris Lessing

MENYIKAPI REJEKI

'Nyontek' dari situs Yasmin-barbeku.org.

Nabi Musa menyaksikan seorang fakir, yang karena kefakirannya tidur di atas tanah padang pasir tanpa baju. Setelah beliau mendekatinya, si fakir berkata, “Wahai Musa, mohonlah kepada Allah agar memberi saya sedikit rejeki yang dapat membebaskan saya dari kemiskinan ini”.

Karena perihatin melihat kondisi si fakir, Nabi Musa lalu memohon kepada Allah agar dikaruniakan kepadanya rejeki yang diperlukannya, lalu beliau segera melanjutkan perjalanannya ke gunung untuk bermunajat kepada Allah Swt.

Hari berikutnya, Nabi Musa pulang melalui jalan yang sama dan melihat si fakir yang telah dia doakan dalam keadaan terikat, babak belur dan dikelilingi oleh sekelompok orang.

Nabi Musa as bertanya, “Apa yang telah terjadi?” Mereka menjawab, “Baru saja dia mendapatkan uang, lalu digunakannya untuk minum arak sampai mabuk dan melakukan penyerangan hingga membunuh seseorang. Dan sekarang mereka menangkapnya untuk melaksanakan hukum qishash dan menggantungnya”.

Rejeki merupakan salah satu nikmat Allah, sekaligus amanah yang cukup berat dari Allah Swt. Acapkali, ketika seseorang mendapatkan rejeki, mereka lupa diri, terkunci hatinya untuk bersyukur atas anugerah Allah tersebut. Allah SWT memperingatkan bahaya bagi orang yang tidak memanfaatkan rejeki sesuai syariat-Nya, “Dan jikalau Allah melapangkan rejeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi”.

Sungguh rejeki itu merupakan tanda kasih dan kemurahan Allah SWT. Betapa Allah SWT memberikan kepada setiap makhluk-Nya curahan rejeki. Firman Allah SWT. “Dan tidak ada satu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang memberikan rejekinya. (QS. Hud: 6)

Rasulullah Saw bersabda: “Rejeki itu mengejar seorang hamba dengan cepat, melebihi kematiannya”. Tidak ada binatang melata di muka bumi ini yang Allah tidak menentukan rejekinya, dan tidak ada jiwa yang mati melainkan dia telah memakan makanan terakhir yang ditakdirkan atasnya. Manusia dalam memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, harus berusaha mencari rejeki dengan cara halal. Jika dia telah berusaha tetapi masih mendapat kekurangan, jangan sampai ada pikiran untuk mencarinya dengan cara yang haram. Sebaik-baik cara menghadapi kekurangan ini adalah bersabar dan tetap bersyukur kepada-Nya.

Setiap manusia memiliki cara khusus dalam mencari rejeki; sebagian menjadi saudagar dan berdagang, sebagian menjadi kuli angkut barang, sebagian menjadi pegawai, dan jika seseorang tidak merasa puas dan cukup dengan pembagian ini, maka dia akan dihinggapi oleh sifat hina, tamak dan serakah. Dan demi memuaskan keserakahannya itu dia akan melakukan berbagai perbuatan haram demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan tidak ada cara lain untuk menghindarkan diri dari perbuatan tercela ini, melainkan dengan bertawakkal dan menyerahkan diri kepada Allah Swt.

Sebaik-baik cara mencari rejeki Allah SWTadalah dengan berikhtiar dengan segenap daya dan upaya di jalan yang halal dan diridhoi Allah. Mengiringi setiap upaya kita dengan untaian doa dan amal sholeh. Secara konsisten dengan penuh keikhlasan mencari jalan menggapai rejeki halal, dan selalu bersyukur di kala dikaruniai rejeki ataupun tidak diberikan rejeki, karena Allah SWT tidak pernah mendzalimi hamba-Nya.

Tahap selanjutnya untuk mendapatkan keberkahan rejeki adalah, sucikan rejeki kita dengan zakat, sedekah dan berbagi dalam bingkai keikhlasan kepada dhu’afa. Pilih dan pertimbangkan manfaat terbaik dalam pemberian tersebut, sehingga mereka benar-benar mendapatkan solusi terbaik. Dan berikanlah dengan penuh kerendahan dan pengabdian karena sejatinya ketika kita berbagi, kita sedang menyambut ‘uluran tangan Tuhan’.

Semoga Allah senantiasa menjadikan kita bersyukur dan berbagi atas rejeki yang ada pada kita. Wallahu a’lam bi ash-shawab. (Sulistiyo)

Tuesday, August 05, 2008

Quote of the Day

Sooner or later, those who win are those who think they can.
Paul Tournier

Vario Tasya

Kisah kali ini, masih berkisar seputar pengalamanku dengan alat transportasi.
Sabtu 2 pekan lalu, ketika aku di Depok, kupinjam motor Tasya, keponakanku untuk kukendarai menuju Depok Town Center di Sawangan (yang pake acara nyasar tea... :p).
Pagi sebelum berangkat, kucek perlengakapan berkendaraku. Sepatu, cukup sporty dan nyaman dipakai, biarpun sudah cukup 'berumur'. Jaket, waterproof dan windproof yang kubawa dari Bandung, siap menghadapi terjangan angin saat bermotor-ria. Helm, oke juga, walaupun kacanya tak bisa diangkat. Selalu turun lagi menghalangi batas pandanganku, tapi justru melindungi mataku dari angin dan debu. Pelindung hidung dan mulut? Hm... kurasa tak begitu penting-lah. Sarung tangan? Sayang tak kubawa. Membayangkan jarak tempuh yang akan kujalani di bawah matahari pagi begitu, hm... kebayang deh belangnya warna kulit punggung tanganku berbanding dengan bagian lengan lainnya yang selalu tertutup.
Perjalanan pergi merupakan perjuangan karena adanya peristiwa nyasar sampai ke Bogor tea. Memarkir Vario hijau keponakanku di area parkir DTC seharian sempat membuatku cemas juga. Akankah aku mengenalinya saat akan mengendarainya pulang di sore hari nanti? Hihi...
Pendek kata, seusai acara di DTC, aku bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil motor matic yang tadi membawaku ke sana. Posisi parkir sudah sedikit berubah, tapi aku masih bisa mengenali motor keponakanku dengan mudah. Kusiapkan jaket dan helm, lalu mulai mencoba menstarter motor itu. Eh... tak ada reaksi apapun. Kucoba beberapa kali, Vario hijau itu masih tetap 'bungkam'. Aku coba memancing kinerja mesin dengan starter pedal. Mesin tak juga menyala. Gerah juga nih aku. Kubuka kancing jaket, dan sebetulnya mulai panik juga. Ada apa sih dengan motor matic ini? Kusempatkan menelfon Tasya, menyanyakan masalah yang mungkin dia ketahui jalan keluarnya. Dia nggak jelas juga menyatakan sumber permasalahan yang mungkin akan jadi solusi. Hh... sekalinya minjem motor, dapat masalah begini deh.
Kucoba lagi menstarter motor matic yang memang belum familiar buatku. Beberapa kali menggenjot pedal starter, mesin Vario itu tak juga bergeming. Hampir putus asa aku, ketika seorang bapak dengan anak kecil lewat di dekatku, dan memberikan saran untuk mengangkat standar kecil motor itu. Standar besar yang lebih mantap memang sudah kupasang sebelumnya. Ketika aku akan mencoba lagi menggenjot pedal starter, bapak itu berkata tak perlu melakukannya. "Pakai starter otomatis saja, bu." katanya. Kutarik pedal rem di stang kiri, sesuai SOP rata-rata motor matic, lalu dengan berdebar harap, kutekan tombol starter otomatis di stang kanan, dan . . . brrrmm... mesin pun hidup dengan 'riangnya', seolah menertawakan kebodohanku. Halah... Untung saja aku tidak disangka pencuri motor. Penjaga parkir di sana mungkin maklum bahwa aku membawa motor pinjaman dan sangat tidak familiar dengan motor itu. Cepat kubawa Vario hijau itu dari pelataran parkir, menyembunyikan muka merahku di balik kaca helm yang relatif gelap. Langsung pulang ke Taman Depok Permai.

Monday, August 04, 2008

Quote of the Day

You cannot get ahead while you are getting even.
Dick Armey

Di Gerbang Tol

Beginilah salah satu 'wajah' layanan transportasi kita, Indonesia tea...
Jarak tempuh yang kujajal dari rumah ke sekolah tempatku mengajar lebih dari 30 km sekali jalan. Jarak terpendek yang bisa kulewati sekitar 32 km, lewat ruas Padalarang-Moh.Toha. Biasanya rute ini kupakai dalam perjalanan pulang. Malam hari, jalanan sudah relatif sepi, bebas macet, dan 'cuma' bayar Rp 3.000,- Aman-lah lewat Mohamad Toha. Terlepas dari itu, sebetulnya aku nggak begitu suka pakai ruas jalan ini karena kondisinya yang nggak begitu nyaman. Ada bagian yang bergelombang, mbikin kita terpantul-pantul dalam kendaraan (apalagi pakai katana). Selain itu, banyak pabrik tekstil di sepanjang jalan itu, membuatnya jadi jalur ramai yang rawan macet. Capek deh... kalau tiap kali harus kejebak antrian panjang kendaraan. Yang kadang-kadang jadi 'pelipur lara' ketika lewat jalur ini adalah adanya pabrik coklat Ceres yang seringkali menebar wangi manisnya coklat yang menggoda, walaupun hanya sesaat. ;)
Sementara kalau pagi, berangkat dari rumah, aku biasa pakai rute Bubat-Padalarang. Sedikit berputar, tapi relatif 'aman', karena bukan jalur padat yang diramaikan oleh para pelajar atau karyawan pabrik yang banyak terdapat di ruas jalan Mohamad Toha. Jarak tempuhnya sekitar 34 km, dengan tarif tol Rp 3.500,-
Sesekali, kalau ada rencana mampir-mampir sepulang sekolah, kadang aku pakai rute Padalarang-Pasteur yang jarak tempuhnya ke rumahku mencapai 39 km. Bayar tol-nya sih cuma Rp 2.000,-, itupun kadang-kadang dibayarin temen yang ikut numpang di mobilku, tapi konsumsi bensinnya yang lebih banyak dari umurku, membuatku malas menempuh jalur itu. Belum lagi kondisi rawan macet selepas gerbang Pasteur (karena saat ini sedang ada penyempitan akibat pembangunan terowongan), ditambah lagi dengan konsekuensi melewati beberapa perempatan berlampu lalu lintas yang biasanya jadi ajang para pengemis atau pengamen 'beroperasi'. Di bulan Agustus begini, rombongan mahasiswa atau anak muda nekat yang sibuk cari dana tujuhbelasan juga makin marak. Makin males deh aku untuk lewat Pasteur.
Sabtu pagi lalu (2/8/08), aku perlu ke sekolah, tapi sebelumnya mengantar ibuku dulu ke tempat pengajian rutinnya di Masjid Yayasan Assalaam, dekat terminal Kebun Kelapa. Karena sudah tanggung di daerah sana, maka sekalian saja aku pakai jalur bis kota dalam perjalananku ke sekolah. Ini berarti melewati alun-alun, Istana Plaza, dan masuk dari gerbang Pasteur. Alhamdulillah, Sabtu pagi itu lancar juga.
Dekat gerbang Padalarang, kubelokkan dulu mobilku ke kantor Jasa Marga. Beli karcis langganan tol. Bisa menghemat sampai 10% ongkos tol nih. Di masa susah duit seperti sekarang, dapat diskon tentu jadi pilihan yang diprioritaskan dong... ;)
Setelah beli karcis, uuh... dasar pikiran pendek, aku dengan serta merta menyerahkan selembar karcis tol sebagai alat pembayaran. Aku sempat heran ketika melihat tampilan layar elektronik di depan gardu tol menunjukkan tulisan "Pasteur-Pdlrg 2000". Eh, sementara karcis langganan tol yang kubeli adalah untuk lajur Bubat-Padalarang seharga 3500 sekali jalan. Hey, aku yang rugi dong.
Tak terdengar panggilan apapun dari petugas tol yang menjaga saat itu, padahal ada selisih harga lho. Kalau begini, aku yang harus sadar dong. Segera kutepikan kendaraanku, sekitar 6-7 meter dari pintu tol. Kuambil dua lembar seribuan yang sebetulnya sudah kusiapkan sedari tadi. Berlari kecil, kuhampiri petugas tol di dalam 'kotaknya'. Kusampaikan masalahku secara singkat padanya. Untungnya, tanpa banyak cing-cong, dia mau menukar karcis tol yang kuberikan padanya tadi, dan mengambil lembaran ribuan yang kusodorkan padanya.
Hm... janggal rasanya. Jika mereka begitu 'strict' dengan uang setoran tol dari kendaraan yang melewati gerbangnya. Kurang seribu atau bahkan 500 rupiah sekalipun, mobil yang sudah lewat akan mereka panggil melalui loudspeaker. Ada juga sih satu-dua kasus yang lolos (bukan aku lho), tapi setidaknya sudah diumumkan kepada khalayak ramai bahwa kendaraan bernomor sekian sekian, setorannya kurang. Malu-maluin juga kan? Sementara dalam kasusku, aku kelebihan setoran nih, 1500 perak gitu lho, lumayan banget... eh, petugas tadi tak memanggilku untuk memberikan kembalian uang. Kalau konsumen yang rugi, petugas cuek. Tapi kalau konsumen lalai (mbayar), wo... kesannya 'seluruh dunia' harus tahu karena dipanggil keras-keras via loudspeaker. Jangan begitu dong mbak... Tapi ini sebetulnya cuma indikasi agar aku -selaku pengguna jasa jalan tol- yang harus waspada dan selalu siaga. Oke deh...

Saturday, August 02, 2008

Quote of the Day

Destiny has two ways of crushing us - by refusing our wishes and by fulfilling them.
Henri Frederic Amiel

Adam Air lagi. Allaahu Akbar.

Tadi malam, kudengar wawancara di salah satu stasiun TV tentang analisis jatuhnya pesawat Adam Air di Majene 1 Januari 2008 lalu (boleh lihat lagi posting-an bulan Januari 2008 lalu). Berawal dari berita beredarnya rekaman pembicaraan antara pilot dan co-pilot dalam kokpit yang berasal dari Black Box secara luas di ruang publik alias internet. Bisa didengar via youtube maupun rapidshare.
Dalam wawancara antara anchor dengan seorang pilot senior, terbukalah analisis tentang kronologis jatuhnya pesawat. Sedih lagi mendengar-mengetahui data lain tentang jatuhnya pesawat itu, yang membawa paman ibuku beserta menantunya ke Manado namun tak juga tiba mereka di tujuan.
Terlepas dari data yang terdengar maupun analisis pakar dan komentator tentang peristiwa itu, apakah kesalahan teknis, faktor cuaca buruk, human error, atau apapun itu, tentu kejadian itu sudah ada dalam rencana Allah. Sudah ditentukan jauh sebelum mereka lahir ke dunia, takdir yang ditetapkan Allah atas setiap manusia pada saat mereka berada dalam kandungan ibunda mereka.
Kepanikan pilot dan co-pilot terasa dari rekaman yang sempat kudengar lagi. Tak terbayangkan bagaimana kepanikan yang terjadi di dalam kabin pesawat. Allahu akbar. Allah... kata itu yang terakhir terdengar dalam rekaman itu.
Pilot dan co-pilot, insya Allah mereka insan beriman, yang selalu mengingat Allah hingga di penghujung nafas mereka. Menyadari bahwa Allah Maha Besar, tiada daya dan kuasa selain karena-Nya. Semoga Allah merahmati mereka, juga semua penumpang di dalam pesawat itu. Semoga Allah SWT memberi tempat terbaik di sisi-Nya. Amiin.

Tak Ada Apa-apanya Dibanding Mereka